KetananUpacara adat ketan / ketanan merupakan upacara yang rutin di Dukuh Bulak, Desa Mukiran, Kec. Kaliwungu, Kab. Semarang. Upacara ini biasanya dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah. Tempat dilaksanakannya upacara ini adalah di Patepen atau Tepen. Patepen merupakan salah satu tempat yang digunakan oleh Sunan Puger beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke Balaikambang untuk Bertapa. Masyarakat di daerah Bulak atau yang berasal dari Dukuh Bulak berkumpul dengan membawa ketan dalam bentuk tumpeng. Tumpeng merupakan akronim dalam bahasa Jawa: yen metu kudu sing mempeng (bila keluar harus dengan sungguh-sungguh), dan berbagai lauk pauk seperti panggang mas (telur mata sapi), ikan lele, dan berbagai macam gorengan. Nama ketan[1] sendiri dalam kepercayaan masyarakat Jawa memiliki banyak makna. Ketan bisa diartikan “kraketan” atau “ngraketke ikatan”, yang artinya merekatkan ikatan. Dimaknai sebagai simbol perekat tali persaudaraan antar sesama manusia. Hal ini juga ditandai dengan pembagian sajian kepada tetangga dan saudara untuk memperekat keakraban. Rancangan UpacaraUpacara ini biasanya dilaksanakan setelah salat Idul Adha[2] seperti umat Islam umumnya. Baru setelah itu membersihkan Tepen yang akan digunakan. Setelah dibersihkan dan diberi alas/tikar, masyarakat berkumpul dengan membawa berkat/ketan masing masing. Setelah semuanya berkumpul, sesepuh biasanya menyeritakan asal usul Dukuh Bulak dan ditutup dengan doa bersama oleh Modin. Upacara ini dilakukan untuk mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kelimpahan rezeki dan peringatan terbentuknya Dukuh Bulak dan Dukuh Daleman.
Referensi
|