Kegemukan berlebih atau obesitas adalah suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh yang terakumulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan, yang kemudian menurunkan harapan hidup dan/atau meningkatkan masalah kesehatan.[1][2] Seseorang dianggap menderita kegemukan (obese) jika indeks massa tubuh (IMT), yaitu ukuran yang diperoleh dari hasil pembagian berat badan dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter lebih dari 30 kg/m2.[3]
Kegemukan meningkatkan peluang terjadinya berbagai macam penyakit, khususnya penyakit jantung, diabetes tipe 2, apnea tidur obstruktif, kanker tertentu, osteoartritis[2] dan asma.[2][4][5] Kegemukan sangat sering disebabkan oleh kombinasi antara asupan energi makanan yang berlebihan, kurangnya aktivitas fisik, dan kerentanan genetik, meskipun sebagian kecil kasus terutama disebabkan oleh gen, gangguan endokrin, obat-obatan atau penyakit psikiatri. Hanya sedikit bukti yang mendukung pandangan bahwa orang yang gemuk makan sedikit namun berat badannya bertambah karena metabolisme tubuh yang lambat; rata-rata orang gemuk mengeluarkan energi yang lebih besar dibandingkan orang yang kurus karena dibutuhkan energi untuk menjaga massa tubuh yang lebih besar.[6][7]
Pengaturan diet dan aktivitas fisik masih menjadi tata laksana utama kegemukan. Kualitas asupan dapat diperbaiki dengan mengurangi konsumsi makanan padat energi contohnya makanan yang tinggi lemak dan gula, serta dengan meningkatkan asupan serat. Obat-obatan anti-kegemukan dapat dikonsumsi untuk mengurangi selera makan atau menghambat penyerapan lemak, disertai dengan asupan diet yang tepat. Apabila diet, olahraga, dan obat-obatan belum efektif, maka balon lambung dapat membantu mengurangi berat badan atau operasi dapat dilakukan untuk mengurangi volume lambung dan panjang usus. Hal tersebut dapat memberikan rasa kenyang yang lebih dini dan menurunkan kemampuan penyerapan nutrisi dari makanan.[8][9]
Kegemukan adalah penyebab kematian yang dapat dicegah paling utama di dunia, dengan prevalensi pada orang dewasa dan anak yang semakin meningkat, sehingga pihak berwenang menganggap kegemukan sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius pada abad 21.[10] Kegemukan umumnya merupakan stigma di dunia modern (khususnya di Dunia barat), meskipun pada suatu waktu dalam sejarah, kegemukan secara luas dianggap sebagai simbol kekayaan dan kesuburan, dan masih dianggap demikian di beberapa bagian di dunia hingga sekarang.[2][11]
Pada tahun 2013, orang dengan kegemukan di dunia berjumlah 2,1 miliar dan Indonesia masuk urutan 10 besar dengan orang kegemukan berjumlah 40 juta orang atau setara seluruh penduduk Jawa Barat. Tidak seperti halnya di negara maju yang gemuk kebanyakan adalah laki-laki, maka di Indonesia yang gemuk kebanyakan adalah perempuan.[12]
Pada anak, berat badan yang sehat bervariasi berdasarkan usia dan jenis kelamin. Kegemukan pada anak dan remaja tidak didefinisikan dengan suatu angka mutlak, namun berhubungan dengan riwayat kelompok dengan berat badan yang normal, kegemukan didefinisikan apabila IMT lebih besar dari persentil ke-95.[16] Data Referensi yang menjadi dasar penentuan persentil ini berasal dari tahun 1963 hingga 1994, dan oleh karena itu belum dipengaruhi oleh peningkatan berat badan yang terjadi akhir-akhir ini.[17]
IMT
Klasifikasi
< 18.5
Kurus
18.5-24.9
Normal (ideal)
25.0-29.9
Gemuk
30.0-34.9
Kegemukan kelas I
35.0-39.9
Kegemukan kelas II
≥ 40.0
Kegemukan kelas III
IMT dihitung dengan cara membagi berat badan subjek dengan kuadrat tinggi badannya, yang biasanya ditulis baik dalam satuan metrik maupun dalam sistem Amerika:
adalah berat badan subyek dalam pon dan adalah tinggi badan subyek dalam inci.
Definisi yang paling sering dipakai adalah yang dibuat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 1997 dan dipublikasikan pada 2000, seperti yang tertera pada tabel di sebelah kanan.[3]
Beberapa lembaga membuat modifikasi dari definisi WHO tersebut. Literatur Bedah membagi kegemukan "kelas III" menjadi beberapa kategori, yang angkanya masih menjadi perdebatan.[18]
IMT ≥ 35 atau 40 disebut kegemukan berat
IMT ≥ 35 atau 40–44.9 atau 49.9 disebut kegemukan morbid
IMT ≥ 45 atau 50 disebut kegemukan super/super obese
Karena populasi Asia memperlihatkan dampak negatif kegemukan terhadap kesehatan pada nilai IMT yang lebih rendah dibandingkan populasi Kaukasia, beberapa negara membuat definisi ulang kegemukan; seperti di Jepang yang mendefinisikan kegemukan sebagai nilai IMT lebih dari 25 [19] sedangkan China menggunakan nilai IMT lebih dari 28.[20]
Risiko kematian relatif selama lebih dari 10 tahun pada pria (kiri) dan wanita (kanan) kulit putih yang belum pernah merokok di Amerika Serikat berdasarkan IMT.[21]
Kegemukan adalah salah satu dari penyebab kematian yang dapat dicegah utama di dunia.[10][22][23] Studi berskala luas di Amerika dan Eropa menunjukkan bahwa risiko mortalitas paling rendah terjadi pada IMT 20–25 kg/m2[21][24] pada kelompok non-perokok dan 24–27 kg/m2 pada kelompok perokok, dengan risiko yang kian meningkat seiring perubahan angka IMT ke kedua arah.[25][26] IMT lebih dari 32 berhubungan dengan angka kematian dua kali lipat lebih tinggi pada wanita setelah 16 tahun kemudian.[27] Di Amerika Serikat, kegemukan diperkirakan menambah jumlah kematian sebanyak 111,909 hingga 365,000 per tahun,[2][23] sementara 1 juta kematian (7.7%) di Eropa berhubungan dengan berat badan berlebihan.[28][29] Kegemukan rata-rata akan mengurangi harapan hidup hingga enam hingga tujuh tahun:[2][30] IMT 30–35 mengurangi harapan hidup dua hingga empat tahun,[24] sementara kegemukan berat (IMT > 40) mengurangi harapan hidup hingga 10 tahun.[24]
Komplikasi dapat secara langsung disebabkan oleh kegemukan, atau secara tidak langsung berhubungan dengan mekanisme yang juga menyebabkan kegemukan, seperti asupan diet yang tidak sehat atau akibat gaya hidup kurang bergerak. Terdapat variasi kekuatan hubungan antara kegemukan dengan penyakit tertentu. Salah satu hubungan yang paling kuat adalah dengan diabetes tipe 2. Kelebihan lemak tubuh merupakan penyebab 64% kasus diabetes pada pria dan 77% pada wanita.[32]
Meskipun dampak negatif kegemukan terhadap kesehatan pada populasi umum ditunjang oleh bukti yang kuat, namun kesehatan subgrup tertentu tampaknya lebih baik bila angka IMT-nya lebih besar. Fenomena ini dikenal sebagai paradoks kesintasan kegemukan.[58] Paradoks tersebut pertama kali dikemukakan tahun 1999 pada kelompok pasien gizi lebih dan kegemukan yang menjalani hemodialisis,[58] yang kemudian ditemukan juga pada pasien dengan gagal jantung dan penyakit arteri perifer (PAT).[59]
Pasien gagal jantung dengan IMT antara 30,0 dan 34,9 menunjukkan angka kematian yang lebih rendah dibandingkan pasien dengan berat badan normal. Hal ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa berat badan seseorang akan semakin turun seiring dengan bertambah beratnya penyakit.[60] Hal serupa juga telah ditemukan pada jenis penyakit jantung yang lain. Pasien dengan kegemukan kelas I yang mempunyai penyakit jantung tidak lebih cepat berkembang menjadi gangguan jantung lanjut dibandingkan pasien dengan berat badan normal yang mempunyai penyakit jantung. Meskipun demikian, pada pasien dengan tingkat kegemukan yang lebih berat, risiko gangguan jantung lanjut akan meningkat.[61][62] Meskipun telah dilakukan operasi jantung bypass, peningkatan angka kematian pada kelompok dengan berat badan lebih dan kegemukan tetap tidak ditemukan .[63] Sebuah studi menunjukkan bahwa kesintasan yang lebih baik tersebut mungkin disebabkan oleh pengobatan pasien kegemukan yang lebih agresif setelah terjadinya serangan jantung.[64] Studi lain menunjukkan bahwa bila penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) juga ditemukan pada pasien dengan penyakit arteri perifer maka kegemukan tidak lagi menjadi kondisi yang menguntungkan.[59]
Penyebab
Pada individu per individu, kombinasi antara kelebihan asupan energi makanan dan kurangnya aktivitas fisik dapat menjelaskan sebagian besar kasus kegemukan.[65] Sejumlah kecil kasus umumnya disebabkan oleh faktor genetik, alasan medis, atau penyakit kejiwaan.[66] Sebaliknya pada masyarakat, laju kegemukan yang meningkat mungkin disebabkan karena mudahnya mendapatkan makanan dan banyaknya makanan yang enak,[67] meningkatnya ketergantungan pada mobil, dan meningkatnya penggunaan mesin untuk proses produksi.[68][69]
Suatu tinjauan pada 2006 mengidentifikasi sepuluh kemungkinan lain penyebab meningkatnya kegemukan akhir-akhir ini: (1) kurang tidur, (2) berbagai pengganggu endokrin (polutan lingkungan yang memengaruhi metabolisme lipid), (3) menurunnya variabilitas suhu lingkungan, (4) menurunnya jumlah perokok, karena merokok menekan nafsu makan, (5) meningkatnya penggunaan obat-obatan yang menyebabkan kenaikan berat badan (misalnya, antipsikotik atipikal), (6) meningkatnya etnik dan kelompok umur yang secara proporsional cenderung lebih berat, (7) kehamilan pada usia lebih tua (yang dapat menyebabkan kerentanan anak mengalami kegemukan), (8) epigenetik faktor risiko yang diturunkan antar generasi, (9) seleksi alam untuk BMI yang lebih tinggi, dan (10) pasangan asortatif yang menyebabkan meningkatnya konsentrasi faktor risiko kegemukan (hal ini akan meningkatkan jumlah orang yang gemuk dengan meningkatnya varians berat badan populasi).[70] Meskipun terdapat cukup bukti yang mendukung pengaruh mekanisme ini terhadap meningkatnya prevalensi kegemukan, bukti yang ada masih belum konklusif, dan penulis menyatakan bahwa mekanisme ini mungkin tidak terlalu besar perannya dibandingkan mekanisme yang didiskusikan pada paragraf sebelum ini.
Pola makan
Peta ketersediaan energi bahan makanan per orang per hari pada 1961 (kiri) dan 2001–2003 (kanan) dalam satuan kkal/orang/hari.[71]
no data
<1600
1600–1800
1800–2000
2000–2200
2200–2400
2400–2600
2600–2800
2800–3000
3000–3200
3200–3400
3400–3600
>3600
Persediaan energi makanan per kapita sangat bervariasi antara wilayah dan negara yang berbeda. Hal ini pun berubah secara signifikan sejalan dengan waktu.[71] Dari awal 1970an sampai akhir 1990an rerata kalori yang tersedia per orang per hari (jumlah makanan yang dibeli) mengalami kenaikan di berbagai tempat di dunia kecuali di Eropa Timur. Amerika Serikat mencapai ketersediaan tertinggi yaitu 3,654 kalori per orang pada 1996.[71] Hal ini terus bertambah pada 2003 menjadi 3,754.[71] Pada akhir 1990an Eropa mencapai 3,394 kalori per orang, di wilayah berkembang di Asia mencapai 2,648 kalori per orang, dan di Afrika sub-Sahara, penduduk mendapat 2,176 kalori per orang.[71][72] Total konsumsi kalori telah terbukti berhubungan dengan kegemukan.[73]
Ketersediaan pedoman nutrisi[74] secara luas tidak terlalu berperan dalam mengatasi masalah makan berlebih dan pilihan makanan yang buruk.[75] Sejak 1971 hingga 2000, laju kegemukan di Amerika Serikat meningkat dari 14.5% ke 30.9%.[76] Dalam kurun waktu yang sama, peningkatan juga terjadi pada rerata jumlah energi makanan yang dikonsumsi. Untuk wanita, rerata kenaikan adalah sebesar 335 kalori per hari (1,542 kalori pada 1971 dan 1,877 kalori pada 2004), sementara untuk laki-laki rerata kenaikan adalah 168 kalori per hari (2,450 kalori pada 1971 dan 2,618 kalori pada 2004). Sebagian besar kelebihan energi makanan ini berasal dari meningkatnya konsumsi karbohidrat dan bukan dari konsumsi lemak.[77] Sumber utama karbohidrat berlebih ini berasal dari minuman manis, yang saat ini mencapai hampir 25 persen energi makanan harian dewasa muda di Amerika,[78] dan keripik kentang.[79] Konsumsi minuman manis dipercaya sebagai penyumbang naiknya angka kegemukan.[80][81]
Seiring dengan meningkatnya ketergantungan masyarakat pada makanan yang padat -energi, berporsi besar, dan cepat saji, hubungan antara konsumsi makanan cepat saji dan kegemukan menjadi semakin mendapatkan perhatian.[82] Di Amerika Serikat konsumsi makanan cepat saji naik tiga kali lipat dan asupan energi makanan dari makanan ini meningkat empat kali lipat antara 1977 dan 1995.[83]
Kebijakan pertanian dan teknik di Amerika Serikat dan Eropa telah menyebabkan turunnya harga makanan. Di Amerika Serikat, subsidi untuk jagung, kedelai, gandum, dan beras melalui Undang-undang pertanian AS telah membuat sumber utama makanan yang telah diproses menjadi murah dibandingkan dengan buah dan sayuran.[84]
Orang yang mengalami kegemukan secara konsisten kurang melaporkan makanan yang dikonsumsinya dibandingkan orang dengan berat badan normal.[85] Hal ini didukung baik oleh uji yang dilakukan di ruang kalorimeter[86] maupun melalui pengamatan langsung.
Gaya hidup kurang bergerak
Gaya hidup kurang bergerak mempunyai peran yang penting dalam terjadinya kegemukan.[87] Di seluruh dunia terjadi kecenderungan pergeseran pekerjaan yang menuntut aktivitas fisik yang lebih sedikit,[88][89][90] dan saat ini setidaknya 60% populasi dunia tidak melakukan olahraga yang cukup.[89] Hal ini terutama disebabkan oleh bertambahnya penggunaan transportasi mekanik dan bertambahnya teknologi hemat tenaga fisik yang ada di rumah.[88][89][90] Pada anak-anak, penurunan aktivitas fisik tampaknya terjadi karena kurang berjalan kaki dan kurangnya pelajaran olahraga.[91] Kecenderungan dunia dalam mengisi waktu luang secara aktif aktivitas fisik tampak kurang nyata. Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan bahwa orang di seluruh dunia kurang mencari kegiatan rekreasi yang melibatkan aktivitas fisik, sementara studi di Finlandia[92] memperlihatkan adanya peningkatan dan studi di Amerika Serikat menunjukkan tidak adanya perubahan signifikan dari kegiatan rekreasi yang melibatkan aktivitas fisik.[93]
Baik pada anak maupun dewasa, terdapat hubungan antara lamanya waktu menonton televisi dengan risiko kegemukan.[94][95][96] Suatu kajian menemukan bahwa 63 dari 73 penelitian (86%) menunjukkan adanya peningkatan angka kegemukan anak seiring dengan meningkatnya paparan media, dengan angka yang meningkat secara proporsional terhadap waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi.[97]
Genetika
Seperti sejumlah kondisi medis lainnya, kegemukan merupakan hasil perpaduan antara faktor genetik dan faktor lingkungan.Polimorfisme pada berbagai gen yang mengontrol nafsu makan dan metabolisme merupakan predisposisi terjadinya kegemukan apabila terdapat energi makanan yang cukup. Pada 2006 lebih dari 41 situs ini telah ditautkan dengan terjadinya kegemukan apabila terdapat lingkungan yang sesuai.[99] Seseorang yang memiliki dua rangkap gen FTO (gen yang berhubungan dengan massa lemak dan kegemukan) telah ditemukan rata-rata mempunyai berat lebih banyak 3–4 kg dan berisiko mengalami kegemukan 1,67- kali lebih besar dibandingkan seseorang yang tanpa risiko alel.[100] Persentasi populasi kegemukan yang disebabkan oleh faktor genetik cukup bervariasi, bergantung pada populasi yang diperiksa, dan berkisar antara 6% hingga 85%.[101]
Kegemukan merupakan gambaran utama pada beberapa sindrom, misalnya Sindrom Prader-Willi, Sindrom Bardet-Biedl, Sindrom Cohen, dan Sindrom MOMO. (Istilah "kegemukan tanpa sindrom" kadang-kadang dipakai sebagai pengecualian terhadap kondisi tersebut.)[102] Pada orang dengan kegemukan berat dini (didefinisikan dengan onset sebelum usia 10 tahun dan indeks masa tubuh lebih dari tiga standar deviasi di atas normal), sejumlah 7% mempunyai mutasi DNA satu titik.[103]
Studi yang berfokus pada pola keturunan dibandingkan gen spesifik telah menemukan bahwa 80% keturunan dari dua orang tua yang kegemukan juga mengalami kegemukan orang tua yang kegemukan, sangat kontras dengan hanya kurang dari 10% keturunan dari dua orang tua dengan berat badan normal.[104]
Hipotesis gen thrifty mengemukakan dalil bahwa karena kelangkaan bahan makanan selama masa evolusi manusia, orang menjadi rentan terhadap kegemukan. Kemampuan mereka untuk mengambil kesempatan pada masa kelimpahan yang jarang terjadi, dengan menyimpan energi berupa lemak akan menjadi keuntungan selama masa ketersediaan makanan yang tidak menentu, dan individu dengan timbunan lemak lebih banyak akan lebih mampu bertahan hidupkelaparan. Kecenderungan untuk menyimpan lemak, bagaimanapun, akan menjadi suatu penyesuaian yang salah pada masyarakat dengan pasokan makanan yang stabil.[105] Teori ini telah mendapat berbagai kritik dan teori berbasis evolusi lainnya seperti hipotesis gen drifty dan teori hipotesis fenotip thrifty juga telah diajukan.[106][107]
Penyakit lain
Penyakit fisik dan mental tertentu dan obat-obatan yang digunakan untuk menanganinya dapat meningkatkan risiko kegemukan. Penyakit medis yang dapat meningkatkan risiko kegemukan mencakup beberapa sindrom genetik yang langka (diuraikan di atas) dan juga beberapa kelainan atau kondisi bawaan: hipotiroidisme, Sindrom Cushing, defisiensi hormon pertumbuhan,[108] dan gangguan makan: gangguan makan berupa ngemil berlebihan dan sindrom makan malam hari.[2] Meskipun demikian, kegemukan tidak dianggap sebagai kelainan psikiatri, sehingga tidak terdaftar dalam DSM-IVR sebagai penyakit psikiatri.[109] Risiko kelebihan berat badan dan kegemukan lebih tinggi pada pasien dengan kelainan psikiatrik dibandingkan dengan seseorang tanpa kelainan psikiatrik.[110]
Walaupun pengaruh genetik penting untuk pemahaman tentang kegemukan, namun tidak dapat menjelaskan mengapa terjadi lonjakan dramatis di negera-negara tertentu maupun secara global.[111] Meskipun dapat diterima bahwa konsumsi energi yang melebihi kebutuhan energi menyebabkan terjadinya kegemukan pada tingkat individu, penyebab pergeseran kedua faktor ini pada tingkat masyarakat masih diperdebatkan. Terdapat sejumlah teori tentang penyebabnya tetapi sebagian besar percaya bahwa hal ini disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor.
Korelasi antara kelas sosial dan BMI sangat bervariasi. Suatu tinjauan pada 1989 menemukan bahwa di negara maju, perempuan dari kelas sosial tinggi jarang menjadi gemuk. Tidak terlihat perbedaan yang bermakna pada laki-laki dengan kelas sosial yang berbeda. Di negara berkembang, perempuan, laki-laki, dan anak-anak dari kelas sosial tinggi mempunyai tingkat kegemukan yang lebih besar.[112] Tinjauan yang lebih baru dilakukan pada 2007 dan menemukan hubungan yang sama, tetapi lebih lemah. Melemahnya hubungan korelasi ini mungkin disebabkan karena efek globalisasi.[113] Di negara maju, tingkat kegemukan pada orang dewasa, persentasi remaja yang kelebihan berat badan, berkorelasi dengan ketidakseimbangan pendapatan. Hubungan yang serupa terlihat di antara negara bagian di AS: lebih banyak orang dewasa, bahkan dari kelas sosial tinggi, menderita kegemukan pada negara bagian yang tidak seimbang.[114]
Banyak penjelasan yang dikemukakan tentang hubungan antara BMI dan kelas sosial. Diperkirakan di negara maju, yang kaya lebih mampu untuk membeli makanan bergizi, mereka berada di bawah tekanan sosial untuk tetap langsing, dan mempunyai lebih banyak kesempatan dan juga harapan untuk kebugaran fisis. Di negara belum maju kemampuan untuk membeli makanan, kebutuhan energi tinggi karena pekerjaan fisis, dan nilai budaya yang menyukai badan berukuran besar, dipercaya memberikan kontribusi pada pola yang terlihat.[113] Sikap seseorang terhadap massa tubuhnya juga memainkan peran yang penting dalam terjadinya kegemukan. Suatu korelasi terhadap perubahan IMT sejalan dengan waktu telah ditemukan di antara teman, saudara, dan pasangan.[115] Stres dan pandangan tentang status sosial yang rendah juga meningkatkan risiko kegemukan.[114][116][117]
Merokok memberikan efek nyata pada berat badan seseorang. Mereka yang berhenti merokok mengalami kenaikan berat badan rata-rata 4,4 kilogram (9,7 pon) untuk laki-laki dan 5,0 kilogram (11,0 pon) untuk perempuan selama sepuluh tahun.[118] Meskipun demikian, perubahan tingkat merokok hanya memberikan pengaruh yang kecil terhadap angka kegemukan secara keseluruhan.[119]
Di Amerika Serikat, jumlah anak yang dimiliki seseorang berkaitan dengan risikonya mengalami kegemukan. Risiko seorang perempuan naik 7% per anak, sedangkan risiko seorang laki-laki naik 4% per anak.[120] Hal ini sebagian dapat diterangkan berdasarkan kenyataan bahwa mempunyai anak-anak yang belum mandiri mengurangi aktivitas fisik para orang tua di Barat.[121]
Di negara berkembang, urbanisasi memegang peran dalam menaikkan angka kegemukan. Di Cina angka kegemukan keseluruhan adalah kurang dari 5%; namun, di beberapa kota besar angka kegemukan lebih besar dari 20%.[122]
Malagizi pada tahap awal kehidupan dipercaya berperan dalam meningkatkan angka kegemukan di negara berkembang.[123] Perubahan endokrin yang terjadi selama periode malagizi dapat merangsang penyimpanan lemak pada saat energi makanan telah tersedia.[123]
Konsisten dengan data epidemiologis kognitif, sejumlah penelitian menegaskan bahwa kegemukan berhubungan dengan defisit kognitif.[124] Apakah kegemukan menyebabkan defisit kognitif atau sebaliknya, saat ini masih belum jelas.
Agen infeksi
Pengaruh agen infeksi terhadap metabolisme masih dalam penelitian tahap awal. Flora usus telah terbukti berbeda pada manusia yang kurus dan gemuk. Terdapat indikasi bahwa flora usus pada individu gemuk dan kurus mempengaruhi potensi metaboliks. Perubahan potensi metabolik ini secara nyata dipercaya mengubah kapasitas menjadi lebih besar untuk menghasilkan energi yang menyebabkan kegemukan. Apakah perbedaan ini merupakan penyebab langsung atau sebagai akibat dari kegemukan masih perlu diteliti lebih lanjut.[125]
Suatu hubungan antara virus dan kegemukan telah ditemukan pada manusia dan beberapa spesies hewan. Hubungan ini dan pengaruhnya terhadap kenaikan angka kegemukan masih perlu diteliti lebih lanjut.[126]
Patofisiologi
Flier merangkum beberapa kemungkinan mekanisme patofisiologis yang terlibat dalam terjadinya dan bertahannya kegemukan.[127] Penelitian di bidang ini hampir tidak pernah dilakukan sampai ditemukannya leptin pada 1994. Sejak penemuan ini, banyak mekanisme hormonal lain telah dijelaskan, yang berperan dalam regulasi nafsu makan serta asupan makanan, pola penyimpanan jaringan adiposa, dan terjadinya resistensi insulin. Sejak ditemukannya leptin, telah dilakukan penelitian tentang grelin, insulin, oreksin, PYY 3-36, kolesistokinin,adiponektin, dan juga mediator lainmya. Adipokin adalah mediator yang dihasilkan oleh jaringan adiposa; diduga, mereka terlibat dalam berbagai penyakit yang terkait dengan kegemukan.
Leptin dan grelin dianggap saling melengkapi dalam memengaruhi nafsu makan, dengan grelin dihasilkan oleh lambung untuk mengontrol nafsu makan jangka pendek (yaitu makan ketika lambung kosong dan berhenti ketika lambung penuh) Leptin dihasilkan oleh jaringan adiposa untuk memberi sinyal penyimpanan lemak dalam tubuh, dan menjadi perantara kontrol nafsu makan jangka panjang (yaitu, makan lebih banyak ketika cadangan lemak sedikit dan makan lebih sedikit ketika cadangan lemak banyak). Meskipun pemberian leptin mungkin efektif untuk sebagian kecil orang gemuk yang kekurangan leptin, sebagian besar orang gemuk dipikirkan resisten terhadap leptin dan bahkan terbukti mempunyai kadar leptin yang tinggi.[128] Resistensi ini dapat sebagian menjelaskan mengapa pemberian leptin tidak terbukti efektif dalam menekan nafsu makan orang gemuk pada umumnya.[127]
Walaupun leptin dan grelin diproduksi di perifer, mereka mengendalikan nafsu makan dengan bekerja pada sistem saraf pusat. Leptin dan grelin, beserta dengan hormon lain yang berhubungan dengan nafsu makan khususnya bekerja di hipotalamus, daerah di otak yang merupakan pusat pengaturan asupan makanan dan pengeluaran energi. Terdapat beberapa sirkuit di dalam hipotalamus yang berperan dalam mengatur nafsu makan, jalur melanokortin merupakan yang paling dipahami.[127] Sirkuit ini dimulai dengan pada suatu area di hipotalamus, nukleus arkuata, yang keluar di hipotalamus lateral (LH) dan hipotalamus ventromedial (VMH), yang masing-masing merupakan pusat lapar dan pusat kenyang di otak.[129]
Nukleus arkuata mempunyai dua kelompok neuron yang berbeda.[127] Kelompok pertama mengekspresikan neuropeptida Y (NPY) dan agouti-related peptide (AgRP) yang memberikan input stimulasi ke LH dan input inhibisi ke VMH. Kelompok kedua mengekspresikan pro-opiomelanokortin (POMC) dan cocaine- and amphetamine-regulated transcript (CART) dan memberikan input stimulasi ke VMH dan input inhibisi ke LH. Akibatnya, neuron NPY/AgRP merangsang makan dan menghambat rasa kenyang, sementara neuron POMC/CART menimbulkan rasa kenyang dan menghambat makan. Kedua kelompok neuron nukleus arkuata ini sebagian diregulasi oleh leptin. Leptin menghambat kelompok NPY/AgRP dan merangsang kelompok POMC/CART. Oleh karena itu, apabila terdapat kekurangan sinyal leptin, baik karena kekurangan leptin atau resistensi leptin, akan terjadi makan yang berlebihan, yang berkontribusi atas beberapa bentuk kegemukan genetik dan didapat.[127]
Kesehatan masyarakat
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa kelebihan berat badan dan kegemukan dalam waktu dekat akan menggantikan masalah kesehatan masyarakat seperti kekurangan gizi dan penyakit menular sebagai penyebab utama kesehatan yang buruk.[130] Kegemukan menjadi masalah kesehatan masyarakat dan masalah kebijakan karena prevalensi, biaya, dan pengaruhnya terhadap kesehatan.[131]
Kesehatan masyarakat berupaya memahami dan memperbaiki faktor lingkungan yang berperan dalam meningkatkan prevalensi kegemukan di masyarakat. Upaya yang dilakukan mencakup penyediaan makanan di sekolah yang dibiayai oleh pemerintah, membatasi pemasaran junk food secara langsung kepada anak-anak,[132] dan mengurangi akses untuk mendapatkan minuman manis di sekolah.[133] Untuk lingkungan perkotaan, berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan akses ke taman-taman dan mengembangkan jalur untuk pejalan kaki.[134]
Banyak negara dan kelompok telah memublikasikan laporan mengenai kegemukan. Pada 1998 pemerintahan Federal AS memublikasikan panduan pertama berjudul "Panduan Klinis mengenai Identifikasi, Evaluasi, dan Tata Laksana Kelebihan Berat Badan dan Kegemukan pada Dewasa: Suatu Laporan Bukti".[135] Pada 2006 Jaringan Obesitas Kanada memublikasikan "Panduan Praktik Klinis Kanada (CPG) dalam Tata Laksana dan Pencegahan Kegemukan pada Dewasa dan Anak-Anak". Ini adalah panduan berbasis bukti yang komprehensif untuk tata laksana dan pencegahan kelebihan berat badan dan kegemukan pada orang dewasa dan anak-anak.[136]
Pendekatan komprehensif telah dipikirkan untuk mengatasi meningkatnya angka kegemukan. Aksi Kebijakan Kegemukan (OPA) telah membagi kerangka kerja menjadi kebijakan 'hulu', kebijakan 'tengah', dan kebijakan 'hilir'. Kebijakan 'hulu' menangani tren perubahan dalam masyarakat, kebijakan 'tengah' mencoba mengubah perilaku individu untuk mencegah kegemukan, dan kebijakan 'hilir' mencoba untuk menangani orang-orang yang sudah terkena.[141]
Tata laksana
Tata laksana utama kegemukan terdiri dari diet dan latihan fisis.[65] Program diet dapat menghasilkan penurunan berat badan dalam jangka pendek,[142] tetapi mempertahankan penurunan berat badan ini sering kali merupakan hal yang sulit dan memerlukan latihan dan diet makanan berenergi rendah sebagai bagian dari gaya hidup yang bersifat permanen.[143][144] Keberhasilan untuk mempertahankan penurunan berat badan jangka panjang dengan perubahan gaya hidup masih rendah, yaitu berkisar antara 2–20%.[145] Diet dan perubahan gaya hidup efektif dalam membatasi pertambahan berat badan berlebih selama kehamilan dan memperbaiki luaran ibu dan anak.[146]
Salah satu obat, orlistat (Xenical), kini tersedia secara luas dan disetujui untuk penggunaan jangka panjang. Namun, penurunan berat badan yang dicapai tidak terlalu banyak, dengan rata-rata 2,9 kg (6,4 pon) dalam 1 hingga 4 tahun dan tidak terdapat informasi mengenai pengaruh obat ini dalam menurunkan komplikasi jangka panjang dari kegemukan.[147] Penggunaannya berhubungan dengan tingginya efek samping gastrointestinal[147] dan mungkin terdapat efek samping terhadap ginjal.[148] Tersedia pula dua obat lainnya. Lorcaserin (Belviq) menghasilkan rerata penurunan berat badan 3,1 kg (3% dari massa tubuh) lebih besar dibandingkan plasebo dalam jangka waktu satu tahun.[149] Kombinasi antara pentermin dan topiramat (Qsymia) juga cukup efektif.[150]
Tata laksana kegemukan yang paling efektif adalah pembedahan bariatrik. Pembedahan untuk kegemukan berat berhubungan dengan penurunan berat badan jangka panjang dan penurunan mortalitas secara keseluruhan. Suatu penelitian menemukan penurunan berat badan antara 14% sampai 25% (bergantung pada jenis prosedur yang dilakukan) dalam 10 tahun, dan penurunan 29% dalam penyebab mortalitas secara keseluruhan jika dibandingkan dengan ukuran standar penurunan berat badan.[151] Meskipun demikian, karena tingginya biaya dan risiko terjadinya komplikasi, para peneliti mencari tata laksana lain yang juga efektif, namun bersifat kurang invasif.
Epidemiologi
Prevalensi kegemukan dunia di kalangan laki-laki (kiri) dan perempuan (kanan).[152]
<5%
5–10%
10–15%
15–20%
20–25%
25–30%
30–35%
35–40%
40–45%
45–50%
50–55%
>55%
Sebelum abad ke-20 , kegemukan jarang ditemui;[153] tetapi pada 1997 WHO secara resmi menyatakan kegemukan sebagai epidemik global.[78] Hingga 2005, WHO memperkirakan sedikitnya 400 juta orang dewasa (9,8%) mengalami kegemukan, dengan lebih banyak wanita dibandingkan pria.[154] Angka kegemukan juga naik dengan bertambahnya usia setidaknya hingga usia 50 sampai 60 tahun[155] dan kegemukan berat di Amerika Serikat, Australia, dan Kanada meningkat lebih cepat dibandingkan angka kegemukan secara keseluruhan.[18][156][157]
Dahulu, kegemukan dianggap sebagai masalah negara-negara berpenghasilan tinggi, namun saat ini angka kegemukan meningkat di seluruh dunia dan mempengaruhi baik dunia maju maupun dunia berkembang.[28] Peningkatan ini dirasakan paling dramatis di daerah perkotaan.[154] Satu-satunya bagian dunia dimana kegemukan jarang ditemukan adalah di Afrika sub-sahara.[2]
Sejarah
Etimologi
Obesitas berasal dari bahasa Latin, yang berarti "gemuk, gendut, atau montok." Ēsus adalah past participle dari edere (makan), dengan ob (berlebihan) ditambahkan padanya.[158]Kamus Oxford English mendokumentasikan penggunaannya pertama kali pada 1611 oleh Randle Cotgrave.[159]
Tren sejarah
Orang Yunani adalah yang pertama kali menyadari bahwa kegemukan adalah gangguan medis.[153]Hippocrates menulis bahwa "Kegemukan sendiri bukanlah penyakit, tetapi pertanda dari penyakit yang lain".[2] Ahli bedah India Sushruta (Abad ke-6 sebelum Masehi) menghubungkan kegemukan dengan diabetes dan penyakit jantung.[161] Dia menyarankan aktivitas fisik untuk membantu menyembuhkan kegemukan dan efek-efek sampingnya.[161] Hampir di sepanjang sejarah, manusia berjuang untuk menghadapi kelangkaan pangan.[162] Oleh karena itu, kegemukan dipandang sebagai simbol kemakmuran dan kesejahteraan. Kegemukan biasa ditemukan di kalangan pejabat tinggi di Eropa pada Abad Pertengahan dan zaman Renaissance[160] dan juga di peradaban Asia Timur Kuno.[163]
Dengan munculnya revolusi industri disadari bahwa kekuatan militer dan ekonomi bangsa-bangsa bergantung pada ukuran tubuh dan kekuatan serdadu dan pekerjanya.[78] Peningkatan indeks massa tubuh dari apa yang sekarang dianggap kekurangan berat badan menjadi apa yang sekarang dianggap normal mempunyai peran penting dalam perkembangan masyarakat industri.[78] Oleh karena itu, baik tinggi badan maupun berat badan mengalami peningkatan di sepanjang abad ke-19 di dunia maju. Selama abad ke-20, saat penduduk telah mencapai potensi genetik mereka untuk tinggi badan, berat badan meningkat jauh lebih pesat dibandingkan tinggi badan sehingga menyebabkan kegemukan.[78] Pada 1950-an peningkatan kemakmuran di dunia maju menurunkan angka kematian anak, tetapi dengan meningkatnya berat badan, penyakit jantung dan ginjal menjadi lebih sering ditemukan.[78][164]
Selama masa ini, perusahaan asuransi menyadari adanya hubungan antara berat badan dan harapan hidup dan meningkatkan premi bagi orang-orang yang mengalami kegemukan.[2]
Banyak budaya di sepanjang sejarah memandang kegemukan sebagai hasil dari kelemahan karakter. Obesus atau karakter yang gemuk dalam komedi Yunani adalah seorang yang rakus dan menjadi bahan olokan. Sepanjang masa Kekristenan, makanan dipandang sebagai pembawa dosakemalasan dan nafsu.[11] Dalam budaya Barat modern, kelebihan berat badan sering kali dianggap tidak menarik, dan kegemukan biasanya dihubungkan dengan stereotip negatif. Orang-orang dari berbagai usia bisa menghadapi stigma sosial, dan mungkin dijadikan sasaran oleh para penggertak atau dikucilkan oleh teman-temannya. Kegemukan sekali lagi menjadi alasan untuk diskriminasi.[165]
Persepsi umum di masyarakat Barat mengenai berat badan yang sehat berbeda dengan persepsi berat badan yang dianggap ideal – dan keduanya sudah berubah sejak awal abad ke-20. Berat badan yang dianggap ideal sudah menjadi lebih rendah sejak tahun 1920-an. Hal ini diilustrasikan dengan fakta rerata tinggi badan pemenang ratu kecantikan Miss America meningkat sebesar 2% dari 1922 hingga 1999, sementara rerata berat badan turun sebesar 12%.[166] Di lain pihak, pandangan orang mengenai berat badan sehat telah berubah 180 derajat. Di Inggris berat badan dimana orang menganggap diri mereka kelebihan berat badan jauh lebih tinggi pada 2007 dibandingkan pada 1999.[167] Perubahan ini diyakini karena peningkatan angka kegemukan yang menyebabkan lemak tubuh ekstra bisa lebih diterima sebagai normal.[167]
Kegemukan masih dipandang sebagai simbol kemakmuran dan kesejahteraan di berbagai daerah di Afrika. Hal ini telah menjadi biasa terutama sejak epidemik HIV mulai merebak.[2]
Seni
Patung pertama yang menggambarkan tubuh manusia pada 20.000–35.000 tahun yang lalu menggunakan wanita yang gemuk. Beberapa mengatakan patung-patung Venus menggambarkan kecenderungan untuk menekankan kesuburan, sementara yang lain merasa patung-patung itu menggambarkan “kegemukan” orang-orang pada zaman itu.[11] Namun, kegemukan tidak ditemukan di benda seni Yunani dan Romawi, dan hal ini mungkin untuk menjaga kekonsistenan dengan prinsip ideal mereka yang bersifat moderat. Hal ini berlanjut di sebagian besar sejarah Eropa Kristen, dengan hanya mereka yang berstatus sosial-ekonomi rendah yang digambarkan gemuk.[11]
Selama zaman Renaissance beberapa orang dari kalangan kelas tinggi mulai memamerkan ukuran mereka yang besar, seperti yang bisa dilihat dalam potret Henry VIII dan Alessandro del Borro.[11]Rubens (1577–1640) menggambarkan wanita dengan tubuh montok dalam lukisan-lukisannya, dan dari sanalah istilah Rubenesque berasal. Namun, wanita-wanita ini masih mempertahankan bentuk "jam pasir" mereka dalam kaitannya dengan kesuburan.[168] Selama abad ke-19 , pandangan mengenai kegemukan berubah di dunia Barat. Setelah berabad-abad kegemukan diidentikkan dengan kemakmuran dan status sosial, kelangsingan mulai dipandang sebagai standar yang didambakan.[11]
Masyarakat dan budaya
Dampak ekonomi
Selain mempunyai dampak terhadap kesehatan, kegemukan menimbulkan berbagai masalah, termasuk kurangnya peluang dalam mendapatkan pekerjaan[169][170] dan peningkatan biaya usaha. Efek ini dirasakan pada semua tingkat masyarakat mulai dari individu, hingga perusahaan, dan pemerintah.
Pada 2005, biaya medis yang berhubungan dengan kegemukan di AS diperkirakan mencapai 190,2 miliar dolar atau 20,6% dari keseluruhan biaya kesehatan,[171][172][173] sementara biaya kegemukan di Kanada diperkirakan 2 miliar dolar Kanada pada 1997 (2,4% dari keseluruhan biaya kesehatan).[65] Biaya langsung tahunan total dari kelebihan berat badan dan kegemukan di Australia pada 2005 adalah 21 miliar dolar Australia. Penduduk Australia yang mengalami kelebihan berat badan dan kegemukan juga menerima subsidi pemerintah sebesar 35,6 miliar dolar Australia.[174] Perkiraan biaya tahunan untuk produk-produk diet adalah sebesar 40 miliar hingga 100 miliar dolar di AS sendiri.[175]
Program-program pencegahan kegemukan sudah diadakan untuk menurunkan biaya pengobatan penyakit yang terkait dengan kegemukan. Tetapi, semakin lama orang hidup, semakin banyak biaya medis yang dikeluarkannya. Oleh karena itu, para ahli riset menyimpulkan bahwa menurunkan kegemukan bisa meningkatkan kesehatan masyarakat, namun tampaknya tidak akan menurunkan pengeluaran untuk kesehatan secara keseluruhan.[176]
Kegemukan bisa menyebabkan stigma sosial dan kurangnya peluang dalam memperoleh pekerjaan.[169] Bila dibandingkan dengan rekan yang mempunyai berat badan normal, rata-rata pekerja yang kegemukan memiliki angka tidak masuk kerja yang lebih tinggi dan mengambil cuti yang lebih banyak karena ketidakmampuan kerja, sehingga menaikkan biaya bagi orang yang mempekerjakan mereka dan menurunkan produktivitas.[178] Suatu riset yang meneliti para karyawan dari Universitas Duke menemukan bahwa orang dengan indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 40 mengajukan klaim dua kali lebih banyak kompensasi pekerja dibandingkan mereka yang IMT-nya 18,5–24,9. Mereka juga memiliki hari tidak bekerja 12 kali lebih banyak. Cedera yang paling sering ditemukan di kelompok ini adalah karena jatuh dan mengangkat beban, yang mempengaruhi bagian tubuh bawah, pergelangan tangan atau tangan dan punggung.[179] Dewan Asuransi Karyawan di negara bagian Alabama menyetujui rencana kontroversial untuk mengenakan biaya sebesar 25 dolar per bulan kepada pekerja yang kegemukan bila mereka tidak berusaha untuk menurunkan berat badan dan meningkatkan kesehatan mereka. Peraturan ini mulai diterapkan pada Januari 2010 dan diberlakukan bagi mereka yang IMT-nya lebih dari 35 kg/m2 yang gagal meningkatkan kesehatan mereka setelah satu tahun.[180]
Beberapa riset menunjukkan bahwa orang yang kegemukan kurang berpeluang untuk mendapatkan pekerjaan dan dipromosikan.[165] Orang-orang yang kegemukan juga mendapatkan gaji yang lebih rendah dibandingkan rekan mereka yang tidak gemuk untuk pekerjaan yang sama. Wanita yang kegemukan rata-rata berpenghasilan 6% lebih sedikit dan pria yang kegemukan berpenghasilan 3% lebih sedikit.[181]
Industri tertentu, seperti penerbangan, pelayanan kesehatan, dan industri makanan, mempunyai masalah tersendiri. Dengan meningkatnya angka kegemukan, penerbangan mengeluarkan biaya bahan bakar yang lebih tinggi dan keharusan untuk memperlebar tempat duduk.[182] Pada tahun 2000, berat badan ekstra dari para penumpang yang kegemukan membuat penerbangan mengeluarkan biaya 275 juta dolar AS.[183] Industri pelayanan kesehatan harus berinvestasi dalam fasilitas khusus untuk pasien yang kegemukan berat, termasuk peralatan pengangkat khusus dan ambulans bariatriks.[184] Biaya restoran ditingkatkan karena adanya tuntutan hukum yang menuduh mereka sebagai penyebab kegemukan.[185] Pada 2005, Kongres AS mendiskusikan undang-undang untuk mencegah tuntutan hukum perdata terhadap industri makanan dalam kaitannya dengan kegemukan; namun gagal untuk menjadi ketetapan hukum.[185]
Penerimaan ukuran tubuh
Tujuan utama dari gerakan penerimaan orang gemuk adalah untuk menurunkan diskriminasi terhadap orang dengan kelebihan berat badan dan kegemukan.[186][187] Namun, beberapa pihak dalam gerakan itu juga berusaha untuk menantang pendapat tentang adanya hubungan antara kegemukan dan dampak negatif terhadap kesehatan.[188]
Sejumlah organisasi menyetujui penerimaan terhadap kegemukan. Mereka semakin menonjol pada paruh kedua abad ke-20.[189]National Association to Advance Fat Acceptance (NAAFA) yang berbasis di AS dibentuk pada 1969 dan mendeskipsikan dirinya sebagai organisasi hak sipil yang didedikasikan untuk mengakhiri diskriminasi ukuran tubuh.[190] Namun, aktivisme kegemukan tetap menjadi gerakan yang bersifat marginal.[191]
International Size Acceptance Association (ISAA) adalah suatu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang didirikan pada 1997. Orientasinya lebih global dan misinya dideskripsikan sebagai mempromosikan penerimaan ukuran tubuh dan membantu mengakhiri diskriminasi berat badan.[192] Kelompok ini sering berdebat untuk mendapatkan pengakuan kegemukan sebagai suatu cacat di bawah UU Orang Amerika yang Menyandang Cacat (ADA). Namun, sistem hukum Amerika telah memutuskan bahwa potensi biaya kesehatan masyarakat akan tetap melebihi keuntungan yang akan diperoleh dengan memperluas hukum anti-diskriminasi yang mencakup kegemukan.[188]
Kegemukan pada anak
Kisaran IMT sehat berbeda-beda bergantung pada usia dan jenis kelamin anak. Kegemukan pada anak dan remaja didefinisikan sebagai IMT lebih dari persentil ke-95 .[16] Data referensi yang menjadi dasar persentil ini adalah data dari 1963 hingga 1994, dan dengan demikian belum dipengaruhi oleh peningkatan angka kegemukan akhir-akhir ini.[17] Kegemukan anak telah mencapai proporsi epidemik dalam abad ke-21 , dengan peningkatan baik di dunia maju maupun berkembang. Angka kegemukan di kalangan anak laki-laki Kanada telah naik dari 11% pada tahun 1980-an menjadi lebih dari 30% pada tahun 1990-an, sementara selama periode yang sama angka kegemukan di kalangan anak Brazil meningkat dari 4 hingga 14%.[193]
Seperti halnya kegemukan pada dewasa, berbagai faktor ikut berperan dalam meningkatkan angka kegemukan anak. Perubahan diet dan penurunan aktivitas fisik diyakini sebagai dua faktor yang terpenting dalam menyebabkan peningkatan angka kegemukan akhir-akhir ini.[194] Karena kegemukan anak sering berlanjut hingga dewasa dan berhubungan dengan berbagai penyakit kronik, anak yang kegemukan sering diperiksa untuk hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, dan perlemakan hati.[65] Tata laksana yang diterapkan pada anak terutama adalah intervensi gaya hidup dan teknik perilaku, meskipun upaya untuk meningkatkan aktivitas fisik pada anak-anak jarang berhasil.[195] Di Amerika Serikat, penggunaan obat-obatan untuk kelompok umur ini tidak disetujui oleh FDA.[193]
Pada hewan
Kegemukan pada hewan peliharaan sering ditemukan di berbagai negara. Angka berat badan lebih dan kegemukan anjing di Amerika Serikat berkisar antara 23% dan 41% dengan sekitar 5,1% anjing mengalami kegemukan.[196] Angka kegemukan pada kucing sedikit lebih tinggi, yaitu 6,4%.[196] Di Australia, angka kegemukan anjing pada data dokter hewan adalah 7,6%.[197] Risiko kegemukan pada anjing dikaitkan dengan apakah pemiliknya mengalami kegemukan atau tidak; namun, tidak ada korelasi yang serupa antara kucing dan pemiliknya.[198]
^Imaz I, Martínez-Cervell C, García-Alvarez EE, Sendra-Gutiérrez JM, González-Enríquez J (2008). "Safety and effectiveness of the intragastric balloon for obesity. A meta-analysis". Obes Surg. 18 (7): 841–6. doi:10.1007/s11695-007-9331-8. PMID18459025.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^ abBarness LA, Opitz JM, Gilbert-Barness E (2007). "Obesity: genetic, molecular, and environmental aspects". Am. J. Med. Genet. A. 143A (24): 3016–34. doi:10.1002/ajmg.a.32035. PMID18000969.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Kanazawa M, Yoshiike N, Osaka T, Numba Y, Zimmet P, Inoue S (2002). "Criteria and classification of obesity in Japan and Asia-Oceania". Asia Pac J Clin Nutr. 11 Suppl 8: S732–S737. doi:10.1046/j.1440-6047.11.s8.19.x. PMID12534701.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Bei-Fan Z; Cooperative Meta-Analysis Group of Working Group on Obesity in China (2002). "Predictive values of body mass index and waist circumference for risk factors of certain related diseases in Chinese adults: study on optimal cut-off points of body mass index and waist circumference in Chinese adults". Asia Pac J Clin Nutr. 11 Suppl 8: S685–93. doi:10.1046/j.1440-6047.11.s8.9.x. PMID12534691.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Pischon T; Boeing H; Hoffmann K; et al. (2008). "General and abdominal adiposity and risk of death in Europe". N. Engl. J. Med. 359 (20): 2105–20. doi:10.1056/NEJMoa0801891. PMID19005195.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |author-separator= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Manson JE; Willett WC; Stampfer MJ; et al. (1995). "Body weight and mortality among women". N. Engl. J. Med. 333 (11): 677–85. doi:10.1056/NEJM199509143331101. PMID7637744.Parameter |author-separator= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Fried M; Hainer V; Basdevant A; et al. (2007). "Inter-disciplinary European guidelines on surgery of severe obesity". Int J Obes (Lond). 31 (4): 569–77. doi:10.1038/sj.ijo.0803560. PMID17325689.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |author-separator= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Dentali F, Squizzato A, Ageno W (2009). "The metabolic syndrome as a risk factor for venous and arterial thrombosis". Semin. Thromb. Hemost. 35 (5): 451–7. doi:10.1055/s-0029-1234140. PMID19739035.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Yusuf S, Hawken S, Ounpuu S, Dans T, Avezum A, Lanas F, McQueen M, Budaj A, Pais P, Varigos J, Lisheng L, INTERHEART Study Investigators. (2004). "Effect of potentially modifiable risk factors associated with myocardial infarction in 52 countries (the INTERHEART study): Case-control study". Lancet. 364 (9438): 937–52. doi:10.1016/S0140-6736(04)17018-9. PMID15364185.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Darvall KA, Sam RC, Silverman SH, Bradbury AW, Adam DJ (2007). "Obesity and thrombosis". Eur J Vasc Endovasc Surg. 33 (2): 223–33. doi:10.1016/j.ejvs.2006.10.006. PMID17185009.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^ abcdeYosipovitch G, DeVore A, Dawn A (2007). "Obesity and the skin: skin physiology and skin manifestations of obesity". J. Am. Acad. Dermatol. 56 (6): 901–16; quiz 917–20. doi:10.1016/j.jaad.2006.12.004. PMID17504714.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Hahler B (2006). "An overview of dermatological conditions commonly associated with the obese patient". Ostomy Wound Manage. 52 (6): 34–6, 38, 40 passim. PMID16799182.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ abcArendas K, Qiu Q, Gruslin A (2008). "Obesity in pregnancy: pre-conceptional to postpartum consequences". J Obstet Gynaecol Can. 30 (6): 477–88. PMID18611299.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Bigal ME, Lipton RB (2008). "Obesity and chronic daily headache". Curr Pain Headache Rep. 12 (1): 56–61. doi:10.1007/s11916-008-0011-8. PMID18417025.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Sharifi-Mollayousefi A; Yazdchi-Marandi M; Ayramlou H; et al. (2008). "Assessment of body mass index and hand anthropometric measurements as independent risk factors for carpal tunnel syndrome". Folia Morphol. (Warsz). 67 (1): 36–42. PMID18335412.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |author-separator= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Beydoun MA, Beydoun HA, Wang Y (2008). "Obesity and central obesity as risk factors for incident dementia and its subtypes: A systematic review and meta-analysis". Obes Rev. 9 (3): 204–18. doi:10.1111/j.1467-789X.2008.00473.x. PMID18331422.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Bigal ME, Lipton RB (2008). "Obesity and chronic daily headache". Curr Pain Headache Rep. 8 (2): 87–93. doi:10.1007/s11916-008-0011-8. PMID18460275.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Calle EE, Rodriguez C, Walker-Thurmond K, Thun MJ (2003). "Overweight, obesity, and mortality from cancer in a prospectively studied cohort of U.S. adults". N. Engl. J. Med. 348 (17): 1625–38. doi:10.1056/NEJMoa021423. PMID12711737.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Choi HK, Atkinson K, Karlson EW, Curhan G (2005). "Obesity, weight change, hypertension, diuretic use, and risk of gout in men: the health professionals follow-up study". Arch. (intern) Med. 165 (7): 742–8. doi:10.1001/archinte.165.7.742. PMID15824292.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Tukker A, Visscher T, Picavet H (2008). "Overweight and health problems of the lower extremities: osteoarthritis, pain and disability". Public Health Nutr. 12 (3): 1–10. doi:10.1017/S1368980008002103. PMID18426630.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Molenaar EA, Numans ME, van Ameijden EJ, Grobbee DE (2008). "[Considerable comorbidity in overweight adults: results from the Utrecht Health Project]". Ned Tijdschr Geneeskd (dalam bahasa Dutch; Flemish). 152 (45): 2457–63. PMID19051798.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link) Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^Esposito K, Giugliano F, Di Palo C, Giugliano G, Marfella R, D'Andrea F, D'Armiento M, Giugliano D (2004). "Effect of lifestyle changes on erectile dysfunction in obese men: A randomized controlled trial". JAMA. 291 (24): 2978–84. doi:10.1001/jama.291.24.2978. PMID15213209.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Hunskaar S (2008). "A systematic review of overweight and obesity as risk factors and targets for clinical intervention for urinary incontinence in women". Neurourol. Urodyn. 27 (8): 749–57. doi:10.1002/nau.20635. PMID18951445.
^Ejerblad E, Fored CM, Lindblad P, Fryzek J, McLaughlin JK, Nyrén O (2006). "Obesity and risk for chronic renal failure". J. Am. Soc. Nephrol. 17 (6): 1695–702. doi:10.1681/ASN.2005060638. PMID16641153.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Pestana IA, Greenfield JM, Walsh M, Donatucci CF, Erdmann D (2009). "Management of "buried" penis in adulthood: an overview". Plast. Reconstr. Surg. 124 (4): 1186–95. doi:10.1097/PRS.0b013e3181b5a37f. PMID19935302.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^ abU.S. Preventive Services Task Force (2003). "Behavioral counseling in primary care to promote a healthy diet: recommendations and rationale". Am Fam Physician. 67 (12): 2573–6. PMID12825847.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Habbu A, Lakkis NM, Dokainish H (2006). "The obesity paradox: Fact or fiction?". Am. J. Cardiol. 98 (7): 944–8. doi:10.1016/j.amjcard.2006.04.039. PMID16996880.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Romero-Corral A; Montori VM; Somers VK; et al. (2006). "Association of bodyweight with total mortality and with cardiovascular events in coronary artery disease: A systematic review of cohort studies". Lancet. 368 (9536): 666–78. doi:10.1016/S0140-6736(06)69251-9. PMID16920472.Parameter |author-separator= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Oreopoulos A, Padwal R, Norris CM, Mullen JC, Pretorius V, Kalantar-Zadeh K (2008). "Effect of obesity on short- and long-term mortality postcoronary revascularization: A meta-analysis". Obesity (Silver Spring). 16 (2): 442–50. doi:10.1038/oby.2007.36. PMID18239657.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Olsen NJ, Heitmann BL (2009). "Intake of calorically sweetened beverages and obesity". Obes Rev. 10 (1): 68–75. doi:10.1111/j.1467-789X.2008.00523.x. PMID18764885.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Rosenheck R (2008). "Fast food consumption and increased caloric intake: a systematic review of a trajectory towards weight gain and obesity risk". Obes Rev. 9 (6): 535–47. doi:10.1111/j.1467-789X.2008.00477.x. PMID18346099.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"Metabolism alone doesn't explain how thin people stay thin". John Schieszer(registration required)Parameter |format= membutuhkan |url= (bantuan). The Medical Post.Tidak memiliki atau membutuhkan |url= (bantuan)
^ abNess-Abramof R, Apovian CM (2006). "Diet modification for treatment and prevention of obesity". Endocrine. 29 (1): 5–9. doi:10.1385/ENDO:29:1:135. PMID16622287.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Salmon J, Timperio A (2007). "Prevalence, trends and environmental influences on child and youth physical activity". Med Sport Sci. Medicine and Sport Science. 50: 183–99. doi:10.1159/000101391. ISBN978-3-318-01396-2. PMID17387258.
^Borodulin K, Laatikainen T, Juolevi A, Jousilahti P (2008). "Thirty-year trends of physical activity in relation to age, calendar time and birth cohort in Finnish adults". Eur J Public Health. 18 (3): 339–44. doi:10.1093/eurpub/ckm092. PMID17875578.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Brownson RC, Boehmer TK, Luke DA (2005). "Declining rates of physical activity in the United States: what are the contributors?". Annu Rev Public Health. 26: 421–43. doi:10.1146/annurev.publhealth.26.021304.144437. PMID15760296.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Gortmaker SL, Must A, Sobol AM, Peterson K, Colditz GA, Dietz WH (1996). "Television viewing as a cause of increasing obesity among children in the United States, 1986–1990". Arch Pediatr Adolesc Med. 150 (4): 356–62. doi:10.1001/archpedi.1996.02170290022003. PMID8634729.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Vioque J, Torres A, Quiles J (2000). "Time spent watching television, sleep duration and obesity in adults living in Valencia, Spain". Int. J. Obes. Relat. Metab. Disord. 24 (12): 1683–8. doi:10.1038/sj.ijo.0801434. PMID11126224.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Loos RJ, Bouchard C (2008). "FTO: the first gene contributing to common forms of human obesity". Obes Rev. 9 (3): 246–50. doi:10.1111/j.1467-789X.2008.00481.x. PMID18373508.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Yang W, Kelly T, He J (2007). "Genetic epidemiology of obesity". Epidemiol Rev. 29: 49–61. doi:10.1093/epirev/mxm004. PMID17566051.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Walley AJ, Asher JE, Froguel P (2009). "The genetic contribution to non-syndromic human obesity". Nat. Rev. Genet. 10 (7): 431–42. doi:10.1038/nrg2594. PMID19506576.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Zametkin AJ, Zoon CK, Klein HW, Munson S (2004). "Psychiatric aspects of child and adolescent obesity: a review of the past 10 years". J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 43 (2): 134–50. doi:10.1097/00004583-200402000-00008. PMID14726719.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Chiles C, van Wattum PJ (2010). "Psychiatric aspects of the obesity crisis". Psychiatr Times. 27 (4): 47–51.
^Yach D, Stuckler D, Brownell KD (2006). "Epidemiologic and economic consequences of the global epidemics of obesity and diabetes". Nat. Med. 12 (1): 62–6. doi:10.1038/nm0106-62. PMID16397571.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Christakis NA, Fowler JH (2007). "The Spread of Obesity in a Large Social Network over 32 Years". New England Journal of Medicine. 357 (4): 370–379. doi:10.1056/NEJMsa066082. PMID17652652.
^Goodman E, Adler NE, Daniels SR, Morrison JA, Slap GB, Dolan LM (2003). "Impact of objective and subjective social status on obesity in a biracial cohort of adolescents". Obesity Reviews. 11 (8): 1018–26. doi:10.1038/oby.2003.140. PMID12917508.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Weng HH, Bastian LA, Taylor DH, Moser BK, Ostbye T (2004). "Number of children associated with obesity in middle-aged women and men: results from the health and retirement study". J Women's Health (Larchmt). 13 (1): 85–91. doi:10.1089/154099904322836492. PMID15006281.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Bellows-Riecken KH, Rhodes RE (2008). "A birth of inactivity? A review of physical activity and parenthood". Prev Med. 46 (2): 99–110. doi:10.1016/j.ypmed.2007.08.003. PMID17919713.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^DiBaise JK, Zhang H, Crowell MD, Krajmalnik-Brown R, Decker GA, Rittmann BE (2008). "Gut microbiota and its possible relationship with obesity". Mayo Clinic proceedings. Mayo Clinic. 83 (4): 460–9. doi:10.4065/83.4.460. PMID18380992.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Hamann A, Matthaei S (1996). "Regulation of energy balance by leptin". Exp. Clin. Endocrinol. Diabetes. 104 (4): 293–300. doi:10.1055/s-0029-1211457. PMID8886745.
^Loscalzo, Joseph; Fauci, Anthony S.; Braunwald, Eugene; Dennis L. Kasper; Hauser, Stephen L; Longo, Dan L. (2008). Harrison's principles of internal medicine. McGraw-Hill Medical. ISBN0-07-146633-9.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Sacks G, Swinburn B, Lawrence M (2009). "Obesity Policy Action framework and analysis grids for a comprehensive policy approach to reducing obesity". Obes Rev. 10 (1): 76–86. doi:10.1111/j.1467-789X.2008.00524.x. PMID18761640.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Shick SM, Wing RR, Klem ML, McGuire MT, Hill JO, Seagle H (1998). "Persons successful at long-term weight loss and maintenance continue to consume a low-energy, low-fat diet". J Am Diet Assoc. 98 (4): 408–13. doi:10.1016/S0002-8223(98)00093-5. PMID9550162.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Bays, HE (2011 Mar). "Lorcaserin: drug profile and illustrative model of the regulatory challenges of weight-loss drug development". Expert review of cardiovascular therapy. 9 (3): 265–77. doi:10.1586/erc.10.22. PMID21438803.Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
^Bays HE, Gadde KM (2011). "Phentermine/topiramate for weight reduction and treatment of adverse metabolic consequences in obesity". Drugs Today. 47 (12): 903–14. doi:10.1358/dot.2011.47.12.1718738. PMID22348915.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Sjöström L; Narbro K; Sjöström CD; et al. (2007). "Effects of bariatric surgery on mortality in Swedish obese subjects". N. Engl. J. Med. 357 (8): 741–52. doi:10.1056/NEJMoa066254. PMID17715408.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |author-separator= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Howard, Natasha J.; Taylor, A; Gill, T; Chittleborough, C (2008). "Severe obesity: Investigating the socio-demographics within the extremes of body mass index". Obesity Research &Clinical Practice. 2 (1): 51–59. doi:10.1016/j.orcp.2008.01.001.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Theodore Mazzone; Giamila Fantuzzi (2006). Adipose Tissue And Adipokines in Health And Disease (Nutrition and Health). Totowa, NJ: Humana Press. hlm. 222. ISBN1-58829-721-7.
^ abPuhl R, Brownell KD (2001). "Bias, discrimination, and obesity". Obes. Res. 9 (12): 788–805. doi:10.1038/oby.2001.108. PMID11743063.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Fumento, Michael (1997). The Fat of the Land: Our Health Crisis and How Overweight Americans Can Help Themselves. Penguin (Non-Classics). hlm. 126. ISBN0-14-026144-3.
^ abPuhl R., Henderson K., and Brownell K. 2005 p.29
^Johansson E, Bockerman P, Kiiskinen U, Heliovaara M (2009). "Obesity and labour market success in Finland: The difference between having a high BMI and being fat". Economics and Human Biology. 7 (1): 36–45. doi:10.1016/j.ehb.2009.01.008. PMID19249259.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Colagiuri, Stephen; Lee, Crystal M. Y.; Colagiuri, Ruth; <Please add first missing authors to populate metadata.> (2009). "The cost of overweight and obesity in Australia". The Medical Journal of Australia. Diakses tanggal 2011-06-18.Tidak memiliki parameter |last4= di Authors list (bantuan)Pemeliharaan CS1: Tampilkan authors (link)
^Neovius K, Johansson K, Kark M, Neovius M (2009). "Obesity status and sick leave: a systematic review". Obes Rev. 10 (1): 17–27. doi:10.1111/j.1467-789X.2008.00521.x. PMID18778315.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Ostbye T, Dement JM, Krause KM (2007). "Obesity and workers' compensation: Results from the Duke Health and Safety Surveillance System". Arch. Intern. Med. 167 (8): 766–73. doi:10.1001/archinte.167.8.766. PMID17452538.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Neumark-Sztainer D (1999). "The weight dilemma: a range of philosophical perspectives". Int. J. Obes. Relat. Metab. Disord. 23 Suppl 2: S31–7. doi:10.1038/sj.ijo.0800857. PMID10340803.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^National Association to Advance Fat Acceptance (2008), We come in all sizes, NAAFA, diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-12-26, diakses tanggal 2008-07-29
^ abFlynn MA; McNeil DA; Maloff B; et al. (2006). "Reducing obesity and related chronic disease risk in children and youth: a synthesis of evidence with 'best practice' recommendations". Obes Rev. 7 Suppl 1: 7–66. doi:10.1111/j.1467-789X.2006.00242.x. PMID16371076.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |author-separator= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Metcalf, B. (27 September 2012). "Effectiveness of intervention on physical activity of children: systematic review and meta-analysis of controlled trials with objectively measured outcomes (EarlyBird 54)". BMJ. 345 (sep27 1): e5888–e5888. doi:10.1136/bmj.e5888.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^McGreevy PD, Thomson PC, Pride C, Fawcett A, Grassi T, Jones B (2005). "Prevalence of obesity in dogs examined by Australian veterinary practices and the risk factors involved". Vet. Rec. 156 (22): 695–702. PMID15923551.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Nijland ML, Stam F, Seidell JC (2009). "Overweight in dogs, but not in cats, is related to overweight in their owners". Public Health Nutr. 13 (1): 1–5. doi:10.1017/S136898000999022X. PMID19545467.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)