Kebocoran minyak Balikpapan 2018
Kebocoran minyak Balikpapan 2018 adalah sebuah peristiwa kebocoran minyak yang terjadi di lepas pantai kota Balikpapan, Indonesia. Peristiwa tersebut disebabkan oleh pecahnya jalur pipa yang menuju kilang pengolahan Pertamina akibat tergaruk jangkar kapal. Ledakan yang dihasilkan saat kebocoran minyak terpercik api menyebabkan lima orang tewas saat sedang berada di Teluk Balikpapan. LokasiTumpahan terjadi di Teluk Balikpapan, tepatnya di pantai yang tempatnya berdekatan dengan Kilang Pengolahan V (Pertamina UP V) berada. Balikpapan yang terletak di teluk merupakan pusat energi dan pertambangan di pulau Kalimantan dan dihuni oleh lebih dari 700.000 orang. Tumpahan Terdeteksi[2]Tumpahan minyak terdeteksi dan dilaporkan oleh petugas Pertamina pada tanggal 31 Maret 2018 pukul 02.00 WITA di sekitar jetty Pertamina nomor 1, 2, dan 25. Untuk mencari sumber tumpahan, mereka melakukan pengecekan dan mengonfirmasi bila sumber tumpahan minyak tersebut bukan berasal dari kapal yang bersandar di jetty dan bukan juga dari tangki penampung minyak. Staf Pertamina melakukan tindakan lokalisir tumpahan di sekitar jetty tersebut dengan oil boom, menyebar oil spill dispersant (OSD) dan memasang oil skimmer. Pada pukul 04.30 WITA, Pertamina mengirim penyelam untuk melakukan pengecekan terhadap kondisi pipa di bawah laut. Saat itu kondisi Balikpapan sedang hujan deras dan baru berhenti pukul 07.00 WITA. Kilang Pertamina saat itu masih beroperasi saat upaya pencarian sumber minyak dilakukan karena kilang tersebut merupakan kilang yang penting untuk suplai bahan bakar ke Indonesia Timur. Penyelam yang dikirim untuk melakukan pengecekan tidak dapat mengonfirmasi kondisi pipa bawah laut karena terbatasnya jarak pandang dalam air dan arus yang kuat. Sementara itu, beberapa penduduk di Pantai Balikpapan mencium bau minyak yang menyengat, tetapi mereka tidak mengetahui sumbernya. Hal tersebut dilaporkan ke syahbandar pelabuhan. Syahbandar pelabuhan juga tidak dapat menemukan sumber tumpahan minyak saat itu sehingga tidak mengeluarkan peringatan untuk melakukan sterilisasi. Tumpahan minyak telah menyebar ke hampir semua Teluk Balikpapan. Hasil pengecekan sampel minyak di Teluk Balikpapan oleh Pertamina saat itu menunjukkan kemiripan dengan Marine Fuel Oil (MFO). Penyelam juga gagal menemukan kebocoran jalur pipa dalam jarak 200 meter dari kilang dan pengecekan lebih lanjut baru akan dilakukan setelah kondisi aman bagi penyelaman. Ledakan dan KorbanPada pukul 11.05 WITA tanggal 31 Maret 2018, terjadi ledakan api disertai dengan asap hitam pekat di dekat kapal Ever Judger (sekitar 1.5 km dari jetty Pertamina). Api meluas ke bagian depan dan belakang kapal. Satu orang kru di bagian belakang dek terbakar di sebagian tubuhnya. Saat ledakan terjadi terdapat dua perahu nelayan yang sedang memancing dan diduga terjebak dekat kobaran api mengakibatkan 5 orang meninggal dunia.[3] Sebagian badan kapal Ever Judger turut terbakar dalam peristiwa ini, tetapi api bisa secepatnya dipadamkan kapal penolong. Kru kapal yang terbakar setelah mendapat perawatan intensif selama 2 pekan diperbolehkan pulang dan melakukan rawat jalan. Setelah terjadi ledakan dan kebakaran di laut, penanggung jawab Pertamina di Balikpapan menginstruksikan petugas lapangan di Lawe-Lawe untuk menghentikan semua pompa yang mengalirkan minyak mentah yang menyeberang teluk dan menghentikan produksi. KelanjutanAwalnya, Pertamina membantah bila ceceran minyak tersebut bukan hasil produksinya. Saat itu General Manager Pertamina Refinery Unit (RU) V, Togar MP Manurung meyakini tumpahan itu bukan fasilitas perusahaan. Dilihat dari titik lokasi, kejadian kebakaran di luar parameter, yakni berjarak sekira 2-3 km dari area Pertamina. Berdasarkan hasil pemeriksaan Pertamina, dia memastikan, tak ada kebocoran pipa minyak mentah Pertamina yang distribusi ke Lawe-Lawe sampai Penajam Paser Utara (PPU). “Hasil penelitian tumpahan minyak itu merupakan bahan bakar kapal (fueld oil) yang mendekati BBM solar, tapi bukan merupakan produk dari RU V. Kami sudah diperiksa di beberapa titik berbeda dengan mengambil sampel,” jelasnya pasca terjadinya kebakaran hebat itu. Namun, Pertamina tak lagi bisa mengelak saat hasil penyelidikan memastikan bahwa minyak tersebut diproduksi oleh Pertamina.[4] Laporan KNKTBerdasarkan laporan KNKT, akar penyebab peristiwa itu terjadi karena miskomunikasi yang terjadi antara pihak kapal pemandu dengan mualim 1 (kru kapal Ever Judger). Komunikasi yang dilakukan antara pihak MV Ever Judger dengan dua kapal pandu, yakni Anggada dan Antasena, menggunakan dua bahasa. Komunikasi nakhoda ke kapal pandu menggunakan bahasa Inggris, sedangkan sesama awak kapal MV Ever Judger menggunakan bahasa China. Saat itu, kapal pandu memerintahkan nakhoda untuk menurunkan jangkar 1 meter. Namun, ketika informasi itu diteruskan ke mualim, jangkar justru diturunkan 1 segel, yakni sekira 27 meter.[5] KNKT menyimpulkan, terjadinya polusi minyak di perairan Teluk Balikpapan itu, akibat kurangnya penerapan bridge resource management (BRM) untuk keselamatan navigasi di atas MV Ever Judger serta penanganan kedaruratan yang tidak tepat. Selain miskomunikasi, kejadian yang menyebabkan pencemaran dan kebakaran di Teluk Balikpapan itu, juga terjadi karena tidak adanya prosedur spesifik. Yakni, tentang pelayanan pemanduan terkait pertukaran informasi seperti diatur dalam resolusi IMO A.960, kecuali prosedur yang dikeluarkan KSOP setempat. KNKT mengeluarkan rekomendasi berupa peninjauan ulang prosedur tanggap darurat terhadap tier 1 perusahaan minyak dan gas yang beroperasi di Teluk Balikpapan. Tier 1 adalah kategorisasi penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak yang terjadi di dalam atau luar daerah lingkungan kepentingan pelabuhan (DLKP) dan daerah lingkungan kerja pelabuhan (DLKR). Tuntutan hukumMenteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar menggugat para pihak yang bertanggungjawab atas pencemaran di Teluk Balikpapan. Lewat gugatan bernomor 407/Pdt.G/LH/2019/PN Jkt.Pst, Menteri LHK menggugat PT Pertamina dan sejumlah pihak terkait, membayar ganti rugi lingkungan hidup secara tanggung renteng senilai Rp 10.147.503.577.005 (Rp 10,15 triliun). Gugatan tersebut didaftarkan pada tanggal 17 Juli 2019. Lewat gugatannya, penggugat (Menteri LHK) menetapkan Pertamina sebagai tergugat 1. Sedangkan tergugat 2 hingga 4, masing-masing ditujukan kepada Zhang Deyi, Fleet Management Limited, dan Ever Judger Holding Company Limited.[6]
Referensi
Pranala luar
|