Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Katambung

Katambung merupakan alat musik perkusi sejenis kendang yang memiliki panjang 75 cm.[1][2] Alat musik ini biasa digunakan oleh masyarakat suku Dayak Ngaju yang tinggal di Kalimantan Tengah dan di perkirakan berkembang sebelum abad 10 Masehi. Bentuk alat musik ini tergolong unik karena menyerupai labu siam atau labu air.[3] Katambung digunakan pada upacara keagamaan Kaharingan yang berkaitan dengan upacara gawi belom (memotong pantan) dan gawi matey.[4] Pada upacara gawi belom katambung digunakan untuk mengiringi penyambutan tamu, sedangkan pada upacara gawi matey katambung ditabuh pada saat upacara Tiwah, termasuk pada upacara balian ngarahang tulang (mengangkat tulang belulang), balian tantulak (penguburan), dan balian untung (upacara syukuran setelah penguburan maupun mengangkat tulang belulang).[1]

Cara Memainkan

cara memainkan alat musik Katambung yaitu dengan cara menabuh agar katambung mengeluarkan bunyi yang indah. tekniknya yaitu kulit membran di pukul dengan jari tangan kanan. sementara tangan kiri memegang badan katambung. atau di letakan di atas pelimping dengan posisi jari-jarinya menjulur kedepan(menjuntai kebawah kulit membran). sedangkan bagian tengah katambung cukup hanya dengan disanggah. katambung biasanya dimainkan dalam bentuk kelompok yang beranggotakan 5-7 orang. pamimpinya oleh masayarakat setempat disebut upu.[1]

Jenis

katambung dapat dikategorikan menjadi dua yaitu katambung untuk orang dewasa dan katambung untuk anak-anak. katambung yang pertama (terbuat dari kayu) umumnya berukuran panjang lebih kurang 70 sampai 75 cm dengan garis tengah (tempat melekatkan kulit membran) antara 15–18 cm. Sedangkan katambung yang kedua (terbuat dari bambu) umumnya berukuran panjang sekitar 40–60 cm. katambung ini garis tengahnya bergantung pada diameter luas ruas bambu yang dipakai.[1][5]

Bahan

rotan, kayu, bambu, kulit, dempul, baji, dan penyang. rotan yang diambil adalah rotan yang sudah tua rotan itu dipotong sepanjang 4 meter dari pangkalnya, kemudian dijemur sampai kering lalu dianyam. Anyaman ini dalam sebuah katambung ditujukan untuk bagian-bagian tertentu yang disebut: tambut, saluang sarak, dan pelimping. ada juga yang terbuat dari kayu ulin kemudian ada balutan kulit ikan buntal yang dikeringkan untuk di renggangkan di bagian sisinya sebagai bagian yang nantinya dipukul dalam memainkanya.[6]

Cara Pembuatan

pembuatan katambung diawali dengan pelingkaran rotan. Dalam hal ini rotan yang sudah kering dibentuk menyerupai silinder. Salah satu ujungnya dibuat lekukan yang cukup dalam lalu dilicinkan dengan menggunakan beliung. lalu diteruskan dengan pembuatan ornamen. Caranya mata beliung disilangkan pada lekukan, kemudian badan katambung diukir dengan menggunakan pahat dan langgei. Selanjutnya, bagian tengah badan katambung dibuat lubang lebar untuk ruang resonansi. Setelah lubang resonansi terbentuk, diperluas dengan menggunakan ampelas. Selanjutnya badan katambung diukir dengan pahat dan diberi warna: kuning (campuran kunyit

dengan kapur sirih), hitam (campuran jelaga dengan minyak kelapa), dan putih (campuran air dengan kapur sirih). Setelah selesai, dilanjutkan dengan pemasangan kulit selaput getar yang dibentuk menyerupai lingkaran yang telah diberi beberapa lubang pada beberapa bagian pinggirnya. pada lubang tersebut dipasang rotan tambit yang terbuat dari belahan rotan yang agak besar. Anyaman tambit ini disebut anyaman pelimping. lebih kurang satu jengkal dari mulut katambung, dianyam helai-helai rotan yang membentuk anyaman saluang sarak yang dibentuk sedemikian rupa dengan memasukkan baji yang berfungsi untuk mengencangkannya dan sekaligus mengencangkan kulit selaput getar. Anyaman saluang sarak ini biasanya menggunakan rotan irit yang halus. Baji-baji pengencang ini biasanya terbuat dari kayu keras seperti kayu ulin atau tanduk. untuk mengatur panjang-pendeknya getaran pada kulit membran, dipasang biji-biji dempul (sebesartelur cecak) yang berbentuk kelerang-kelereng kecil. Dempul tersebut dipasang melingkari sebuah titik yang dianggap sebagai pusatnya. Cara merekatkannya pada kulit membran cukup dengan menekannya. Setelah kulit terpasang pada tempatnya dan telah dikencangkan dengan tambit dan baji, maka pembuatan katambung pun selesai. Selanjutnya tinggal menambah sifat magisnya yakni dengan menggantungkan penyang-penyang pada saluang sarak.[1]

Referensi

  1. ^ a b c d e "budaya-indonesia.org". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-02. Diakses tanggal 2015-03-17. 
  2. ^ "kesenianyanti". 
  3. ^ "indonesiaheritage.com". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-07. Diakses tanggal 2015-03-17. 
  4. ^ Fathurahman (19 maret 2011). "BERITA FOTO - Pukul Katambung". Tribunnews.com. Diakses tanggal 17 maret 2015. 
  5. ^ "alatmusiktradisional". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-02. Diakses tanggal 2015-03-17. 
  6. ^ "slideshare". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-02. Diakses tanggal 2015-03-17. 
Kembali kehalaman sebelumnya