Kaifūsō (懐風藻) yang diterjemahkan menjadi Puisi tentang Ingatan yang Menyenangkan adalah antologi puisi Jepang pertama yang ditulis dengan kanji.[1][2] Antologi ini dikompilasikan pada tahun 751, berisi tentang karya tulis yang terekam dalam rentang waktu 75[1]-80 tahun.[2] Kandungan Kaifūsō sering kali dianggap sebagai latihan-latihan menyalin buku daripada puisi yang sejati. Dianggap demikian sebab karya-karya itu secara alaminya adalah upaya-upaya paling awal para penulis termasuk para kaisar Jepang untuk menulis dengan kanji.[1]
Walaupun subjek dalam puisi merupakan hal tentang Jepang, sebenarnya para penulis mengaitkannya dengan alusi literatur dan sejarah Tiongkok.[1]
Sejarah tentang penyusunan
Kaifuso dikompilasi pada tahun 751, yang diketahui dari prakata oleh seorang penulis anonim, tetapi kandidat yang diduga ialah Omi no Mifune (722-1785), Fuji-no Hironari (yang menulis puisi penutup), atau Isonokami-no Yakatsugu (729–781).[3]
Dikompilasikan secara anonim, Kaifuso merekam 120 puisi hasil karya dari 64 orang penulis, tetapi hanya 116 yang selamat.[3] Banyak puisi menuliskan tentang perayaan-perayaan dan pesta, yang menandakan bahwa kegiatan-kegiatan seperti itu telah mencetuskan kepopuleran puisi bergaya Tionghoa di kalangan istana Jepang.[2] Pada saat diterbitkannya kompilasi ini, penyusunan puisi telah menjadi bagian penting dari ritual, pesta, kegiatan pelesir warga istana,[2] berburu serta jamuan untuk para utusan dari Korea.[3]
Tema puisi amat beragam, menunjukkan keterkaitan kuat dengan gaya puisi Enam Dinasti (Tiongkok).[2] Alasan utama penyusunan puisi kemungkinan sebagai refleksi nostalgia akan masa pemerintahan Kaisar Tenji (668-671), juga menyelamatkan puisi-puisi dari zaman itu hingga pertengahan abad ke-8.[2]
Semua puisi ditulis dengan elemen formal puisi Tionghoa, setiap kalimat terdiri 5 karakter atau 7 karakter, paralelisme semantik dan aturan rima.[3] Sebanyak 109 puisi ditulis dengan gaya 5 karakter, 7 puisi dengan gaya 7 karakter. Para penulis terdiri dari pejabat peringkat atas dan menengah (termasuk di dalamnya Fujiwara-no Fuhito and Fujiwara-no Fusasaki), biksu dan pangeran-pangeran. Terdapat pula puisi karya Kaisar Monmu, serta tokoh dari klan Fujiwara.[3]
Contoh-contoh puisi terkenal
Mendekati kematian[1]
(ditulis oleh Pangeran Otsu (662-687) menghadapi eksekusi karena upaya kudetanya gagal).
- Gagak emas* menyinari gubuk di sebelah barat
- Genderang malam menyuarakan betapa pendeknya kehidupan
- Tiada penginapan di sepanjang jalan menuju makam -
- Ke rumah siapa aku pergi malam ini?
*istilah untuk menyebut matahari
Memandang ikan di dalam air (oleh Ki no Suemochi, awal abad ke-8)[1]
- Di hutan selatan telah kubangun rumahku; kuturunkan pancingku dari pinggir danau utara.
- Burung buruan menyelam ketika aku mendekat; kiambang hijau tenggelam di depan perahuku yang berjalan perlahan
- Rerumputan yang bergoyang memperlihatkan ikan di bawah sana; dari panjangnya tali dapat kuketahui kedalaman dasar.
- Dengan pandangan sia-sia kujuntaikan umpan. Dan memandang pertunjukkan dengan hati yang serakah.
Pejabat di Perbatasan (oleh Fujiwara no Umakai, 694-737)[1]
- Tugas tahun lalu di perbukitan timur,
- Kali ini di perbatasan di laut barat.
- Seberapa sering dalam rentang waktu hidup seorang pejabat
- Ia harus membuat lelah dirinya sendiri dengan perang di perbatasan?
Pesta di hari di musim gugur di rumah Pangeran Nagaya untuk menghibur tamu dari Silla, oleh Simotsukeno-no Asomi Mushimaro.[3]
- Semoga waktu yang suci mencapai 700 tahun!
- Semoga pemerintahan yang diberkati hingga 1000 tahun!
- Tamu dari jauh bersama kita di sini,
- Rambutnya yang panjang berurai di punggungnya!
- Suara tonggeret musim gugur bernyanyi di dedaunan,
- Angsa liar kembali pulang, melewati awan-awan;
- Lagu kesepian Burung Luan dinyanyikan
- Saat alat musik petik dimainkan untuk perpisahan
Pranala luar
Referensi