Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

 

In necessariis unitas, in dubiis libertas, in omnibus caritas

Kalimat "in essentials unity, in nonessentials liberty, in all things charity" pada dinding gedung auditorium IMKA Internasional Yerusalem

In necessariis unitas, in dubiis libertas, in omnibus caritas (terj. har.'kesatuan dalam perkara-perkara wajib, kebebasan dalam perkara-perkara taksa; cinta kasih dalam segala perkara') adalah sebuah frasa Latin.

Asal-mula dan sejarah

Frasa ini sering kali keliru dinisbatkan kepada Agustinus Uskup Hipo, padahal tampaknya pertama kali dipakai pada tahun 1617 oleh Marco Antonio de Dominis, Uskup Agung Split, di dalam risalah antipausnya, De Repubblica Ecclesiastica,[1] dengan konteks berikut ini:

Quod si in ipsa radice, hoc est sede, vel potius solio Romani pontificis haec abominationis lues purgaretur et ex communi ecclesiae consilio consensuque auferretur hic metus, depressa scilicet hac petra scandali ac ad normae canonicae iustitiam complanata, haberemus ecclesiae atrium aequabile levigatum ac pulcherrimis sanctuarii gemmis splendidissimum. Omnesque mutuam amplecteremur unitatem in necessariis, in non necessariis libertatem, in omnibus caritatem. Ita sentio, ita opto, ita plane spero, in eo qui est spes nostra et non confundemur. Ita sentio, ita opto, ita plane spero, in eo qui est spes nostrae et non confundemur.[2]

terj. Akan tetapi jikakalau pada akarnya, yakni pada takhta itu, atau lebih tepatnya pada takhta Imam Besar Roma, fasiknya kekejian ini dimurnikan, dan atas mufakat bersama serta persetujuan gereja, ketakutan ini ditiadakan; maka sungguh cemerlanglah yang demikian. Jadi marilah kita semua saling merangkul, bersatu dalam perkara-perkara wajib, bebas dalam perkara-perkara tak wajib, berkasih sayang dalam segala perkara. Demikianlah yang aku rasakan, demikianlah yang aku dambakan, demikianlah yang aku harapkan dengan gamblang, di dalam dia yang adalah pengharapan kita, dan kita tidak akan dikecewakan. Demikianlah yang aku rasakan, demikianlah yang aku dambakan, demikianlah yang aku harapkan dengan gamblang, di dalam dia yang adalah pengharapan kita, dan kita tidak akan dikecewakan.

Sebelum abad ke-21, para sarjana sepakat bahwa kemungkinan besar frasa tersebut berasal dari Rupertus Meldenius, teolog Lutheran yang mengemukakan di dalam risalahnya yang terbit pada tahun 1626, Paraenesis votiva pro pace ecclesiae ad theologos Augustanae, bahwa "verbo dicam: Si nos servaremus in necessariis Unitatem, in non-necessariis Libertatem, in utrisque Charitatem, optimo certe loco essent res nostrae", artinya "jadi singkatnya: andaikata kita dapat memelihara Kesatuan dalam perkara-perkara wajib, Kemerdekaan di dalam perkara-perkara tak wajib, dan Cinta Kasih di dalam kedua-duanya, sudah barang tentu akan sempurnalah urusan-urusan kita." Artikel Henk Nellen tahun 1999, yang menunjukkan bahwa frasa tersebut sebelumnya sudah pernah dipakai oleh Marco Antonio de Dominis, menunggangbalikkan konsensus yang sudah lebih dari satu abad lamanya bercokol di lingkungan akademis.[3]

Menurut Joseph Lecler, pemakaian dubiis sebagai ganti non necessariis (yang muncul di sini adalah omnibus, alih-alih utrisque seperti di dalam risalah Rupertus Meldenius) jamak dilakukan di lingkungan Katolik, dan berdampak meluaskan "kaidah Meldenius... menjadi lebih dari sekadar necessaria [(demi keselamatan)] dan non necessaria [(demi keselamatan)]", jauh lebih dari sekadar "pasal-pasal mendasar": "sila tiga penggal... [dengan demikian] kehilangan nuansa Protestan asalinya, untuk meluaskan kebebasan hingga mencakup seluruh pokok permasalahan yang masih diperdebatkan, diragukan, dan belum terdefinisikan [(non définies par l'Église)]".[4]

Pemakaian di ranah teologi

Frasa ini didapati dalam bentuknya yang sekarang di dalam ensiklik Paus Yohanes XXIII, Ad Petri Cathedram tanggal 29 Juni 1959.[5]

Di dalam Buku Disiplin Gereja Metodis Bersatu, frasa ini mengemuka di bagian sejarah doktrin, dalam bentuk "dalam perkara-perkara wajib, kesatuan; dalam perkara-perkara tak wajib, kebebasan; dan dalam segala perkara, cinta kasih." Lewat beberapa baris sesudahnya, amanat tersebut ditegaskan dengan kalimat "perkara krusial di dalam agama adalah kasih yang teguh kepada Allah dan sesama manusia, disemangati oleh karya penebusan dan pengudusan Roh Kudus."[6]:57

Baca juga

Rujukan

  1. ^ de Dominis, Marco Antonio (1617), "book 4, chapter 8", De republica ecclesiastica libri X, 1, London, hlm. 676 .books.google
  2. ^ Nellen, HJM (1999), "De zinspreuk 'In necessariis unitas, in non necessariis libertas, in utrisque caritas'", Nederlands Archief voor Kerkgeschidenis (article), 79 (1): 99–106, doi:10.1163/002820399X00232  (dengan abstraksi dalam bahasa Inggris); artikel yang menunggangbalikkan seabad atau lebih konsensus kesarjanaan.
  3. ^ O'Donnell, James J. (2010). "A Common Quotation". Universitas Georgetown. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-09-12. 
  4. ^ Lecler, Joseph (1961), "À propos d'une maxime citée par le Pape Jean XXIII: In necessariis unitas, in dubiis libertas, in omnibus caritas" [Ihwal petikan yang disitir Paus Yohanes XXIII: In necessariis unitas, in dubiis libertas, in omnibus caritas], Recherches de Science Religieuse (dalam bahasa Prancis), 49: 549–60 .
  5. ^ Roncalli, Angelo Giuseppe, Ad Petri cathedram (encyclical) (dalam bahasa Latin), Rome, Italy: Vatican 
  6. ^ "The Book of Discipline of the United Methodist Church 2016". Cokesbury. The United Methodist Publishing House. Diakses tanggal 29 April 2017. 

Bacaan lanjutan

Kembali kehalaman sebelumnya