ImitasiImitasi atau peniruan[1] adalah suatu proses kognisi untuk melakukan tindakan maupun aksi seperti yang dilakukan oleh model dengan melibatkan indra sebagai penerima rangsang dan pemasangan kemampuan persepsi untuk mengolah informasi dari rangsang dengan kemampuan aksi untuk melakukan gerakan motorik. Proses ini melibatkan kemampuan kognisi tahap tinggi karena tidak hanya melibatkan bahasa namun juga pemahaman terhadap pemikiran orang lain.[2] Imitasi saat ini dipelajari dari berbagai sudut pandang ilmu seperti psikologi, neurologi, kognitif, kecerdasan buatan, studi hewan (animal study), antropologi, ekonomi, sosiologi dan filsafat.[3] Hal ini berkaitan dengan fungsi imitasi pada pembelajaran terutama pada anak, maupun kemampuan manusia untuk berinteraksi secara sosial sampai dengan penurunan budaya pada generasi selanjutnya. Kajian psikologiImitasi harus dibedakan dengan peniruan gerakan yang sama saja (mimikri) maupun peniruan tujuan (emulasi), tetapi pada proses imitasi manusia melakukan prinsip peniruan suatu aksi dengan memahami tujuan aksi dan diarahkan oleh pencapaian target tujuan (goal).[4][5][6] Imitasi sering dikaitkan pula dengan teori belajar sosial dari Albert Bandura. Selain itu dengan imitasi, dikatakan bahwa anak membentuk teory pemikirannya (Theory of Mind) melalui imitasi terhadap aksi orang lain maupun persepsi terhadap rangsang yang diterima dari lingkungannya. Kajian neurosainsDitemukannya mirror neuron system atau sistem saraf cermin pada monyet jenis macaque yang dipublikasikan pada tahun 1996 oleh Giacomo Rizzolati dari Universitas Parma Italy[7] memberikan bukti neurologis bahwa imitasi penting. Sistem saraf cermin adalah saraf binatang dan manusia yang menyala saat melakukan suatu aksi maupun menyaksikan aksi yang sama dilakukan oleh binatang atau manusia lain. Sistem saraf cermin (SSC) terletak pada bagian precortex otak. SSC ini membantu untuk memahami tindakan yang dilakukan oleh orang lain, sehingga memungkinkan untuk diimitasi. Catatan kaki
|