Dewasa ini, institusi pendidikan INS Kayutanam menyelenggarakan pendidikan formal di jenjang pendidikan menengah setara dengan SMA/MA dengan berlokasi di kampus SMA INS Kayutanam di Jorong Palabihan, Nagari Kayutanam, Kecamatan 2x11 Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. SMA INS Kayutanam berstatus swasta di bawah Yayasan Badan Wakaf Ruang Pendidik INS Kayutanam.
Nama
Pada masa-masa perjuangan pendirian sekolah ini, Muhammad Sjafei memberi nama sekolah ini dalam bahasa Belanda Indonesisch Nederlansche School (Sekolah Belanda Indonesia) atau dikenal dengan singkatannya saja yaitu INS Kayutanam. Penggunaan nama sekolah dalam bahasa Belanda ini adalah untuk mengurangi kecurigaan pihak pemerintah kolonial Belanda terlebih kurikulum dan sistem pendidikan yang dipakai oleh sekolah di masa itu tidak mengikuti kurikulum yang dibentuk oleh pemerintah tanah jajahan. Nama sekolah kemudian berganti pada masa pendudukan Jepang di Indonesia dengan mengggunakan nama Indonesia Nippon School untuk kepanjangan dari INS. Nama sekolah kemudian berganti lagi menjadi Institut Nasional Syafei di masa kemerdekaan.
Sejarah
Situasi awal pendidikan di Minangkabau dan Hindia Belanda
Institusi INS Kayutanam berdiri di tengah kegalauan arah pendidikan di Minangkabau dan Hindia Belanda pada umumnya[7][8]. Awal abad ke-19 M di Minangkabau sudah bermunculan kegairahan masyarakat Minangkabau untuk menimba ilmu karena adanya anggapan bahwa orang pintar itu adalah orang berilmu yang membawa pada kemajuan bagi diri dan komunitasnya[8].
Di saat yang sama, melalui terbukanya pintu bagi kaum Muslim Minangkabau untuk beribadah haji ke tanah suci Mekah dan Madinah membuka jejaring keilmuan Islam baru. Orang-orang Minangkabau berlayar ke Mekah tidak hanya untuk menunaikan ibadah haji semata sebagai bagian dari tuntunan agama, tapi untuk belajar ilmu-ilmu keislaman langsung di tanah kelahiran Islam. Para haji dan penuntut ilmu ini segera menyadari bahwa ilmu-ilmu keislaman di surau-surau nagari Minangkabau tidak lagi mengikuti perkembangan keilmuan yang mereka temui di Timur Tengah. Hal ini kemudian menimbulkan hasrat besar bagi para ulama-ulama Minangkabau dan Nusantara untuk memodernisasi pendidikan keislaman dan umum di Minangkabau.
Namun pesatnya perkembangan sekolah-sekolah di Minangkabau dan Hindia-Belanda ini tidak diiringi dengan usaha bersama menentukan konsep pendidikan yang cocok bagi rakyat terjajah di Hindia Belanda[9][10]. Padahal di masa ini, sistem pendidikan tanah jajahan dikontrol ketat oleh pemerintah kolonial. Tujuan sistem pendidikan sekuler yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial pada masa itu adalah untuk menghasilkan tenaga administrasi rendahan dengan gaji kecil bukan untuk golongan Eropa[11]. Terlebih lagi, sistem pendidikan sekuler yang berlaku di Minangkabau pun pada masa itu bertujuan untuk melegitimasi dan memperkuat cengkaraman penjajahan Belanda atas Minangkabau[12]. Selain itu, periode ini diiringi oleh penyebaran paham-paham politik yang mengaburkan usaha-usaha pemajuan pendidikan masyarakat tanah jajahan. Infiltrasi paham komunisme di Sumatra Thawalib Padang Panjang adalah salah satunya[7][13][14][15].
Dalam keadaan ketidakpastian dan kegalauan arah pendidikan kaum terjajah ini, Engku Mohammad Syafei mendirikan Ruang Pendidik INS Kayutanam pada 31 Oktober 1926 di Nagari Kayutanam, sepulang Engku Mohammad Syafei dari belajar di negeri Belanda[16]. Pendirian INS Kayutanam mendapat sokongan penuh dari kedua orang tua angkatnya, Engku Ibrahim Marah Sutan dan Anduang Khalijah. Engku Ibrahim Marah Sutan adalah intelektual besar Minangkabau di jamannya. Ia adalah pendidik, penulis, dan aktivis kemerdekaan yang percaya bahwa pendidikan adalah jalan bagi kemerdekaan dan kemajuan bangsa terjajah Hindia Belanda[17][18][19]. Engku Ibrahim Marah Sutan mengajarkan bahwa ikhtiar mengolah bumi Indonesia yang subur ini adalah cara bangsa Indonesia untuk menjadi mandiri, kelak konsep ini menginspirasi Engku Mohammad Syafei dalam konsep pendidikan nya yang terkenal itu: pendidikan otak, hati, dan tangan[18]. Engku Ibrahim pula lah yang menyekolahkan Engku Mohamamd Syafei untuk belajar konsep pendidikan kerja tangan hingga ke negeri Belanda[18].
Dalam buku tulisan Anton Rais Makoginta berjudul Arby Samah: Pemulia Alam dan Ibu dicatat percakapan penting antara Mohammad Hatta dengan Mohammad Syafei ketika mereka bersama-sama sekolah di negeri Belanda[20]. Mereka berdua adalah sama-sama lulusan Kweekschool Bukittinggi. Kala itu Mohammad Hatta sudah enam bulan lebih awal sekolah di sana dari Engku Mohammad Syafei. Mohammad Hatta bertanya ke pada Engku Mohammad Syafei kenapa harus sampai belajar pendidikan kerajinan tangan hingga ke Belanda, padahal hampir seluruh bagian Indonesia ada kerajinan tangan. Engku Mohammad Syafei menjawab bahwa pelajaran kerajinan tangan dan pendidikan kerajinan tangan adalah dua hal yang berbeda. Pelajaran kerajinan tangan diberikan melalui kursus atau pelatihan, untuk mengasah keterampilan kerja. Pendidikan kerajinan tangan berguna untuk membangkitkan minat kerajinan tangan dan kemauan bekerja. Tentu di sini bermakna adalah kemauan bagi anak didik di Hindia Belanda mampu menumbuhkan semangat bekerja dan merubah nasibnya sendiri.
Masa awal pendirian
Engku Mohammad Syafei kembali ke Indonesia pada tahun 1925[21]. Pada tanggal 7 April 1926 Engku Muhammad Syafei sampai di Padang. Keinginan untuk mendirikan sekolah ini dibicarakan dengan Engku Abdul Rachman, yang merupakan kemenakan dari Ibrahim Marah Sutan. Sedari awal Engku Abdul Rachman dan Inyiak berusaha menyelenggarakan sebuah sekolah yang mereka cita-citakan di Minangkabau. Engku Abdul Rachman adalah pegawai di perusahaan kereta api Hindia Belanda untuk Keresidenan Sumatera Barat bernama Staatsspoorwegen ter Sumatra's Westkust (SSS) dan juga ketua pengurus serikat buruh kereta api VBSTOL (organisasi buruh kereta api) setempat. Abdul Rachman berkampanye di kalangan serikat buruh itu agar para buruh mau menyekolahkan anak mereka di sekolah yang akan didirikan oleh Engku Mohammad Syafei, agar kelak nasib anak-anak buruh kereta api ini lebih baik dari pada orang tua mereka. Usaha mendirikan sekolah ini juga mendapat sokongan dari Medan Perdamaian, perkumpulan perantau Minangkabau di Betawi. Mengenai lokasi, Nagari Kayutanam dipilih sebagai tempat akan didirikannya sekolah itu nanti[22][23].
Pada awal pendiriannya, INS Kayutanam ini tidak memiliki gedung sendiri. Perlengkapannya pun seadanya. Engku Mohammad Syafei menyelenggarakan pendidikan di sebuah kamar rumah sewaannya di Kayutanam. Pada awal dibuka, hanya ada 75 orang murid yang terbagi dalam dua kelas, kelas 1A dan kelas 1B. Guru nya hanya Engku Mohammad Syafei seorang. Waktu belajar pun berganti-ganti. Bila hari Senin adalah giliran kelas 1A belajar, maka mereka akan menginap di sana sampai hari Selasa di mana kelas 1B yang belajar. Cara belajar pun mengikut santri belajar di surau dengan duduk di lantai mendengar Engku Mohammad Syafei mengajar di depan kelas. Setiap pergantian pelajaran murid disuruh senam untuk melepas lelah.
Masa-masa perkembangan
Engku Mohammad Syafei mendirikan Ruang Pendidik INS Kayutanam dengan cara mandiri dan berdikari, walau pun biaya operasional pendidikan sekolah sangat besar. Beliau bersikeras untuk tidak menerima bantuan atau donasi yang mengikat. Hal ini tampaknya mencontoh pendirian dari kedua orang tua angkatnya, Anduang Khalijah dan Engku Ibrahim Marah Sutan. Untuk itu, Engku Mohammad Syafei bergiat diri mencari pembiayaan sekolah dengan mengarang buku-buku bacaan sekolah yang diterbitkan di JB Wolters, penerbit ternama saat itu. Selain itu, Inyiak Ibrahim Marah Sutan dan Anduang Chalijah banyak membantu pembiayaannya. Anduang Khalijah merelakan emas simpanannya untuk membiayai operasional sekolah anaknya. Sumber pendanaan lainnya berasal dari kegiatan-kegiatan mandiri seperti pementasan drama tonil dan penjualan hasil kreasi siswa INS Kayutanam[24][25].
Segera, INS Kayutanam mengalami perkembangan kemajuan yang pesat walau pada masa itu belum di lokasi milik sendiri. Tercatat pada tahun 1936, INS di tanah sewaan masyarakat telah memiliki bangunan sekolah seluas 2565 m2, padahal di tahun 1926 hanya seluas 81 m2 saja. Luas bangunan ini setara dengan luas enam gedung sekolah dasar berkelas lengkap[26].
Mengingat keadaan lokasi sementara yang tidak lagi memadai untuk proses belajar dan mengajar yang perkembangannya semakin pesat ini diadakan usaha-usaha untuk mencari lokasi kampus permanen. Pada tahun 1935, melalui bantuan dari dr. Sofjan Rassat dibelilah tanah kampus INS Kayutanam di lokasi sekarang seluas 16 ha. Kemudian masyarakat Nagari Kayutanam menghibahkan 2 ha tanah sisa tanah, sehingga cukuplah kampus INS Kayutanam sekarang seluas 18 ha. Lokasi tanah kampus ini ada di Jorong Palabihan, Nagari Kayutanam, di tepi jalan besar Padang-Bukittinggi. Kompleks ini berada sekitar 2 Km dari Pasar Kayutanam. Karena tanah sewaan kampus INS saat itu dirasakan sudah sempit, maka di tahun 1936 mulailah proses pemindahan dari tanah sewaan ke tanah milik sendiri yang baru dibeli itu. Proses pemindahan memakan waktu tiga tahun[21].
Pada tahun 1937, telah berdiri tiga buah rumah guru, satu rumah peristirahatan, satu asrama murid yang dapat menampung hingga 300 orang murid, satu ruang makan dan restoran, satu lapangan tenis, satu kolam renang, satu ruang senam, satu perpustakaan, ruangan kantor administrasi, dua buah kopel, satu tribune, satu meja biliar dan kamar ganti pakaian di Stadion Bola Kaki[21].
Pada tahun 1939 untuk keperluan pelajaran pekerjaan tangan telah dibangun pula ruangan musik, sandiwara, menggambar, ruang bertenun, poliklinik, dua ruang bertukang kayu, ruang pekerjaan anyaman, ruang pekerjaan tanah liat, pertukangan besi, tungku pembakaran bata dan keramik serta delapan ruang kelas baru. Proses pemindahan fasilitas fisik dari tanah sewaan ke tanah milik sendiri dilakukan secara bergotong royong oleh murid-murid, guru, dan masyarakat sekitar. Para murid yang sudah dewasa menyelesaikan pekerjaan pertukangan dan para guru bersama Engku Mohammad Syafei mengarahkan mereka. Kegiatan pemindahan ini berjalan lebih mudah karena para murid ini sudah memiliki keahlian dalam tata bangunan dan keahlian-keahlian pendukung lainnya sehingga tidak begitu banyak biaya yang dikeluarkan untuk mengupah tenaga ahli luar[21].
Pada masa ini, Ruang Pendidik INS Kayutanam memiliki dua tingkatan pendidikan yaitu bagian bawah Ruang Rendah dan bagian atas Ruang Dewasa. Ruang Rendah sama dengan Sekolah Rakyat yang lama tujuh tahun, sedangkan Ruang Dewasa lama pendidikan nya adalah empat sampai lima tahun. Siswa Ruang Rendah belajar sekali sehari, kecuali saat mereka sudah duduk di kelas enam mereka masuk dua kali sehari, pagi dan petang. Begitu pula siswa di Ruang Dewasa, mereka masuk dua kali sehari[21].
Konsep pendidikan sekolah kerja terbukti membuat sekolah Ruang Pendidik INS Kayutanam berkembang pesat dengan menjadi salah satu sekolah bumiputra bermutu dengan fasilitas paling lengkap di seluruh keresidenan Sumatera Barat di dasawarsa 1930-an. Jumlah siswa pada masa ini sudah mencapai 600 orang dengan asal mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Proses belajar berlangsung dua kali sehari. Pelajaran teori diberikan pada pagi hari dan di siang hari nya adalah pelajaran pekerjaan tangan. Kedua pelajaran ini dilengkapi dengan pendidikan kesenian dan olahraga pada sore dan malam hari. Engku Mohammad Syafei sendiri yang menyiapkan buku dan bahan pelajaran nya. Bahan-bahan untuk pekerjaan keterampilan sudah tersedia di sekolah. Apa bila barang-barang ini tidak tersedia, baru lah Engku Mohammad Syafei sendiri yang mencari nya di luar sekolah[21].
Selain itu, perkembangan pesat di masa ini juga terlihat dari kegiatan dan prestasi non akademik INS di bidang olah raga dan kesenian. Ruang Pendidik INS Kayutanam tercatat telah tiga kali menyelenggarakan pertandingan olimpiade olahraga bagi para siswa se-Sumatera Barat. Pada penyelenggaraan olimpiade olahraga pelajar pertama di tahun 1938 dilaksanakan bersamaan dengan jambore kepanduan Muhammadiyah se-Sumatera Barat dengan 5000 orang peserta[8].
Berikut galeri gambar perjalanan INS Kayutanam pada masa ini:
Para siswa diberikan kebebasan dalam memilih program pengembangan bakat yang diminati. Pada gambar ini terlihat kelompok siswa menampilkan orkestra (kemungkinan adalah kelompok pengiring tonil) di INS Kayutanam.
Para siswa menampilkan pertunjukan musik. Sayangnya tidak diketahui siapa saja, kapan, dan lokasi pengambilan foto.
Para siswa yang menampilkan pertunjukan musik berpose. Sayangnya tidak diketahui siapa saja, kapan, dan lokasi pengambilan foto.
Para siswa berpose bersama guru di INS Kayutanam setelah menampilkan tari tradisional Minangkabau. Sayangnya tidak diketahui siapa saja, kapan, dan lokasi pengambilan foto.
Potrait para siswa INS Kayutanam di depan bangunan asrama mereka di kampus INS Kayutanam.
Sebuah foto bersama yang memperlihatkan Engku Mohammad Syafei, para guru, dan para murid di INS Kayutanam. Sayangnya tidak diketahui siapa saja, kapan, dan lokasi tepatnya pengambilan foto.
Sebuah portrait yang memperlihatkan dua orang siswa duduk di antara hasil prakarya siswa di INS Kayutanam. Sayangnya tidak diketahui siapa saja, kapan, dan lokasi pengambilan foto.
Sebuah foto bersama Engku Ibrahim Marah Sutan bersama para siswa di INS Kayutanam. Sayangnya tidak diketahui siapa saja, kapan, dan lokasi tepatnya pengambilan foto.
Portrait dari Anduang Khalijah dan Engku Ibrahim Marah Sutan, orang tua angkat dari Engku Mohammad Syafei yang begitu besar jasa dan usaha pengorbanannya dalam mendukung usaha pendirian INS Kayutanam.
Portrait kesederhanaan Engku Mohammad Syafei.
Periode vakum pada masa penjajahan Jepang
Perkembangan pendidikan di Ruang Pendidik INS Kayutanam ini tidak dapat diteruskan pada masa pendudukan Jepang. Kondisi fisik bangunan sekolah saat itu rusak berat karena sekolah digunakan oleh Belanda untuk menghadang kedatangan tentara pendudukan Jepang. Kegiatan pembelajaran terhenti beberapa saat lamanya, dan para siswa kembali pulang ke orang tua mereka. Namun, kondisi ini tidak berlangsung lama karena INS menjadi basis pelatihan militer dan kesenian. Pemerintah pendudukan Jepang sebenarnya tidak melarang penuh kegiatan belajar di INS, namun situasi saat itu tidak memungkin untuk menyelenggarakan pendidikan sepenuh nya. Alat-alat dan bahan-bahan penunjang kegiatan belajar sangat susah didapatkan dan waktu kegiatan belajar terpakai untuk kegiatan gotong-royong membersihkan kompleks sekolah[27].
Masa tegar di awal periode perjuangan kemerdekaan Indonesia
Pada masa awal kemerdekaan, kegiatan belajar dan mengajar tidak serta-merta dapat dilangsungkan begitu saja. Situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan pendidikan, segala perhatian dan usaha tercurah untuk menjaga kemerdekaan. INS pada waktu itu menjadi pusat pergerakan di Sumatera Tengah, termasuk pusat diplomasi kebudayaan Indonesia.
Sebagai sebuah usaha untuk mendukung diplomasi pengakuan kemerdekaan Indonesia, Engku Mohammad Syafei mendirikan Ruang Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan di Padang Panjang[28]. Institusi ini menjadi sendi utama diplomasi pendidikan dan kebudayaan Indonesia di Sumatera Tengah dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan pendidikan dan kesenian seperti perpustakaan, museum kerajinan tangan daerah, sandiwara rakyat, sendratari, dan berbagai bentuk kesenian lain nya. Sasaran nya adalah tamu dari Jawa dan para rombongan tamu negara asing yang hendak berkunjung ke Bukittinggi, Ibukota Indonesia saat itu[21].
Dikarenakan sangat sulit nya untuk mengumpulkan segala bahan untuk mendirikan Gedung Ruang Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan dan menyelenggarakan kegiatan, maka semua bahan dan alat yang dibutuhkan dibawa dari kampus INS Kayutanam. Alat-alat pertukangan dan lima puluh orang siswa dibawa ke Padang Panjang untuk menyiapkan gedung ini dan persiapan mobilisasi perang berupa pembuatan senjata dan amunisi yang nanti hasil nya akan dibagikan ke pada seluruh rakyat nanti[21].
Tidak berapa lama, Belanda kembali berusaha merebut kemerdekaan republik yang umur nya masih lagi muda dengan melancarkan aksi-aksi militer. Pada Agresi Militer Belanda Pertama, kondisi memaksa untuk pendidikan di INS Kayutanam berjalan seadanya karena para pejuang republik menggunakan kompleks sekolah sebagai markas pergerakan. Anduang Khalijah dan Engku Mohammad Syafei mengungsi untuk sementara waktu ke Nagari Gunung, Padang Panjang[21].
Pada Agresi Militer Belanda Kedua Tahun 1948, proses pembelajaran di Ruang Pendidik INS Kayutanam harus berhenti keseluruhan karena pergerakan pasukan Belanda yang tidak dapat ditahan lagi. Mengingat penting nya lokasi dan fasilitas yang ada di sekolah INS Kayutanam, agar kompleks sekolah tidak jatuh ke tangan Belanda maka Engku Mohammad Syafei mengizinkan surat permohonan dari tentara republik untuk membumihanguskan kompleks INS Kayutanam walau pun mendapat tentangan dari Anduang Chalijah. Kebijakan membumihanguskan ini adalah suatu bentuk pengorbanan Engku Mohammad Syafei dan Ruang Pendidik INS Kayutanam dalam menjamin kemerdekaan Indonesia di masa revolusi kemerdekaan. Tidak hanya pendidikan yang dikorban kan tapi juga fasilitas fisik INS Kayutanam.
Permohonan pembumihangusan dari tentara republik dan persetujuan pembumihangusan dari pihak INS Kayutanam dimaktubkan dalam Surat Keterangan No. 27/Gos/12/SR.IV./S/52 dari Tentara Nasional Indonesia Resimen IV Banteng & Sub Teritorial IV Sumatera Barat & Riau. Surat keterangan ini dikeluarkan pada tanggal 16 April 1952 dan ditandatangani oleh Mayor Syuib dan diperuntukkan sebagai keterangan dalam usaha membangun kembali Ruang Pendidik INS Kayutanam.
Masa pembangunan kembali di periode awal kemerdekaan Indonesia
Masa-masa awal pemulihan kedaulatan republik Indonesia adalah masa-masa sulit bagi penyelenggaraan pendidikan. Situasi dan kondisi politik saat itu belum lah stabil. Fokus pemerintah adalah pengendalian pertumbuhan ekonomi di saat yang sama terdapat banyak pergolakan politik di daerah. Keadaan ini belum memungkin kan bagi Engku Mohammad Syafei untuk mendirikan INS Kayutanam secara fisik mau dan menyelenggarakan pendidikan seperti sedia kala.
Oleh karena itu, fokus Engku Mohammad Syafei adalah menyelenggarakan kursus-kursus singkat untuk menunjang pembangunan kembali Indonesia setelah perang revolusi kemerdekaan. Bentuk pendidikan yang diselenggarakan oleh Engku Mohammad Syafei yaitu kursus singkat Guru Revolusioner Indonesia, Kursus Aplikasi Mata Pelajaran Ekspresi dan Kursus SGB Istimewa. Fasilitas fisik di kompleks sekolah INS Kayutanam baru bisa dibangun kembali dengan bantuan dari Pemerintah Republik Indonesia untuk menyelenggarakan Kursus SGB Istimewa. Menteri Pendidikan dan Pengajaran waktu itu, Prof. Dr. Bahder Johan menyalurkan bantuan sebesar 150 juta untuk mendirikan fasilitas ruang sekolah di sana[21].
Berikut galeri gambar perjalanan INS Kayutanam pada masa ini:
Suasana INS Kayutanam ketika menerima kunjungan kerja resmi Bung Hatta, Wakil Presiden pada tanggal 23 April 1953.
Foto kegiatan siswa-siswi sekolah Ruang Pendidik INS Kayutanam yang memainkan kesenian musik tahun 1953.
Foto bersama dari para siswa kursus singkat penyiapan guru di INS Kayutanam, Sumatera Barat, pada 27 Desember 1954.
Masa vakum di periode PRRI
Namun, penyelenggaraan kursus-kursus singkat ini tidak berlangsung lama karena pecah nya PRRI di Sumatera Tengah. Engku Mohammad Syafei dan Ruang Pendidik INS Kayutanam bersikap netral. Engku Mohammad Syafei melalui Badan Aksi Keutuhan Republik Indonesia berusaha menetralisir keadaan. Namun ketegangan antara daerah dan Pemerintah Pusat tidak dapat ditawari lagi. PRRI berdiri pada 17 Februari 1958 dan segera mendapat jawaban berupa aksi militer dari Pemerintah Pusat. INS Kayutanam turut menjadi sasaran pada waktu itu dan proses pendidikan di INS Kayutanam kembali terhenti. Engku Mohammad Syafei ikut dengan gerakan PRRI karena yakin dengan prinsip nya bahwa PRRI hadir sebagai kritik terhadap pengaruh komunisme di tubuh Pemerintah Pusat waktu itu. Engku diberi jabatan Menteri Pendidikan dan Pengajaran dan harus hidup berpindah-pindah dari satu hutan ke hutan lain nya. Pendidikan di Ruang Pendidik INS Kayutanam kembali terlantar[21].
Masa berbenah bangkit kembali setelah PRRI dan berdirinya Orde Baru
Kondisi politik di Sumatera Barat dan nasional kembali membaik setelah PRRI mereda dan terjadi nya peristiwa G30S yang mengakibatkan Indonesia memasuki babak baru yaitu berganti nya Orde Lama dan Orde Baru. Namun, usaha pembangunan INS Kayutanam baru dimulai pada tahun 1967 secara swadaya atas permintaan masyarakat dan dorongan dari Menteri Pendidikan dan Pengajaran waktu itu Dr. Sarino Mangoenpranoto. Pembangunan kembali INS waktu itu dilakukan dengan mendirikan ruang belajar sederhana melalui gotong royong masyarakat sekitar Nagari Kayutanam. Para siswa nya berasal dari Kayutanam dan guru adalah mantan siswa di INS Kayutanam.
Pembangunan kembali INS Kayutanam berlanjut pada tahun-tahun berikut nya dengan mengajukan permohonan bantuan tidak mengikat ke pada entitas seperti NOVIB. Bantuan dari NOVIB adalah dalam bentuk co-financing di mana INS menyediakan nilai fisik yang sama dari bantuan yang diterima dari pihak NOVIB. Hampir seluruh gedung di kompleks INS Kayutanam saat sekarang adalah hasil pembangunan dari bantuan NOVIB. Selain dari NOVIB, Ruang Pendidik INS Kayutanam juga menerima bantuan dari pemerintah. Pada tahun 1978, INS Kayutanam menerima bantuan dari Presiden Republik Indonesia yang kemudian digunakan untuk merehabilitasi gedung-gedung sekolah dan pembangunan sarana pendidikan berupa kolam perikanan, pertanian, dan perkebunan. Pihak sekolah juga mendapat bantuan tetap bulanan dari Pemerintah Daerah Sumatera Barat dan Badan Logistik Indonesia.
Perubahan besar dalam model pendidikan INS Kayutanam adalah dengan ada nya keputusan dari para pengurus Badan Wakaf Ruang Pendidik INS Kayutanam pada tahun 1977 untuk mendaftarkan Ruang Pendidik INS Kayutanam ke dalam sistem pendidikan nasional sebagai bagian dari satuan pendidikan formal. Tujuan nya adalah secara institusi, Ruang Pendidik INS Kayutanam dapat memperoleh bantuan seperti sekolah-sekolah lain nya. Maka pada tahun ajaran 1977/1978, Ruang Pendidik INS mulai menggunakan kurikulum dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI seperti yang kita kenal sekarang sini.
Karakteristik pendidikan SMA INS Kayutanam
Kurikulum sekolah
Ruang Pendidik SMA INS Kayutanam adalah sekolah bersejarah yang telah melewati berbagai dinamika perkembangan zaman. Kontribusi sekolah dan para alumninya terhadap bangsa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran dan pemikiran dari Engku Mohammad Syafei yang bukan hanya seorang figur besar dalam usaha pergerakan kemerdekaan Indonesia, namun juga melalui kerja-kerja dan pemikiran beliau di bidang pendidikan di Indonesia.
Dalam perkembangan dewasa ini, sekolah SMA INS Kayutanam ini menggunakan kurikulum nasional, yaitu Kurikulum Nasional 2013 dan dikembangkan dengan kekhasan pendidikan INS Kayutanam berupa pengembangan talenta/bakat. Pengembangan Kurikulum SMA INS Kayutanam Berbasis Talenta ini adalah dari hasil sinkronisasi antara struktur kurikulum pada Executive Summary yang dihasilkan dari Seminar Nasional Ruang Pendidik INS Kayutanam pada tanggal 24 Agustus 2007 di Jakarta.
Peyusunan kurikulum khas SMA INS Kayutanam berbasis talenta ini disesuaikan dengan Standar Isi pada Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 di mana substansi pembelajaran ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun di Kelas X, XI, dan II. Kurikulum yang digunakan adalah Kurikulum 2013 yang mana mengintegrasikan adagium Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah dalam pembelajarannya sesuai dengan standar kompetensi kelulusan dan standar kompetensi mata pelajaran yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan mengadopsi filosofi pendidikan Engku Mohammad Syafei yang terkenal dengan filosofi “Janganlah minta buah mangga kepada pohon rambutan, tetapi jadikanlah setiap pohon berbuah manis! (setiap insan memiliki talenta berbeda) dan “Jadilah engkau menjadi engkau!”
Sesuai dengan arahan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur Provinsi Sumatera Barat melalui Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat perihal muatan kurikulum daerah/lokal, maka SMA INS Kayutanam sesuai dengan filosofi sekolah dan target yang dibebankan kepada siswa yang berkenaan dengan kekhasan pendidikan INS Kayutanam, sepakat menjadikan Al-Quran dan Budaya Adat Minangkabau menjadi Muatan Kurikulum Daerah / muatan lokal melalui dua pendekatan:
1. Mengintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran, dan
2. Berdiri sendiri untuk mata pelajaran Al-Quran yang merupakan bagian dari program Sikap/akhlak mulia di SMA INS Kayutanam yang meliputi: Tahfiz Al Quran, Muhadarah, Kaligrafi dan Tahsin.
Lebih lanjut, talenta adalah fitrah, sifat atau pembawaan manusia semenjak lahir (KBBI – 2002)[29]. Dalam kurikulum SMA INS Kayutanam berbasis talenta ini, mata pelajaran dikelompokkan menjadi beberapa aspek yaitu: Akhlak Mulia, Akademik, dan Keterampilan/Sanggar. Ketika aspek ini merupakan instrumen utama dalam mengembangkan bakat bawaan (talenta) peserta didik. Pada kurikulum SMA INS Kayutanam berbasis talenta ini, talenta dan pengembangan talenta dikelompokka ke dalam tiga kategori:
Talenta yang terkait fitrah diri peserta didik sebagai makhluk ciptaan Tuhan dengan kemampuan memanfaatkan fitrah ruhiyah/rohani atau kekuatan spiritual keagamaan yang berujung kepada perolehan bashirah (kemampuan melihat dengan “mata hati”) bagian dari kecerdasan spiritual (spiritual intelligence), yang diwujudkan dalam perilaku sebagai pencerminan Akhlak Mulia (AKM). Program pada bidang ini meliputi dua aspek, yaitu
a. Al Qur’an (Qiraatil Qur’an, Tahfizul Qur’an, dan Tafsir Qur’an)
Ibadah (Aqidah Akhlak, Sholat 5 waktu dan sholat sunat, Penyelenggaraan Jenazah, Pelatihan Ceramah)
Talenta atau fitrah akliyah yaitu talenta akal yang berkaitan dengan kapasitas akademik atau intelektual peserta didik yaitu kemampuan peserta didik memanfaatkan nalarnya dalam memahami, menganalisis, dan mengevaluasi sumber, bahan, dan alat yang dibutuhkan untuk pengembangan talenta dirinya.
Talenta yang berkaitan dengan fitrah jasmaniyah/jasmani (keterampilan), yaitu kemampuan peserta didik dalam menggunakan penglihatan, pendengaran, dan keterampilan tangannya dalam mendesain serta menghasilkan produk atau karya yang bermanfaat bagi diri dan bangsanya. Untuk program ini dibagi 2 yaitu Keterampilan dan Sanggar (Pengembangan diri) masing-masing terdiri dari
Talenta kewirausahaan, merupakan kegiatan terstruktur termasuk ke dalam kurikulum talenta SMA INS, dilaksanakan dua kali seminggu, pesertanya berasal dari pilihan talenta yang diambil siswa. Bentuk-bentuk dari program unggulan talenta kewirausahaan ini adalah:
Outbound
Pertanian, dan
Perikanan
Talenta Keterampilan tangan, merupakan kegiatan terstruktur termasuk ke dalam kurikulum talenta SMA INS, dilaksanakan dua kali seminggu, pesertanya berasal dari pilihan talenta yang diambil siswa.Bentuk-bentuk dari program unggulan talenta keterampilan tangan adalah:
Teknis las,
Kriya (kerajinan tangan),
Tata boga, dan
Desain grafis
Budaya Adat Minangkabau (BAM). Program BAM di SMA INS Kayutanam dilaksanakan diluar struktur kurikulum, dan dilaksanakan di luar waktu PBM akademis dan sanggar. Bentuk kegiatan yang dilaksanakan adalah pelatihan petatah petitih yang berkenaan dengan acara adat baik perkawinan, kematian, dan lain-lain.
Tujuan sekolah
Dalam konteks Ruang Pendidik SMA INS Kayutanam, terkait dengan Pasal 12 ayat 1 butir b UU No. 20/ 2003, dan PP No. 19/ 2005 Bab IV pasal 19, secara spesifik tujuan pendidikan INS Kayutanam, terdiri dari empat bagian, yaitu:
1. Mengembangkan talenta/bakat peserta didik melalui kegiatan pendidikan yang terstruktur dan berjenjang sampai tiap individu peserta didik mendapatkan hasil maksimal sesuai dengan keinginan dan kemampuan peserta didik.
2. Mendidik dan mendorong peningkatan kemampuan akademik dalam bentuk kecerdasan, logika, daya analitis, sistematika berpikir, perluasan wawasan, daya ingat tinggi, etika dalam pergaulan, komunikatif, berbahasa yang baik dan benar dan berkepedulian sosial tinggi.
3. Mendidik peserta didik berkeperibadian, berakhlak mulia, bermoral, berhati nurani, ikhlas, bersyukur, sabar, dan berbudi pekerti luhur sehingga menjadi suri teladan keluarga dan masyarakat.
4. Mendidik dan mendorong tumbuh kembangnya jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial, menghargai jasa para pahlawan, serta memiliki rasa ingin memajukan bangsa.
Berikut galeri gambar perjalanan INS Kayutanam pada masa ini:
Upacara bendera di lingkungan kampus INS Kayutanam
Para siswa belajar di ruangan kelas.
Siswa INS Kayutanam belajar kemahiran komputer di laboratorium komputer sekolah.
Para siswa perempuan dipandu oleh seorang guru perempuan belajar di masjid sekolah. Kurikulum sekolah memberikan kebebasan ke pada para murid dan guru dalam melakukan pembelajaran.
Siswa perempuan INS Kayutanam belajar di masjid sekolah.
Para siswa INS Kayutanam melakukan praktek ilmu pengetahuan alam di laboratorium sekolah.
Pelaksanaan outbond di lingkungan sekolah INS Kayutanam. Kegiatan outbond di INS Kayutanam adalah salah satu bentuk pengembangan talenta kewirausahaan.
Para siswa INS Kayutanam mempraktekkan keterampilan kriya (pekerjaan tangan).
Penampilan musikalisasi puisi oleh para siswa INS Kayutanam. Musikalisasi puisi adalah salah satu bentuk pengembangan talenta yang disediakan di INS Kayutanam.
Para siswa INS Kayutanam melakukan praktek keterampilan kewirausahaan perikanan di kolam-kolam praktek perikanan sekolah.
Perbedaan mendasar kurikulum SMA INS Kayutanam
Dasar pendidikan di SMA INS Kayutanam ini adalah mendorong tumbuh dan berkembangnya bakat bawaan (talenta), kreatifitas, dan kemandirian pada diri peserta didik. Hal inilah yang membedakan pendidikan menengah di SMA INS Kayutanam dengan satuan-satuan pendidikan lainnya di jenjang pendidikan menengah yang sama dan dikenal oleh masyarakat umum sebagai Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Perbedaan-perbedaan mendasar antara SMA INS Kayutanam dengan satuan-satuan sekolah menengah adalah pada beberapa hal berikut:
a. Sekolah Menengah Atas (SMA), adalah Pendidikan Menengah berbasis pada pengembangan potensi intelektual. Aspek penalaran (aspek kognitif) peserta didik dikembangkan dengan merujuk ke pada taksonomi Bloom, terutama mencapai tingkatan paling atas di tingkat keenam: mengevaluasi. Sejauh ini pendidikan pada level Sekolah Menengah Atas (SMA) bertujuan mempersiapkan peserta didik melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi.
b. Madrasah Aliyah (MA) adalah Pendidikan Menengah yang berbasis pada pengembangan potensi akademik dan spiritual keagamaan. Aspek kognitif yang dikembangkan di satuan pendidikan ini digunakan untuk mengetahui, memahami, dan menerapkan nilai-nilai spiritual keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Umumnya tamatan MA meneruskan studi ke perguruan tinggi yang bernafas agama, seperti Sekolah Tinggi Ilmu Agama, Institut Agama Islam, dan Universitas Keagamaan.
c. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), adalah Pendidikan Menengah berbasis pada pengembangan potensi keterampilan. Aspek penalaran (aspek kognitif) peserta didik ditumbuhkembangkan dan diharapkan mencapai kognitif hingga level ketiga, yaitu kemampuan menerapkan pengetahuan. Sejauh ini, pendidikan pada level Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bertujuan mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke dunia kerja. Pada satuan pendidikan SMA dikenal Pendidikan Sistem Ganda/PSG yang mana sebagian materi diklat diberikan di sekolah, sebagian lagi diberikan di dunia kerja dalam bentuk Praktik Kerja Industri yang diikuti peserta didik antara 3 bulan hingga 1 tahun.
d. SMA INS Kayutanam adalah Pendidikan Menengah yang berbasis pada pengembangan bakat bawaan(talenta). Dalam konteks INS, potensi intelektual, potensi keterampilan, dan potensi spiritual keagamaan/akhlak mulia adalah instrumen utama untuk menumbuhkembangkan talenta peserta didik.
Setelah Tamat dari SMA INS, peserta didik memiliki beberapa pilihan, antara lain:
1) Menekuni bakat bawaan (talenta) yang dimilikinya sehingga menjadi pekerja profesional di bidang yang terkait dengan bakatnya.
2) Menjadi wirausahawan pada bidang yang terkait dengan bakatnya.
3) Meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi pada disiplin ilmu yang sesuai dengan bakatnya.
Manajemen sekolah SMA INS Kayutanam
Yayasan Badan Wakaf Ruang Pendidik INS Kayutanam
Sekolah SMA INS Kayutanam berada di bawah Yayasan Badan Wakaf Ruang Pendidik INS Kayutanam. Pada awal masa pendiriannya oleh Engku Mohammad Syafei telah dipikirkan oleh bahwa Ruang Pendidik INS Kayutanam termasuk di dalamnya adalah rumah pribadi Engku Mohammad Syafei dan kediaman orang tuanya untuk diwakafkan ke pada nusa dan bangsa Indonesia[21]. Untuk itu, dibuatlah akta notaris wakaf INS ke pada negara Indonesia di hadapan Notaris Raden Kadiman di Padang dengan pernyataan bahwa selama Engku Mohammad Syafei hidup beliau lah yang memimpin Ruang Pendidik INS Kayutanam dan sepeninggal beliau sebuah panitia wakaf yang akan melanjutkan kerja-kerja pendidikan beliau. Susunan panitia wakaf pada waktu akta notaris wakaf itu dibuat adalah Mr. Abubakar Daar sebagai Ketua, dr. Rasidin Raden Kardiman, Abd Muluk, dr. Akam dan dr. Hakim sebagai Wakil Ketua[21].
Berikut perkembangan susunan pengurus Yayasan Badan Wakaf Ruang Pendidik INS Kayutanam.
Dalam menjalankan fungsi kependidikannya, Yayasan Badan Wakaf Ruang Pendidik INS Kayutanam menunjuk kepala sekolah sebagai pimpinan pengurus harian SMA INS Kayutanam yang menjalankan fungsi kependidikan sekolah SMA INS Kayutanam. Kepala sekolah kemudian dibantu oleh dua orang wakil kepala sekolah.
Daftar kepala sekolah
No.
Nama
Tahun Menjabat
Keterangan
1.
Mohammad Syafei
Sejak Berdiri - 1969
Pendiri
2.
Abdul Hamid
Th. 1969 - 1991
Penerus Pendiri
3.
Abuzar Burhan, BA
Th. 1978 – 1988
Kepsek
4.
Drs. Darus Sair
Th. 1988 - 1989
Kepsek
5.
Abuzar Burhan, BA
Th. 1989 - 1998
Kepsek
6.
Drs. Metri Akbarsyah
Th. 1998 – 2004
Kepsek
7.
Pariadi, S.Pd
Th. 2004 – 2005
Kepsek
8.
Ali Abuzar Kamsir, S.Pd
Th. 2005 - 2006
Kepsek
9.
Pariadi, S.Pd
Th. 2006 – 2007
Kepsek
10.
Drs. Dodi Osmond, M.Sc
Th. 2007 - 2007
Kepsek
11.
Azwan Hamir
Th. 2008 - 2009
Kepsek
12.
Tasrif, S.Pd
Th. 2009 - 20013
Kepsek
13.
Drs. H. Hendrizal
Th. 2013 - 2023
Kepsek
14.
Ermizar, S.Pd., M.Si.
Th. 2023 - sekarang
Kepsek
Jumlah Pendidik di SMA INS Kayutanam yang ada sekarang terdiri dari 27 Orang dengan latar belakang S2 sebanyak 2 orang, S1 sebanyak 20 orang dan D3 sebanyak 1 orang. Jumlah Tenaga Kependidikan / karyawan SMA INS Kayutanam terdiri dari 14 orang:
a. Karyawan Kantor terdiri dari 4 orang dengan latar belakang pendidikan S1 1 orang, D3 1 orang, SMA 2 orang.
b. Karyawan Satpam terdiri dari 3 orang dengan latar belakang pendidikan SMA
c. Karyawan Lapangan terdiri dari 7 orang dengan latar belakang pendidikan SMA 1 orang, SMP 3 orang, dan SD 3 orang.
Sarana dan prasarana/fasilitas sekolah SMA INS Kayutanam
INS Kayutanam
SMA INS Kayutanam berlokasi di jalan Raya Padang-Bukittinggi KM 53, Nagari Kayutanam, Kecamatan 2x11 Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, 25585. Tanah dan bangunan sekolah sepenuhnya adalah milik Yayasan Badan Wakaf Ruang Pendidik INS Kayutanam. Luas areal lebih kurang 180.000 m2 dan luas bangunan 8345 m2. Tembok dan pagar pembatas sepanjang 1710 meter membatasi tanah dan bangunan milik sekolah dan Yayasan dari tanah milik masyarakat sekitar.
Pada areal lingkungan sekolah terdapat perbukitan, sungai kecil, kolam ikan, kolam renang, jogging track, lapangan bola, lapangan tenis, pentas terbuka, ruang kantor, ruang belajar, ruang pameran, perpustakaan, laboratorium, rumah ibadah masjid M. Natsir untuk kegiatan siswa, asrama putra/putri, koperasi, ruang serba guna, kafetaria, perumahan guru dan karyawan, mess INS, guest house, area perkebunan, area peternakan, area perikanan dan bengkel kerja (workshop). Di lingkungan sekolah tumbuh berbagai macam pohon pelindung berusia puluhan tahun dan tanaman buah-buahan yang bernilai ekonomis tinggi. Pada bagian depan sekolah terdapat kawasan rest area yang dapat diakses oleh masyrakat umum dan para pengendara jalan. Fasilitas pada rest area adalah sebuah restoran yaitu restoran Upiak Banun, masjid Nurul Ilmi, Talentamart, dan sebuah café.
Rincian dari sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah dapat dilihat dalam tabel berikut:
No.
Ruang/Fasilitas
Jumlah
Luas/m2
Kondisi
1.
Kepala Sekolah
1
12 m
Baik
2.
Wakil Kepala Sekolah
1
64 m
Baik
3.
Guru Mata Pelajaran
1
210 m
Baik
4.
Guru BK/BP
1
6 m
Cukup Baik
5.
Tata Usaha
1
360 m
Baik
6.
Kelas (Ruang Belajar)
13
900 m
Cukup baik
7.
Pratikum (Fis, Kim, Bio)
1
150 m
Baik
8.
Perpustakaan
1
110 m
Baik
9.
Multi Media
1
52.5 m
Baik
10.
Keterampilan (workshop)
10
1.458 m
Cukup baik
11.
OSIS
1
6 m
Baik
12.
Koperasi
1
64 m
Cukup Baik
13.
Kantin Sekolah
1
86.25 m
Cukup baik
14.
Masjid untuk Pelatihan
1
200 m
Rusak Ringan
15
Mesjid untuk umum
1
200 m
Baik
JUMLAH
3443,75 (total luas tanah m)
Berikut galeri sarana-prasarana atau fasilitas yang tersedia di INS Kayutanam.
Gedung Abdul Latif di dalam komplek INS Kayutanam yang bersambung dengan Ruang Makan Siswa. Gedung ini digunakan sebagai tempat kegiatan utama siswa dan sekolah, termasuk menyambut para tamu sekolah.
Ruang makan siswa asrama.
Gedung Grafos di INS Kayutanam menjadi sekretariat ikatan alumni sekolah dan yayasan.
Koridor di salah satu bangunan sekolah menuju ruangan kelas siswa.
Jalan utama dari pintu/gerbang masuk sekolah menuju bangunan ruang kelas, bangunan asrama dan penginapan, dan bangunan-bangunan penunjang sekolah lainnya.
Pohon-pohon produktif di sekolah. Di gambar ini adalah pohon-pohon mahoni yang sudah berusia tua.
Kumpulan buku terjemahan yang digunakan oleh siswa tersedia di perpustakaan sekolah.
Kumpulan buku referensi di perpustakaan sekolah.
Talentamart di bagian restarea INS yang menjadi tempat untuk memperlihatkan ke pada publik hasil karya siswa di sekolah.
Ruang galeri hasil karya siswa.
Gambar pandangan udara dari komplek kampus INS Kayutanam di Jorong Palabihan, Nagari Kayutanam.
Denah komplek kampus INS Kayutanam.
Denah kawasan belajar di INS Kayutanam yaitu ruang kelas, ruang laboratorium, ruang guru, ruang kepala sekolah, dan perpustakaan.
Denah kawasan asrama siswa dan penginapan (guest house). Terdapat juga gedung dan ruangan penunjang kegiatan siswa dan tamu seperti gedung pertemuan dan ruang makan siswa.
Perkembangan pembangunan di SMA INS Kayutanam
Berikut perkembangan pembangunan fisik di SMA INS Kayutanam. Pembangunan fisik ini dibagi ke dalam periode kepengurusan Yayasan Badan Wakaf INS Kayutanam dari periode 1986-1992 pimpinan Dewan Pembina Bapak Anas Malik hingga periode 2013-2022 pimpinan Dewan Pembina Bapak Fasli Jalal.
18. Rehab Masjid M. Natsir (sumbangan para perantau Minang)
19. Pembangunan Rumah Tahfidz (sumbangan keluarga Taufiq Ismail)
Alumni
Sepanjang usianya, INS Kayutanam telah melahirkan banyak alumni yang berperan besar dalam kehidupan masyarakat dan dikemudian hari menjadi tokoh-tokoh yang dikenal masyarakat luas. Beberapa orang tokoh yang pernah menjalani pendidikan di INS Kayutanam, diantaranya:
Mara Karma, pelukis, wartawan, pengarang dan kritikus senirupa Indonesia;
Tarmizi Taher, militer, mantan menteri agama, diplomat.
Galeri
Stasiun Kayutanam memberikan akses lebih besar ke pada Nagari Kayutanam dalam pelintasan kereta api di Sumatera Barat yang menghubungkan Padang dengan kota-kota seperti Bukittiggi, Payakumbuh, Padang Panjang, hingga Solok dan Sawahlunto.
Salah satu jalan di Kayutanam yang menghubungkan Padang dan Bukittinggi. Kampus INS Kayutanam berada di tepi jalan besar ini.
Portrait Engku Abdul Hamid yang meneruskan kepemimpinan INS Kayutanam setelah kemangkatan Engku Mohammad Syafei.
Makam Engku Mohammad Syafei berdampingan dengan makam ibundanya, Anduang Khalijah di komplek INS Kayutanam.
Perayaan ulang tahun ke-96 sekolah INS Kayutanam.
Bapak Fasli Jalal sebagai Pembina Yayasan Badan Wakaf INS Kayutanam menerima Bapak Mahyeldi Ansharullah, Gubernur Sumatera Barat dan rombongan dalam kunjungan kerja ke kampus INS Kayutanam untuk meresmikan restoran Upik Banun di kawasan rest area INS Kayutanam, pemugaran Masjid M. Natsir di lingkungan kampus INS Kayutanam, dan progres pembangunan rumah tahfiz yang disponsori oleh Keluarga Bapak Taufiq Ismail.
Kunjugan kerja Bapak Mahyeldi Ansharullah, Gubernur Sumatera Barat (lima dari kiri) ke kampus INS Kayutanam, didampingi oleh Bapak Fasli Jalal, Pembina Yayasan Badan Wakaf INS Kayutanam (enam dari kiri), dan Bapak Hendrizal, Kepala Sekolah INS Kayutanam (empat dari kanan).
Bapak Mahyeldi Ansharullah, Gubernur Sumatera Barat (keempat dari kiri) bersama Bapak Fasli Jalal, Pembina Yayasan Badan Wakaf INS Kayutanam (keenam dari kiri) meresmikan pemugaran Masjid M. Natsir di lingkungan kampus INS Kayutanam.
Bapak Mahyeldi Ansharullah, Gubernur Sumatera Barat (keempat dari kanan), bersama Bapak Suherman Saleh, Ketua Yayasan (ketiga dari kanan) dan Bapak Hendrizal, Kepal Sekolah (kedua dari kiri) mengunjungi pengerjaan rumah tahfiz yang hampir selesai. Rumah tahfiz ini dibiayai oleh Keluarga Bapak Taufiq Ismail.
Bapak Mahyeldi Ansharullah, Gubernur Sumatera Barat meresmikan restoran Upik Banun di kawasan rest area INS Kayutanam dengan memberikan potongan tumpeng ke pada Bapak Fasli Jalal, Pembina Yayasan disaksikan oleh Bapak Yasmar, Pemilik restoran Upik Banun (ketiga dari kanan) dan Bapak Suherman Saleh, Ketua Yayasan (pertama dari kiri).
Referensi
^Adnan, Gusti (2003). Kamus Sejarah Minangkabau. Padang: PPIM. hlm. 101–102. ISBN9789799740700.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Zed, Mestika (1989). "KOLONIALISME. PENDIDIKAN. DAN MUNCULNYA ELIT MINANGKABAU MODERN: SUMATERA BARAT ABAD 19". PENDIDIKAN SEBAGAI FAKTOR DINAMISASI DAN INTEGRASI SOSIAL. Jakarta: DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. hlm. 1–27. ISBN0 Periksa nilai: length |isbn= (bantuan).Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Dalam tulisannya, AA Navis berpendapat bahwa pemilihan lokasi sekolah yang dicita-citakan itu di Nagari Kayutanam bukan hanya karena desa ini adalah kampung halaman kedua orang tua angkat Engku Mohammad Syafei tapi karena di lokasi ini sudah ada serikat buruh kereta api VBSTOL yang juga berencana mendirikan sekolah bagi anak-anak anggota mereka. Selain itu akses ke Kayutanam telah dipermudah dengan adanya laluan kereta api dengan pemberhentian di Stasiun Kayutanam. Selain itu, pemilihan lokasi di ranah Minangkabau, menurut AA Navis akan mempercepat tumbuh dan tersebarnya semangat nasionalisme ke seluruh Nusantara. Lihat AA Navis. Ruang Pendidikan INS Dulu, Kini, dan Esok. Kerjasama Lembaga Pengembangan Pendidikan INS dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (UNIT EP3M) Pesantren Ciganjur. Jakarta: 1986. Hlmn 14-15.
^Lilih Kurniasih mencatat dari pada SBPPS di tanggal 7 Maret 1926 dan 7 Mei 1926 bahwa Nagari Kayutanam, Sumatera Barat dipilih karena setidaknya ada empat alasan. Pertama, Kayutanam adalah tempat kelahiran Engku Ibrahim Marah Sutan yang mengingatkan Engku Mohammad Syafei pada ayahnya yang menginginkan berdirinya sekolah INS. Kedua, Nagari Kayutanam tidak terlalu ramai sehingga nyaman bagi para siswa untuk belajar. Ketiga, Nagari Kayutanam memiliki temperatur sedang dan terletak di jalur perlintasan Padang-Bukittinggi. Terakhir, keempat, Nagari Kayutanam pada saat itu masih memiliki tanah yang luas untuk praktek para siswa. Lihat Lili Kurniasih. 1990. Indonesisch Nederlansche School (INS) Kayutanam, 1926-1942.
^Salah satu kegiatan yang terdokumentasikan dengan baik adalah pementasan drama tonil dan pameran hasil kerajinan tangan/kreasi siswa INS Kayutanam di “rumah setan” di kota Padang. Kegiatan ini diadakan sendiri oleh pihak sekolah selama sembilan hari. Menurut laporan dari majalah ini kegiatan pementasan dan pameran seni dikunjungi kurang lebih 20.000 orang penonton dengan pendapatan f4200 dan ongkos f3700. Lihat artikel Tentoostelling Sekolah, Roeang Pendidik (I.N.S.) KAJOE TANAM di majalah Pandji Poestaka. No. 98 6 Desember 1932 Tahun X
^Lihat AA Navis. Ruang Pendidikan INS Dulu, Kini, dan Esok. Kerjasama Lembaga Pengembangan Pendidikan INS dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (UNIT EP3M) Pesantren Ciganjur. Jakarta: 1986. Hlmn 26-27.
^Ensiklopedi tokoh kebudayaan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. 1995. ISBN978-979-9335-10-4.
^"Yang di-Pertuan Agong". web.archive.org. 2010-01-11. Archived from the original on 2008-09-30. Diakses tanggal 2023-01-31.Pemeliharaan CS1: Url tak layak (link)