Seiring perkembangan Distrik III Humbang, Humbang pun dibagi menjadi 2 (dua) distrik yang terpisah dari Distrik III Humbang. Pada 23 Mei 1987, yaitu HKBP Distrik XVI Humbang Habinsaran terbentuk yang terpisah dari Distrik III Humbang.
Bila diperhatikan secara saksama pada buku JAMBAR HATA karangan oleh marga Sihombing dan PUSTAHA BATAK Tarombo dohot Turiturian ni bangso Batak oleh W. M. Hutagalung sangat tampak jelas bahwa Humbang selalu dibedakan dengan Toba.
Walaupun dinyatakan tidak sama, tetapi berdasarkan sejarah budaya, adat-istiadat dan bahasa, Humbang berasal dari rumpun asal usul yang sama dengan suku Batak Toba. Hanya saja karena telah terpisah sekian lama, maka terbentuklah suatu komunitas berbeda yang sekarang disebut daerah Humbang.
BATAK SISAHUTA (Silindung_Samosir_Humbang_Toba) memiliki wilayah dan contoh marga yang berbeda pula yang disatukan dalam suku bangsa Batak.
Marga pada suku Batak di Humbang
Marga atau nama keluarga adalah bagian nama yang merupakan pertanda dari keluarga mana ia berasal.
Orang Batak selalu memiliki nama marga/keluarga. Nama / marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah (patrilinear) yang selanjutnya akan diteruskan kepada keturunannya secara terus menerus.
Dikatakan sebagai marga pada sukubangsaBatak di Humbang ialah marga-marga pada suku bangsa Batak yang berkampung halaman (marbona pasogit) di daerah Humbang. Sihombing yang mempunyai 4 (empat) orang putera dan marga, yaitu: Silaban, Lumban Toruan, Nababan, dan Hutasoit merupakan salah satu cotoh marga pada suku bangsa Batak di Humbang.
Kesimpulan
Humbang adalah bagian dari Tanah Batak yang wilayahnya meliputi Dolok Sanggul, Siborongborong, Lintongnihuta, Parlilitan, Pakkat, dan sekitarnya. Humbang bukanlah Toba. Karena 4 (empat) bagian Tanah Batak (Silindung_Samosir_Humbang_Toba) memiliki wilayah dan contoh marga yang berbeda. Sihombing yang mempunyai 4 (empat) orang putera dan marga, yaitu: Silaban, Lumban Toruan, Nababan, dan Hutasoit merupakan salah satu contoh marga di Humbang.
Catatan kaki (referensi dan sumber)
Laris Kaladius Sibagariang, seorang yang dituakan dan kepala adat di Hutaraja Sipoholon sebagai sumber lisan.
Ramlo R. Hutabarat, sebagai salah satu sumber tertulis dalam opininya pada Harian Sinar Indonesia Baru (SIB) edisi Jumat, 5 Januari 2007 yang berjudul Tapanuli, Dari Suatu Masa Pada Suatu Ketika
D. J. Gultom Raja Marpodang, sebagai salah satu sumber tertulis dalam bukunya yang berjudul Dalihan Natolu Nilai Budaya Suku Batak tentang Struktur Wilayah Pemerintahan Harajaon Batak
W. M. Hutagalung, sebagai bahan pertimbangan dalam bukunya yang bejudul PUSTAHA BATAK Tarombo dohot Turiturian ni Bangso Batak