Hubungan antara Indonesia dan Malaysia beberapa kali mengalami pasang surut. Sebagai dua negara yang bertetangga, bahkan sering disebut negara serumpun, potensi kerjasama maupun potensi konflik antar dua negara tersebut besar.
Hubungan kerjasama
Bidang pendidikan
Dalam bidang pendidikan, antara Indonesia dan Malaysia menjalin hubungan dengan mengadakan pertukaran pelajar setiap tahunnya.
Bidang ekonomi
Banyaknya investor-investor dari Malaysia yang berinvestasi di Indonesia telah membantu pemerintah Indonesia di dalam mengentaskan pengangguran. Investor dari Malaysia banyak menanamkan investasinya dalam industri perkebunan kelapa sawit. Hal ini tentu menguntungkan bagi kedua belah pihak. Selain itu, di Malaysia juga banyak di tempatkannya Tenaga Kerja dari Indonesia yang bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT), petugas medis, pekerja bangunan serta tenaga profesional lainnya.
2002: Hubungan antara Indonesia dan Malaysia juga sempat memburuk pada tahun 2002 ketika kepulauan Sipadan dan Ligitan diklaim oleh Malaysia sebagai wilayah mereka, dan berdasarkan keputusan Mahkamah Internasional (MI) di Den Haag, Belanda bahwa Sipadan dan Ligitan merupakan wilayah Malaysia. Sipadan dan Ligitan merupakan pulau kecil di perairan dekat kawasan pantai negara bagian Sabah dan Provinsi Kalimantan Utara, yang diklaim dua negara sehingga menimbulkan persengketaan yang berlangsung selama lebih dari tiga dekade. Sipadan dan Ligitan menjadi ganjalan kecil dalam hubungan sejak tahun 1969 ketika kedua negara mengajukan klaim atas kedua pulau itu. Kedua negara tahun 1997 sepakat untuk menyelesaikan sengketa wilayah itu di MI setelah gagal melakukan negosiasi bilateral. Kedua belah pihak menandatangani kesepakatan pada Mei 1997 untuk menyerahkan persengketaan itu kepada MI. MI diserahkan tanggung jawab untuk menyelesaikan sengketa dengan jiwa kemitraan. Kedua belah pihak juga sepakat untuk menerima keputusan pengadilan sebagai penyelesaian akhir sengketa tersebut.[butuh rujukan]
2005: Pada 2005 terjadi sengketa mengenai batas wilayah dan kepemilikan Ambalat. Namun pada akhirnya Ambalat diakui sebagai milik Indonesia. [butuh rujukan]
2007: Pada Oktober 2007 terjadi konflik akan kepemilikan lagu Rasa Sayang-Sayange dikarenakan lagu ini digunakan oleh departemen Pariwisata Malaysia untuk mempromosikan kepariwisataan Malaysia, yang dirilis sekitar Oktober 2007. Sementara Menteri Pariwisata Malaysia Adnan Tengku Mansor mengatakan bahwa lagu Rasa Sayange merupakan lagu Kepulauan Nusantara (Malay archipelago), GubernurMaluku Karel Albert Ralahalu bersikeras lagu "Rasa Sayange" adalah milik Indonesia, karena merupakan lagu rakyat yang telah membudaya di provinsi ini sejak leluhur, sehingga klaim Malaysia itu hanya mengada-ada. Gubernur berusaha untuk mengumpulkan bukti otentik bahwa lagu Rasa Sayange merupakan lagu rakyat Maluku, dan setelah bukti tersebut terkumpul, akan diberikan kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Menteri Pariwisata Malaysia Adnan Tengku Mansor menyatakan bahwa rakyat Indonesia tidak bisa membuktikan bahwa lagu Rasa Sayange merupakan lagu rakyat Indonesia.[butuh rujukan]
April 2011: Pada bulan April 2011 dua negara ini kembali digegerkan dengan kasus penangkapan nelayan Malaysia yang tertangkap tangan melanggar perbatasan oleh petugas Departemen Kelautan dan Perikanan Indonesia. [butuh rujukan]
April 2011: Pada bulan yang sama, masyarakat Indonesia dikagetkan dengan didirikannya Museum Kerinci di Malaysia. Gedung ini berdiri atas kerjasama Malaysia dengan Pemkab Kerinci, Indonesia. Kedua pihak berharap keberadaan museum akan mempererat hubungan Kerinci-Malaysia. Namun masyarakat Indonesia banyak yang menyayangkan pendirian museum ini.[1]
Oktober 2011: Pada Oktober 2011 Komisi I DPR RI menemukan adanya perubahan tapal batas negara di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat yaitu Camar Bulan & Tanjung Datu. Pemerintah Indonesia diminta untuk menginvestigasi masalah ini secara hati-hati.[2]