HNLMS Karel Doorman(R81) (bahasa Belanda: Hr.Ms. Karel Doorman (R81)) adalah sebuah kapal indukkelas Colossus milik Angkatan Laut Kerajaan Belanda. Sebelumnya kapal induk ini adalah kapal Britania Raya, HMS Venerable, sebelum kapal ini dijual ke Belanda pada tahun 1948 sebagai kapal induk serang ringan. Pada tahun 1960, kapal induk ini terlibat dalam konflik dekolonisasi di Nugini Barat dengan Indonesia. Pada pertengahan tahun 1960-an, perannya diubah menjadi kapal induk anti-kapal selam dan hanya mengangkut pesawat anti-kapal selam dan helikopter. Kebakaran di ruang mesin membuat kapal induk ini berhenti beroperasi pada tahun 1968. Kapal ini dijual ke Argentina pada tahun 1969 dan berganti nama menjadi ARA Veinticinco de Mayo.
Pelayaran
Karel Doorman, fregat Johan Maurits van Nassau, dan kapal penjelajah ringan Jacob van Heemskerck melakukan pelayaran ke Antillen Belanda pada tanggal 2 Januari 1950. Di atas kapal Karel Doorman juga ikut Pangeran Bernhard. Kapal-kapal tersebut kembali ke Belanda pada tanggal 4 Mei.[1]
Pada tahun 1954, selama pelayaran di Amerika Utara, kapal tersebut mengunjungi Montreal, Quebec, Kanada untuk tampil dalam suatu pertunjukan udara.[2]
Pada awal tahun 1959, kapal tersebut melakukan perjalanan ke Amerika Serikat (Newport, Rhode Island dan Fort Lauderdale, Florida), dan kemudian melanjutkan perjalanannya untuk mengunjungi Antillen lagi.
Pada tahun 1960, selama masa dekolonisasi Belanda dan rencana kemerdekaan Nugini Barat, wilayah yang juga diklaim oleh Indonesia, Karel Doorman berlayar bersama dua kapal perusak dan kapal tanker minyak yang dimodifikasi untuk "menunjukkan kehadiraanya". Untuk menghindari potensi adanya masalah dengan sekutu Indonesia, yakni Mesir di Terusan Suez, ia kemudian berlayar di sekitar Tanduk Afrika. Ia tiba di Fremantle, Australia, tempat di mana serikat pelaut setempat melakukan pemogokan sebagai bentuk simpati terhadap Indonesia; awak kapal menggunakan daya dorong baling-baling pesawat yang dirantai di dek untuk mendorong kapal induk ke dermaga tanpa kapal tunda. Selain wing udaranya, kapal ini mengangkut 12 pesawat tempur Hawker Hunter untuk memperkuat pertahanan pasukan Belanda, pesawat itu kemudian diserahkan saat kapal tiba di Hollandia, Nugini. Karel Doorman juga akan mengunjungi Yokohama, Jepang selama pelayarannya di Asia untuk merayakan ulang tahun ke-350 hubungan diplomatik Jepang-Belanda, tetapi karena protes dari Indonesia dan penduduk setempat, Jepang menarik undangannya.[3]
Setelah dilakukan perbaikan pada tahun 1964, Karel Doorman menghabiskan sisa kariernya dengan melakukan patroli anti-kapal selam untuk NATO di Atlantik utara, tidak lagi membawa pesawat serang atau pesawat tempur sebagai bagian dari wing udara regulernya. Karel Doorman juga secara rutin melakukan berbagai latihan di dekat Skotlandia selama kariernya.
Selama krisis pada tahun 1960, Indonesia mempersiapkan diri untuk aksi militer yang diberi nama Operasi Trikora. Untuk invasi, Angkatan Udara Indonesia (TNI-AU) berharap untuk menenggelamkan kapal induk ini dengan pesawat pengebom angkatan laut Tupolev Tu-16KS-1 Badger yang dipasok oleh Uni Soviet menggunakan rudal anti-kapal AS-1 Kennel / KS-1 Kometa (6 pesawat direncanakan untuk menyerang Karel Doorman). Misi serangan rudal yang diluncurkan oleh pembom ini dibatalkan karena gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda; hal ini menyebabkan penarikan pasukan Belanda dan administrasi penjaga perdamaian sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa diikuti dengan penyerahan Nugini Barat ke Indonesia.[4]
Galeri
Inspeksi dan parade di atas Karel Doorman, 1948
Pesawat TBM-3S2 mendarat di dek Karel Doorman, 1960