Artikel atau sebagian dari artikel ini mungkin diterjemahkan dari Nuclear holocaust di en.wikipedia.org. Isinya masih belum akurat, karena bagian yang diterjemahkan masih perlu diperhalus dan disempurnakan. Jika Anda menguasai bahasa aslinya, harap pertimbangkan untuk menelusuri referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini. Anda juga dapat ikut bergotong royong pada ProyekWiki Perbaikan Terjemahan.
(Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat. Lihat pula: panduan penerjemahan artikel)
Disamping penghancuran langsung kota-kota oleh ledakan nuklir, akibat potensial dari perang nuklir akan melibatkan angin ribut api, musim dingin nuklir, merebaknya penyakit radiasi dari penjatuhan, dan/atau kehilangan temporer teknologi modern karena gelombang elektromagnetik. Beberapa ilmuwan, seperti Alan Robock, berkesimpulan bahwa perang termonuklir akan mengakibatkan berakhirnya peradaban modern di Bumi, sebagian karena musim dingin nuklir yang berlangsung lama. Dalam satu model, suhu setelah perang termonuklir penuh jatuh selama beberapa tahun menjadi rata-rata 7 sampai 8 derajat Selsius .[1] Keakuratan model semacam itu sering kali menjadi bahan persengketaan partisan.
Studi awal era Perang Dingin menyatakan bahwa miliaran manusia akan kehilangan nyawan akibat dampak ledakan nuklir dan radiasi setelah perang termonuklir global.[2][3][4][5] Beberapa sarjana berpendapat bahwa perang nuklir akan secara tak langsung berkontribusi terhadap kepunahan manusia melalui efek sekunder, yang meliputi konsekuensi lingkungan hidup, pecahnya kemasyarakatan, dan runtuhnya ekonomi. Selain itu, mereka berpendapat bahwa balas membalas nuklir skala kecil antara India dan Pakistan yang melibatkan 100 senjata Hiroshima, akan menyebabkan musim dingin nuklir dan menewaskan lebih dari semiliar orang.[6]