Hak penyandang disabilitasPengertian Penyandang Disabilitas menurut Convention On The Rights of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas) yang telah disahkan dengan UU No 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On The Rights of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas), penyandang disabilitas termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama di mana ketika berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menghalangi partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya.[1] Sedangkan menurut UU No 8/2016, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.[2] Sehingga Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, penyandang disabilitas diakui sebagai bagian integral dari masyarakat yang tidak terpisahkan dari anggota masyarakat lainnya. Penyandang disabilitas mempunyai kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama sebagai warga negara. Penyandang disabilitas merupakan aset negara bidang Sumber Daya Manusia (SDM) yang mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri sebagaimana manusia lainnya. Kelebihan dan kekurangan yang dimiliki penyandang disabilitas dapat dikembangkan sesuai dengan talenta yang dibawa sejak lahir. Ragam DisabilitasMenurut UU Nomor 8 Tahun 2016, Ragam Disabilitas dibagi menjadi empat, yaitu: A. Penyandang Disabilitas Fisik
B. Penyandang Disabilitas Intelektual
C. Penyandang Disabilitas Mental
D. Penyandang Disabilitas Sensorik
Tingkatan Disabilitas
Pola Penanganan Penyandang Disabilitas di Dalam KeluargaPengasuhan yang baik bagi penyandang disabilitas adalah dengan cara:
Peranan Masyarakat Terhadap Penyandang Disabilitas BeratMasyarakat memiliki peran dan tanggung jawab terhadap pemenuhan hak-hak Penyandang Disabilitas Berat. Unsur masyarakat diharapkan dapat:
Peran PemerintahUNCRPD dan Regulasi/Peraturan terkait yang Mendukung Pemberian Sistem Perlindungan Sosial yang Inklusif. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau yang dikenal dengan UN Convention of Rights of People with Disability (UNCRPD), yang diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 2011 menetapkan bahwa individu penyandang disabilitas memiliki hak untuk mengakses perlindungan sosial tanpa diskiriminasi. Secara khusus, konvensi tersebut menyatakan bahwa sistem perlindungan sosial harus memastikan standar hidup yang layak dan perlindungan dari kemiskinan, membantu mengurangi beban pengeluaran terkait kondisi disabilitas individu dan memastikan akses yang layak serta layanan yang terjangkau, alat bantu atau bantuan lain untuk kebutuhan terkait kondisi disabilitas seseorang memberikan dukungan kepada anak penyandang disabilitas dan keluarganya, dengan perhatian yang spesifik kepada perempuan dengan disabilitas memastikan inklusivitas dan partisipasi dan individu penyandang disabilitas. Sejalan dengan prinsip-prinsip tersebut di atas, Undang-Undang (UU) no. 8 tahun 2016 mengenai Penyandang Disabilitas telah memberikan kerangka hukum agar sistem perlindungan sosial yang komprehensif bagi penyandang disabilitas dalam beberapa pasal yang ada; misalnya terkait kesejahteraan sosial (pasal 17 dan 90-96), artikel terkait hidup secara mandiri dan keterlibatan dalam masyarakat (pasal 23), konsesi (pasal 114-116), perempuan dan anak (Pasal 5 dan 126), adalah beberapa pasal yang terkait dalam UU tersebut. UU no.8 tahun 2016 juga mendorong agar UU No. 40 Tahun 2004 mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional/SJSN, dan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. 20 tahun 2006 mengenai Petunjuk Penyaluran dan Pencairan Dana Jaminan Sosial Penyandang Cacat bagi Penyandang Cacat Berat dan Jaminan Sosial Lanjut Usia bagi Lanjut Usia Terlantar, dapat memberikan perlindungan sosial yang komprehensif bagi penyandang disabilitas.[2] Peran InternasionalBukti-Bukti Internasional dari Negara-Negara yang Melaksanakan Sistem Perlindungan Sosial secara Komprehensif . Menurut laporan ILO tahun 2015 ILO World Report on Social Protection, 60 negara secara global telah melaksanakan kombinasi dari manfaat disabilitas melalui skema kontribusi dan non-kontribusi. Beberapa tahun terakhir, banyak negara yang mulai menyadari bahwa skema bantuan sosial bagi masyarakat miskin seharusnya dapat lebih responsif terhadap penyandang disabilitas, seperti Indonesia, Zambia dan Filipina. Negara-negara berpendapatan rendah dan menengah lainnya seperti Georgia, Afrika Selatan, Bangladesh, Kenya dan Fiji juga mulai mengembangkan bantuan/tunjangan spesifik bagi penyandang disabilitas melalui skema non-kontribusi. Nepal dan Vietnam sebagai contoh juga memberikan sistem perlindungan sosial yang cukup komprehensif bagi penyandang disabilitas, dengan mengkombinasikan skema disabilitas melalui jaminan sosial; non-kontribusi dan bantuan disabilitas tanpa syarat bagi anak dan individu disabilitas dewasa, serta secara paralel juga terus mengembangkan konsesi yang bermanfaat seperti untuk pendidikan, layanan transportasi, dan kesehatan secara gratis.[3] Hak-Hak Penyandang DisabilitasSecara global, sekitar 15 persen (1 milyar jiwa) mengalami/memiliki kondisi disabilitas dimana prevalansi di negara – negara berkembang pada umumnya lebih tinggi. Penyandang disabilitas memiliki risiko yang lebih tinggi dan mengalami keterbatasan kesempatan untuk mengakses fasilitas pendidikan, kesehatan, nutrisi, kemungkinan kesempatan bekerja yang lebih sedikit daripada mereka yang tidak memiliki disabilitas serta pada umumnya berada pada tingkat kemiskinan yang lebih tinggi.[4] Data nasional Survei Sosial-Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2019 menunjukkan bahwa jumlah penyandang disabilitas di Indonesia adalah sekitar 9 persen (23,3 juta jiwa). Penyandang disabilitas di Indonesia juga masih memiliki tantangan untuk mengakses beberapa layanan dasar seperti akta kelahiran, pendidikan, kesehatan termasuk jaminan kesehatan, dan kesulitan untuk memasuki pasar kerja dan lapangan kerja.[5] Di beberapa tempat, penyandang disabilitas masih banyak yang berada dalam kondisi ditelantarkan, ditinggalkan, diskriminasi, atau bahkan banyak yang mengalami perlakuan salah lainnya seperti kekerasan seksual dan eksploitasi karena kedisabilitasan yang dimilikinya. Para penyandang disabilitas kerap menghadapi berbagai bentuk pengucilan dan hal itu mempengaruhi mereka dalam berbagai tindakan tergantung dari jenis disabilitas yang mereka alami, dimana mereka tinggal dan budaya yang berlaku di tempat tersebut [6] Pemerintah di beberapa negara mencoba memperjuangkan hak-hak para penyandang disabilitas dengan bersama-bersama menetapkan Konvensi Hak Penyandang Disabilitas (KHPD)/Convention on the Rights of Persons with Dissabilities (CRPD). Konvensi ini dibuat agar para penyandang disabilitas bisa menikmati hak-hak mereka tanpa diskriminasi apa pun. Selain itu, konvensi ini juga menegaskan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak yang sama seperti warga negara di Indonesia, hak-hak penyandang disabilitas diatur di dalam UU No. 8 Tahun 2016 yang meliputi:
Referensi
|