Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Festival Hantu

Festival Hantu di Bangka, diakhiri dengan membakar boneka kertas Dashiye.
Foto bangunan dari pohon pinang yang akan dipanjat oleh para pemanjat untuk meramaikan Festival Cioko

Festival Cioko (Hanzi: 鬼節; pinyin: guǐ jié; lit. sembahyang arwah umum), atau disebut juga Festival Hantu Kelaparan, adalah sebuah tradisi perayaan dalam kebudayaan Tionghoa.[1] Festival ini juga sering disebut Festival Tionggoan (Hanzi: 中元, pinyin: zhong yuan). Orang Hakka menamakannya Chiong Si Ku[2] yang jatuh pada pertengahan bulan ke-7 (Bahasa Hakka=chhit-ngie̍t-pan).[3] Ritual ini sering dikaitkan dengan hari raya Taoisme Zhongyuan dan juga Buddhisme Ulambana.[4]

Perayaan ini jatuh pada tanggal 15 bulan 7 penanggalan Tionghoa. Bulan ke-7 Imlek juga dikenal sebagai Bulan Hantu (Chinese ghost month) di mana ada kepercayaan bahwa dalam kurun waktu satu bulan ini, pintu alam baka terbuka dan hantu-hantu di dalamnya dapat bersuka ria berpesiar ke alam manusia. Demikian halnya sehingga pada pertengahan bulan 7 diadakan perayaan dan sembahyang sebagai penghormatan kepada hantu-hantu tersebut. Tradisi ini sebenarnya merupakan produk masyarakat agraris pada zaman dahulu yang bermula dari penghormatan kepada leluhur serta dewa-dewa supaya panen yang biasanya jatuh di musim gugur dapat terberkati dan berlimpah. Adanya pengaruh Buddhisme memunculkan kepercayaan mengenai hantu-hantu kelaparan (makhluk Preta) yang perlu dijamu pada masa kehadiran mereka di dunia manusia.

Di dalam Buddhisme, tradisi ini disebut sebagai Ulambana yang juga dirayakan dan eksis dalam kebudayaan Jepang, Vietnam dan Korea. Namun, Ulambana tidak dapat diartikan langsung sebagai Festival Hantu dan sebaliknya juga. Terlepas dari semua mitologi religius di atas, hikmah dari perayaan ini sebenarnya adalah penghormatan kepada leluhur dan penjamuan fakir miskin. Pada hari itu diadakan pembacaan parita dan pesembahan untuk roh-roh gentayangan yang tidak berkeluarga atau yang ditelantarkan oleh keluarganya. Sebab itu, perayaan ini secara umum dikenal dengan nama Sembahyang Rebutan (Cioko).[4] Setelah perayaan selesai, barang-barang persembahan (makanan yang dipersembahkan) diberikan kepada fakir miskin.

Tanggal

Tahun Tanggal Masehi
2551 14 Agustus 2000
2552 2 September 2001
2553 23 Agustus 2002
2554 12 Agustus 2003
2555 30 Agustus 2004
2556 19 Agustus 2005
2557 8 Agustus 2006
2558 27 Agustus 2007
2559 15 Agustus 2008
2560 3 September 2009
Tahun Tanggal Masehi
2561 24 Agustus 2010
2562 14 Agustus 2011
2563 31 Agustus 2012
2564 20 Agustus 2013
2565 10 Agustus 2014
2566 28 Agustus 2015
2567 17 Agustus 2016
2568 5 September 2017
2569 25 Agustus 2018
2570 15 Agustus 2019

Lihat pula

Referensi

  1. ^ (Inggris)Cioko festival appeases the poor, hungry spirits[pranala nonaktif permanen], The Jakarta Post. Akses:01-09-2012
  2. ^ (Indonesia)Sembahyang Kubur dan Rampas Masih Sporadis, m.equator-news.com. Akses:01-09-2012
  3. ^ (Indonesia)Shen Mu Miau Siap Gelar Sembahyang Rebut, Bangkapos. Akses:01-09-2012
  4. ^ a b Bidang Litbang PTITD/ Matrisia Jawa Tengah. Juli 2007. "Pengetahuan Umum Tentang Tri Dharma", Edisi Pertama. Semarang: Benih Bersemi.

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya