Mayor JenderalTNI (Purn) Ernst Julius Magenda (10 Februari 1919 – 15 Oktober 1972) lahir dari seorang Ayah bernama Frans Magenda, keturunan Raja di Talaud dan seorang Ibu berdarah Eropa yang bernama Dorcas Junginger.
E.J. Magenda nama yang dikenal dalam tubuh internal TNI dan dunia Intelijen, BAIS (Badan Intelijen Strategis) yang didirikannya bersama rekan-rekan seperjuangannya. Magenda cukup sering muncul dalam kesaksian banyak tokoh pejuang kemerdekaan bahkan sampai pemberantasan sisa-sisa PKI.
Magenda sendiri cukup dikenal di Jawa Timur seperti daerah Bondowoso dan di Malang. Sampai hari ini, nama E.J. Magenda menjadi nama Komplek Stadion di Bondowso dan nama jalan di daerah Malang.
Masa muda
Pada umur 9 bulan, E.J. Magenda dan kakaknya Rosemarie Magenda (yang sekitar berumur 3 tahun) dibawa ke Pati, Jawa dan dibesarkan disana oleh bibinya Victorie Magenda (adik Frans Magenda) yang menikah dengan Dr Umar (Cilacap), lalu diangkat anak oleh mereka.
Kisah menarik semasa sekolah E.J. Magenda salah satunya adalah ketika E.J. Magenda pernah diskors oleh sekolah karena tidak mau menyanyikan lagu untuk Ratu Belanda yang berulang tahun dihari tersebut.
Puncaknya, E.J. Magenda akhirnya dikeluarkan dari sekolah tersebut karena kembali tidak mau menyanyikan lagu kebangsaan Belanda.
Peristiwa penting
EJ Magenda juga pernah mengambil bagian dan muncul pada kejadian-kejadian penting dalam dunia militer dan dunia politik Indonesia seperti;
Komandan Sub Sektor I, Sektor Timur, Brigade 18, Divisi I - Pasukan Ekspedisi Negara Indonesia Timur di Bone - sekitar tahun 1950
Komandan Batalion MAGENDA untuk penumpasan Pemberontakan Andi Aziz dan RMS didaerah Maluku Selatan - sekitar April 1950
Mempimpin pasukan Team Tempur dalam perlawanan dengan PRRI Sumatera Barat dan Riau Daratan - sekitar tahun 1958
Pengawas dan Pengendali BKSM (Badan Kerja Sama antar Militer) dalam setiap kegiatan FNPIB (Front Nasional Pembebasan Irian Barat) - sekitar tahun 1957-1958
Misi Perebutan Irian Barat (sekarang Papua Barat). MayJen Ahmad Yani memberi tugas khusus kepada Magenda dan tugas tersebut dikenal dengan nama sandi Operasi A, B dan C.
Operasi A - operasi yang punya tujuan untuk mengumpulkan keterangan militer dan membangkitkan semangat perlawanan rakyat Irian Barat serta membentuk kantong-kantong gerilya
Operasi B - operasi yang punya tujuan untuk mempersiapkan satuan militer dan bekerjasama dengan Badan Kerjasama Sipil Khusus (BKSK) membentuk kader putera daerah asal Irian Barat yang akan dilatih sebagai infiltran.
Operasi C - melakukan diplomasi luar negeri untuk memperkuat kedudukan RI di forum internasional
Komandan Operasi Saptamarga III (Pasukan Khusus Detasemen "M") di kepulauan Sangir Talaud, Utara Sulawesi (dalam penumpasan Permesta) - sekitar tahun 1958-1959
Memimpin pasukan APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) yang berjuang bersama rakyat menduduki wilayah Sangir-Talaud dan kemudian di daerah Minahasa - sekitar tahun 1959
Ketua BKS (Badan Kerja Sama) antar para Pengusaha. Pengangkatan dilakukan oleh Kasad Letnan Jenderal AH Nasution yang pada saat itu selaku ketua FNPIB. Magenda dilantik bersamaan dengan Letnan Kolonel Soehardi yang juga dilantik sebagai Ketua BKS'45 - sekitar tahun 1958 - 1962
Anggota MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) Republik Indonesia - sekitar tahun 1960
Wakil Direktur kemudian diangkat menjadi Direktur Intelijen Angkatan Darat - sekitar tahun 1961
Ketua G-1 KOTI Pemibar (Gabungan 1 -Intelijen- Komando Operasi Tertinggi Pembebasan Irian Barat) - pengangkatan dilakukan oleh Presiden Ir Soekarno pada 14 Desember 1961 pada acara Sidang Dewan Pertahanan Nasional
Kepala SAB (Staf Angkatan Bersenjata)
Mendirikan PusIntelStrat (Pusat Intelijen Strategis) dan kemudian badan tersebut diketuai oleh LB Moerdani
"Critical Time" di masa-masa PKI merencanakan sampai melakukan GesTaPu - sekitar 1960 - 1966
Penugasan khusus dan langsung dari Presiden Soekarno pada Magenda untuk melakukan penyelidikan mengenai coup 19 ke Washington dan New York.
Pada Agustus 1965 (1 Bulan menjelang GesTaPu), Magenda mengumpulkan semua jajaran di G1 KOTI (Tebet, Jakarta Selatan) untuk membahas mengenai 'surat gelap' yang menyebutkan tentang "Limited Attack" yang akan terjadi dalam waktu dekat. Saat itu jajaran-jajaran tersebut adalah ;
Aparat Intelijen Bea Cukai
Aparat Intelijen Kepolisian
Aparat Intelijen TNI Angkatan Darat
Aparat Intelijen TNI Angkatan Laut
Aparat Intelijen TNI Angkatan Udara
Aparat Intelijen Kejaksaan Agung
Pada malam 30 September 1965, sekitar pukul 10 malam, Magenda sudah bertemu dengan AH Nasution untuk membahas kemungkinan adanya coup dari PKI dalam waktu sangat singkat ke depan.
Direktur Intelijen HanKam (berdasarkan Surat Keputusan Menteri/Panglima Angkatan Darat) - mulai menjabat pada 31 Agustus 1966
Penghargaan
Selama hidupnya, E.J. Magenda telah mendapatkan beberapa penghargaan, antara lain:
E.J. Magenda mengajukan untuk pensiun pertama kali pada tahun 1968. Namun beliau dipanggil kembali oleh negara untuk penugasan tugas khusus dan beliau menyanggupinya.
Lalu pada tahun 1970, E.J. Magenda kembali mengajukan pensiunnya yang kedua kali dengan alasan ingin kembali kepada masyarakat. Beliau mengungkapkan bahwa ingin melanjutkan melakukan kegiatan yang digemarinya yaitu berkebun dan bertani. Kali ini negara menerima permintaan pensiunnya secara penuh.
Dan E.J. Magenda hanya menikmati masa pensiunnya selama kurang lebih selama 1 tahun karena beliau meninggal dunia pada tahun berikutnya yaitu tahun 1972.
Kematian
E.J. Magenda menghembuskan nafas terakhirnya (umur 53 tahun) di kediamannya di Jalan Lembang, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, pada 15 Oktober 1972 di pagi hari dan dimakamkan sore harinya dengan penuh hormat oleh negara di Taman Makam Pahlawan Kalibata.