Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Dewan pastoral


Dewan pastoral (bahasa Latin: consilium pastorale) merupakan himpunan atau badan konsultatif dalam paroki dan keuskupan Gereja Katolik Roma, yang fungsinya adalah memberikan saran mengenai hal-hal pastoral kepada uskup diosesan atau pastor (imam) paroki. Dewan pastoral didirikan oleh uskup diosesan, dengan pastor (kepala) paroki sebagai ketuanya.

Tujuan utama dibentuknya suatu dewan pastoral keuskupan adalah penelitian, refleksi, dan meraih kesimpulan mengenai hal-hal pastoral untuk diusulkan kepada sang uskup. Sedangkan dewan pastoral paroki, sering kali disingkat menjadi "dewan paroki" saja, melakukan hal yang sama bagi pastor paroki.

Cakupan

Para imam dan uskup dapat berkonsultasi dengan dewan pada tingkatan masing-masing mengenai hal-hal praktis. Pada tingkat keuskupan, hal ini dapat berupa "upaya kerasulan, katekese, dan misioner dalam keuskupan tersebut, berkenaan dengan kemajuan pembinaan doktrinal dan kehidupan sakramental umat beriman; seputar kegiatan pastoral untuk membantu para imam dalam berbagai bidang teritorial dan sosial di keuskupan tersebut; seputar opini publik mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Gereja karena cenderung lebih perlu dibina pada masa sekarang; dan lain-lain" ("Surat Edaran tentang 'Dewan Pastoral'" (Omnes Christifideles) no.9, Kongregasi bagi Para Imam, 1973).[1]

Sumber dari Vatikan II

Konsep dewan pastoral pertama kali diungkapkan pada Dekret tentang Jabatan Pastoral Para Uskup (Christus Dominus, p. 27), sebuah dokumen Konsili Vatikan II tahun 1965. Dekret tersebut menganjurkan agar para uskup membentuk dewan pastoral keuskupan dengan suatu tujuan rangkap tiga. Tujuan yang dimaksud adalah meneliti masalah-masalah pastoral, merenungkan atau merefleksikannya, dan merumuskan kesimpulan yang dapat diusulkan oleh dewan tersebut kepada sang uskup.

Enam dokumen resmi lainnya dari Gereja mendefinisikan dewan pastoral keuskupan dengan cara rangkap tiga ini:

  • Paus Paulus VI (1966), "Ecclesiae Sanctae I", no.16
  • Sinode Para Uskup (1971); "Imamat Pelayanan"; artikel 2, II, bab 3
  • "Petunjuk tentang Pelayanan Pastoral Para Uskup"; no.204; 1973
  • Kongregasi bagi Para Imam (1973), "Surat Edaran tentang 'Dewan Pastoral'", no.9
  • Kongregasi bagi Para Imam (2002), "Imam, Pastoral dan Pemimpin - Instruksi", p. 26
  • Kongregasi bagi Para Uskup (2004), "Apostolorum successores - Petunjuk", p. 184

Dalam suatu pidato pada tahun 1988 kepada para uskup Chili, Kardinal Joseph Ratzinger berbicara tentang Vatikan II sebagai satu "dewan pastoral" dengan suatu tekad sederhana, dan bukan sebagai suatu "perpecahan dengan tradisi" sebagaimana digambarkan oleh Marcel Lefebvre.[2]

Hukum kanon

Kanon 511 dalam Kitab Hukum Kanonik 1983 berbicara tentang dewan pastoral 'diosesan': "Di setiap keuskupan, sejauh keadaan pastoral menganjurkannya, suatu dewan pastoral perlu dibentuk yang mana di bawah kewenangan uskup bertugas meneliti, mempertimbangkan, dan mengajukan kesimpulan praktis mengenai hal-hal tersebut."[3] Hal ini mencerminkan tujuan rangkap tiga dari dewan pastoral sebagaimana dijelaskan sebelumnya dalam dokumen Vatikan II Christus Dominus paragraf 27.

Kan. 536 dari KHK 1983 mengatur tentang dewan pastoral paroki. Disebutkan bahwa:[4]

§1. Jika uskup diosesan menilainya baik setelah mendengarkan dewan imam, suatu dewan pastoral perlu dibentuk di setiap paroki, di mana pastor paroki menjadi ketuanya dan kaum beriman Kristiani, bersama dengan mereka yang mengambil bagian dalam pelayanan pastoral berdasarkan jabatannya di paroki, membantu dalam pengembangan kegiatan pastoral.
§2. Dewan pastoral memiliki suara konsultatif saja dan diatur oleh norma-norma yang ditetapkan oleh uskup diosesan.

Sebagai akibatnya, pembentukan dewan pastoral paroki tergantung pada penilaian uskup diosesan, setelah berkonsultasi dengan dewan imamnya. Apabila ia menilainya tepat, suatu dewan pastoral didirikan di setiap paroki dalam wilayah keuskupannya.

Dokumen yang lebih baru

Tujuan dari dewan pastoral paroki, sebagaimana disebutkan dalam Kanon 536, adalah mengembangkan kegiatan pastoral dalam paroki tersebut. Karena pastor paroki adalah gembala yang tepat bagi parokinya, berarti dewan pastoralnya memiliki suara konsultatif saja. Bahkan Instruksi mengenai Pertanyaan Tertentu Berkenaan dengan Kerjasama Kaum Beriman Tak-Tertahbis dalam Pelayanan Suci Imam tahun 1997 menyatakan bahwa: "Adalah Pastor Paroki yang memimpin dewan paroki. Maka harus dipandang tidak sah, dan karenanya batal dan tidak berlaku, setiap pertimbangan (atau keputusan yang diambil) oleh suatu dewan paroki yang mana belum dipimpin oleh Pastor Paroki atau disusun bertentangan dengan keinginannya" (Pasal 5, § 3).[5]

Menurut Imam, Pastor dan Pemimpin Komunitas Paroki, suatu instruksi dari Kongregasi bagi Para Imam tahun 2002, "Tugas dasar dewan tersebut adalah melayani, pada tingkat kelembagaan, kerjasama yang teratur dari umat beriman dalam pengembangan kegiatan pastoral yang tepat untuk para imam. Dewan pastoral karenanya adalah suatu organ konsultatif yang mana umat beriman mengungkapkan tanggung jawab pembaptisan mereka, dapat membantu pastor paroki yang memimpin dewan tersebut, dengan menawarkan nasihat mereka tentang hal-hal pastoral. Kaum beriman awam seharusnya semakin yakin akan makna khusus bahwa komitmen mereka pada kerasulan dilakukan dalam paroki mereka; karenanya perlu untuk memiliki suatu apresiasi yang lebih meyakinkan, luas dan jelas bagi 'Dewan Pastoral Paroki'. Ada alasan-alasan yang jelas untuk itu: Dalam keadaan sekarang ini umat awam memiliki kemampuan untuk melakukan sangat banyak dan, karenanya, harus melakukan sangat banyak ke arah pertumbuhan suatu persekutuan gerejawi yang otentik di paroki-paroki mereka untuk membangkitkan kembali semangat misioner terhadap mereka yang belum beriman dan umat beriman yang telah meninggalkan iman mereka atau lalai dalam menjalani kehidupan Kristiani".[6]:26

"Semua umat beriman memiliki hak, bahkan terkadang tugas, untuk membuat pendapat mereka dikenal pada hal-hal mengenai kebaikan Gereja. Ini dapat terjadi melalui lembaga-lembaga yang telah dibentuk untuk memfasilitasi tujuan itu: [...] dewan pastoral dapat menjadi pertolongan yang paling bermanfaat... memberikan usulan dan saran mengenai prakarsa kerasulan, katekese, dan misioner [...] maupun dalam memajukan pembentukan doktrinal dan kehidupan sakramental kaum beriman; dalam bantuan yang akan diberikan pada karya pastoral para imam dalam berbagai situasi sosial dan teritorial; dalam bagaimana dapat lebih baik mempengaruhi pandangan masyarakat, dan lain-lain. Dewan pastoral harus dilihat dalam kaitannya dengan konteks hubungan pelayanan yang saling menguntungkan yang terjalin antara seorang pastor paroki dan umatnya. Oleh karena itu tidaklah masuk akal jika menganggap dewan pastoral sebagai suatu organ yang menggantikan pastor paroki dalam kepemimpinannya atas paroki tersebut, atau sebagai sesuatu yang, berdasar pada suara mayoritas, secara substansial membatasi pastor paroki dalam mengarahkan parokinya."[6]:26

Referensi

  1. ^ (Inggris) Congregation for the Clergy (1973), Omnes Christifideles, www.pastoralcouncils.com 
  2. ^ (Inggris) "Cardinal Ratzinger's address to bishops of Chile". Una Voce America. 13 July 1988. 
  3. ^ (Inggris) "Chapter V. The Pastoral Council", Code of Canon Law, Libreria Editrice Vaticana 
  4. ^ (Inggris) "Chapter VI. Parishes, Pastors, and Parochial Vicars", Code of Canon Law, Libreria Editrice Vaticana 
  5. ^ (Inggris) Congregation for the Clergy and seven other dicasteries (1997), On Certain Questions Regarding the Collaboration of the Non-Ordained Faithful in the Sacred Ministry of the Priest - Instruction, Holy See 
  6. ^ a b Congregation for the Clergy (2002), The Priest, Pastor and Leader of the Parish Community - Instruction, Holy See 

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya