Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
Tambahkan pranala wiki. Bila dirasa perlu, buatlah pautan ke artikel wiki lainnya dengan cara menambahkan "[[" dan "]]" pada kata yang bersangkutan (lihat WP:LINK untuk keterangan lebih lanjut). Mohon jangan memasang pranala pada kata yang sudah diketahui secara umum oleh para pembaca, seperti profesi, istilah geografi umum, dan perkakas sehari-hari.
Sunting bagian pembuka. Buat atau kembangkan bagian pembuka dari artikel ini.
Forum Koordinasi Kelompok Tani Dayak Misik Se-Kalimantan Tengah (FKKTDM-KT) atau biasa disebut Dayak Misik adalah sebuah gerakan kelompok tani yang bertujuan untuk membela masyarakat adat Dayak yang bekerja sebagai petani ladang perpindah di seluruh pedesaan dan pedalaman atau berbagai profesi lainnya di seluruh desa di Kalimantan Tengah agar bersama-sama berupaya menolong diri sendiri dalam menggapai keadilan, meraih kesejahteraan, mempertahankan harkat dan martabat.[1] Dayak Misik dideklarasikan di Desa Tumbang Anoi, Kabupaten Gunung Mas pada 3 Oktober 2014.[2]
Pendirian Kelompok Tani Dayak Misik Kalimantan Tengah dilatarbelakangi oleh keprihatinan bahwa tanah sebagai harta yang sangat berharga bagi petani masyarakat adat Dayak yang lahir, hidup, mengusahakan dan bertempat tinggal di tanah adat tidak mendapat pengakuan dan perlindungan oleh hukum dan negara sebagai hak yang sah. Hal ini diperlihatkan dengan banyaknya fakta dan atau kejadian bahwa tanah adat tersebut dengan mudah dapat diambil alih pihak lain. Hal ini sangat tidak adil karena faktanya warga transmigrasi yang belum sampai kelokasi saja, sudah disiapkan dan mendapat fasilitas berupa tanah pekarangan, lahan usaha I dan lahan usaha II mendapat pengakuan, penghargaan dan perlindungan hukum dengan mendapat sertifikat hak atas tanah dari Badan Pertanahan Nasional. Fakta terkini memperlihatkan bahwa tanah adat Masyarakat Dayak sudah semakin sempit dan terancam habis diambil alih pihak lain dengan mudah. Pengambilalihan tanah adat Masyarakat Dayak oleh pihak lain semakin tidak terkendali dengan mengatasnamakan pembangunan dalam bentuk kehadiran investasi/investor (HPH, PBS, Tambang), serta proyek transmigrasi.[3]