Dalam biologi, organisme menjalani daur hidup (life cycle), suatu proses yang menandai perkembangan suatu organisme sejak memulai hidupnya di bumi sampai bereproduksi untuk mempertahankan keberadaan jenisnya. Proses tersebut merupakan suatu perputaran (daur atau siklus) karena akan kembali pada titik awal mulanya. Dalam daur hidup terlihat perubahan bentuk luar (morfologi) yang menandai fase perkembangan suatu individu[1].
Sebagai misal, daur hidup manusia dimulai dari zigot di dalam rahim, lalu dilahirkan, kemudian mengalami perkembangan dari bayi, anak-anak, remaja, hingga dewasa. Tahap dewasa adalah tahap ketika individu siap secara biologis untuk bereproduksi. Namun, daur hidup tidak selalu sederhana. Perubahan pada aspek morfologi yang sangat nyata dan genetik sering dijumpai pada kelompok organisme tertentu, yang sering kali diikuti dengan kebutuhan lingkungan hidup yang jauh berbeda. Daur hidup berbagai hewan parasit dapat menjadi contohnya. Metamorfosis pada serangga merupakan daur hidup yang menunjukkan perubahan bentuk luar dan lingkungan hidup. Pergiliran keturunan pada tumbuhan, alga, dan cendawan merupakan daur hidup yang disertai dengan perubahan morfologi, bilangan genom, dan (kadang-kadan) lingkungan hidup.
Daur hidup cendawan
Pada cendawan, dikenal fase hidup seksual dan aseksual. Pada kedua fase cendawan dapat melakukan reproduksi, baik secara vegetatif (pemisahan berkas hifa) maupun dengan membentuk spora. Spora biasa dinamakan sesuai dengan organ khusus (sporangium) yang membentuknya.
Fase seksual ditandai dengan adanya penggabungan dua tipe hifa sebelum terbentuk sporangium. Organ pembawa spora seksual untuk fase ini adalah askus dan basidium. Fase aseksual menghasilkan organ penghasil spora yang namanya berbeda-beda tergantung bentuk dan penyebab munculnya. Konidium, klamidium, dan piknidium merupakan organ penghasil spora aseksual.
Pada masa sebelum ditemukannya analisis menggunakan DNA, daur hidup cendawan menimbulkan banyak teka-teki bagi para ahli bidang tersebut. Telah diketahui bahwa satu jenis cendawan yang sama dapat menjalani dua fase hidup dalam wujud fisik yang jauh berbeda sehingga menimbulkan dualisme penamaan dalam klasifikasinya. Cendawan dalam wujud fisik ketika menjalani hidup seksual berada pada bentuk teleomorf, dan ketika menjalani hidup aseksual berada pada bentuk anamorf. Kedua fase ini dapat memiliki nama binomial sendiri-sendiri. Bila kedua fase hidup itu telah dikenal dan diinginkan memberi nama tunggal, maka dikenal nama holomorf. Dualisme ini masih diinginkan dipertahankan karena pada cendawan parasit/ pengganggu sering ditemukan hanya salah satu fase hidup saja yang berperan secara ekonomi/ekologi.
Referensi
- ^ M.Si, Dr Suharno; M.Kes, Dr Dirk Y. P. Runtuboi; Sujarta, Puguh (2023-07-26). Buku Ajar Pengantar Bioremediasi. Deepublish. ISBN 978-623-09-4483-3.
Pranala luar
|
---|
Umum | |
---|
Perpustakaan nasional | |
---|
Lain-lain | |
---|