Damianus Nam Myong-hyokDamianus Nam Myeong-Hyeok adalah salah satu martir Katolik Korea. Damianus Nam Myong-hyok lahir pada tahun 1802 dalam sebuah keluarga bangsawan. Ia mengenal iman Kristiani pada usia 30 tahun dan dibaptis oleh Pasifikus Yu Pang-je, seorang imam dari Tiongkok yang diutus ke Korea oleh Uskup Beijing. Pasifikus Yu Pang-je adalah imam kedua yang bertugas di Korea. Ia tiba di Korea pada bulan Januari 1834 dan menjadi satu-satunya imam yang bertugas di semenanjung Korea setelah Beato Yakobus Zhou Wen-mo, Imam pertama yang diutus ke Korea, tewas menjadi martir pada tahun 1801. Damianus menjadi seorang katekis dan mengajar banyak orang di rumahnya. Dia juga berkarya merawat para tetangganya dan orang-orang sakit. Diketahui ia selalu berusaha membaptis anak-anak dari keluarga pagan yang berada dalam bahaya kematian (Baptisan Darurat). Orang-orang menghormatinya. Suatu hari, seseorang bertanya kepadanya tentang nama panggilan yang ia inginkan dalam kehidupan kekal. Damianus berkata, “Saya ingin dipanggil Damianus Nam, martir dan anggota Serikat Skapulir Suci.” Diawal tahun 1839, penganiayaan atas umat Katolik di Korea dimulai. Pada malam hari tanggal 7 April 1839, polisi menangkap umat Katolik yang berada di sebuah penginapan. Diantara mereka yang ditangkap terdapat seorang wanita yang suaminya masih seorang katekumen, dan tahu banyak tentang umat Katolik diwilayah itu. Mendengar tentang penangkapan istrinya, orang itu bergegas ke kantor polisi dan meminta istrinya untuk murtad supaya bisa dibebaskan. Namun sang istri dengan tegas menolak untuk menyangkal imannya. Suaminya menjadi marah lalu membeberkan kepada polisi semua informasi yang ia ketahui tentang 53 orang umat Katolik di wilayah itu, termasuk katekis Agustinus Yi Kwang-hon dan Damianus Nam. Berbekal informasi ini, polisi kembali melakukan penangkapan dihari berikutnya. Tanggal 8 April 1839 Damianus Nam myong-hyok dan Agustinus Yi Kwang-hon ditangkap bersama dengan keluarga mereka. Jubah, mitra dan buku brevir milik Uskup Joseph Imbert (Santo Laurent-Joseph-Marius Imbert, MEP), yang disimpan oleh Damianus jatuh ke tangan para penangkapnya. Damianus diinterogasi dengan kejam karena barang-barang milik Uskup Imbert. Demi melindungi uskup misionaris dari Perancis itu, Damianus mengatakan bahwa barang-barang itu adalah milik Pastor Yakobus Zhou Wen-mo yang telah menjadi martir pada tahun 1801. Kepala polisi sebenarnya mengetahui bahwa Damianus berbohong, namun ia berpura-pura percaya pada apa yang dikatakannya demi menghindari masalah besar yang akan terjadi apabila ia menangkap orang asing. Kepala polisi lalu menginterogasi Damianus dengan lebih kejam. “Kamu memberi keterangan palsu!”. Teriaknya pada Damianus. “Jubah dan mitra uskup ini masih baru. Bagaimana mungkin benda-benda ini menjadi milik seorang yang sudah meninggal 40 tahun yang lalu?”. Karena Damianus menolak menyangkal imannya dan tetap tidak mau memberitahukan nama-nama umat Katolik lainnya, dia kembali disiksa dengan kejam. Sekujur tubuhnya dipukuli hingga tulang-tulang nya patah dan ia tidak sadarkan diri selama empat hari. Namun, syukur kepada Allah, kesadarannya pulih kembali. Setelah melalui persidangan, Damianus dijatuhi hukuman mati. Ia sempat menulis sepucuk surat bagi istrinya menjelang pelaksanaan hukuman mati; "Dunia ini hanyalah sebuah persinggahan yang kita lewati. Rumah kita yang sebenarnya adalah Surga. Ikutilah aku dan jadilah seorang martir. Aku berharap kita bisa bertemu lagi dalam Kerajaan Mulia yang Kekal,". Pada hari Jumat tanggal 24 Mei 1839, Damianus, yang saat itu telah berusia 38 tahun, dibawa keluar Pintu Gerbang Kecil Barat Kota Seoul bersama delapan umat Katolik lainnya. Mereka lalu dieksekusi mati dengan cara dipenggal. Manurut para saksi mata, Damianus tidak pernah berhenti berdoa sampai kepalanya lepas dari tubuhnya. Santo Damianus Nam Myong-hyok dibeatifikasi bersama para Martir Korea lainnya pada tanggal 5 Juli 1925 oleh Paus Pius XI, dan dikanonisasi bersama pada tanggal 6 Mei 1984 di Yoido, Seoul oleh Paus Yohanes Paulus II.[1] Referensi |