Curtiss-Wright Corporation adalah sebuah produsen produk diversifikasi dan penyedia layanan untuk berbagai industri, manufaktur terutama kedirgantaraan dan industri energi. Lahir pada tahun 1929 dari konsolidasi Curtiss, Wright, dan berbagai perusahaan pemasok, pada akhir Perang Dunia II itu produsen pesawat terbesar di Amerika Serikat, memasok pesawat utuh dalam jumlah besar untuk Angkatan Bersenjata Amerika Serikat.
Ini telah berkembang jauh dari perakitan akhir pesawat jadi, menjadi produsen komponen yang mengkhususkan diri dalam aktuator, kontrol pesawat, katup, dan treatment logam. Ini adalah pemasok tenaga nuklir komersial dan sistem nuklir angkatan laut dan untuk industri minyak dan gas.
Sejarah
Penggabungan dan Ekspansi
Curtiss-Wright dibentuk pada tanggal 5 Juli 1929, sebagai hasil penggabungan dari 12 perusahaan yang berafiliasi dengan Curtiss Aeroplane and Motor Company dan Wright Aeronautical.[1] Curtiss-Wright berkantor pusat di Buffalo, New York dan dengan nilai US$75 juta (US$1.05 milliar saat ini[2]), Curtiss-Wright merupakan perusahaan dirgantara terbesar di Amerika Serikat, pada waktu itu. Berikut ini merupakan perusahaan yang digabung, untuk membentuk Curtiss-Wright:
Curtiss-Wright memiliki 3 divisi, yakni Curtiss-Wright Airplane (memproduksi badan pesawat), Wright Aeronautical Corporation (memproduksi mesin pesawat), dan Curtiss-Wright Propeller (memproduksi baling-baling pesawat). Setelah tahun 1929, hampir semua mesin pesawat yang diproduksi oleh perusahaan ini, dinamai "Wrights", sedangkan pesawat-pesawat buatannya diberi nama "Curtiss", dengan beberapa pengecualian.
Selama dekade 1930an, Curtiss-Wright banyak mendesain dan merakit pesawat untuk keperluan militer, komersial, maupun pribadi. Tetapi pada masa Depresi Besar, divisi mesin pesawat dan hubungan dekatnya dengan militer Amerika Serikatlah yang membantu Curtiss-Wright melalui tahun-tahun sulit ini. Pada tahun 1937, Curtiss-Wright mengembangkan pesawat tempur P-36, yang akhirnya menjadi pesawat dengan pesanan dari Angkatan Udara A.S terbanyak. Curtiss-Wright juga menjual P-36 ke luar negeri, di mana P-36 nantinya juga digunakan di awal Perang Dunia II.
Selama Perang Dunia II, Curtiss-Wright tercatat berhasil memproduksi 142.840 unit mesin pesawat, 146.468 unit baling-baling, dan 29.269 unit pesawat.[1] Curtiss-Wright juga tercatat mempekerjakan 180.000 orang, dan Curtiss-Wright pun menjadi perusahaan dengan nilai kontrak militer terbanyak kedua selama Perang Dunia II.[4][5]
Total produksi pesawat itu juga termasuk 14.000 unit pesawat tempur P-40, 3.000 unit pesawat angkut C-46 Commando, dan juga 7.000 unit pesawat SB2C Helldiver. Kesuksesan Curtiss-Wright paling tampak pada produksi pesawat P-40, yang diproduksi antara tahun 1940 dan 1944 di pabrik utama di Buffalo, New York. Selama perang, pabrik kedua kembali dibangun di Buffalo, dan dibangun juga pabrik baru di Columbus, Ohio, St. Louis, Missouri; dan Louisville, Kentucky. Sementara itu, produksi mesin dan baling-baling pesawat dilakukan di pabrik di New Jersey, Pennsylvania, dan Ohio.
Pada bulan Mei 1942, pemerintah Amerika Serikat menunjuk pabrik Curtiss-Wright di Louisville, Kentucky, untuk memproduksi pesawat kargo C-76 Caravan, yang menggunakan kayu sebagai material utamanya. Tetapi, karena beberapa kendala yang ditemui dengan C-76, rencana untuk mengembangkan versi lebih besar dari C-76 pun dibatalkan.[6] Karena itulah, pabrik Louisville pun dijadikan tempat produksi C-46 Commando, untuk membantu pabrik Buffalo. Pada akhirnya, pabrik Louisville tercatat mampu memproduksi 438 unit Commando.
Penjualan Produk Cacat
Pada tahun 1941, pabrik Curtiss-Wright di Lockland, Ohio memenangkan kontrak produksi mesin pesawat, pesanan dari Angkatan Udara A.S.[7][8] Para petinggi di pabrik Lockland pun bersikeras untuk memproduksi mesin tersebut dengan "kecepatan tinggi", sehingga mengakibatkan sebagian besar mesin tersebut tidak sesuai dengan standar Angkatan Udara A.S. Walaupun begitu, mesin-mesin ini malah lolos inspeksi dan akhirnya tetap dipasang di pesawat-pesawat tempur milik A.S. Setelah diinvestigasi, terungkap bahwa petinggi di pabrik Lockland telah bersekongkol dengan inspektur Angkatan Udara, agar mesin-mesin tidak layak ini tetap lolos inspeksi.[7][8] Penasihat teknis Angkatan Udara, Charles W. Bond pun langsung diberhentikan pada tahun 1943 karena kasus ini.[9] Bond lalu menyatakan bahwa ia telah diajak "makan malam dan minum anggur" oleh petinggi di pabrik Lockland. Salah satunya, saat semalam sebelum Bond memecat empat inspektur Angkatan Udara yang inspektur lain sebut sebagai "pengacau".[9] Pada tahun 1944, tiga inspektur Angkatan Udara, yakni Letkol. Frank Constantine Greulich, Mayor Walter A. Ryan, dan Mayor William Bruckmann pun dituntut atas tuduhan pelalaian tugas, konspirasi, dan pemberian informasi palsu di pengadilan.[10][11][12] Tiga orang ini akhirnya didakwa atas pelalaian tugas.[12]
Pada tahun 2011, kolumnis Huffington Post, Richard J. Eskow, menduga bahwa pamannya, Jack Temple tewas di Perang Dunia II.[13] Kematian Temple saat mengawaki pesawat pengebom ini diduga terkait dengan kegagalan mesin, yang disebabkan produksi terburu-buru, dan tetap lolos inspeksi walaupun tidak memenuhi standar.[13] Anderson juga menduga bahwa Curtiss-Wright "telah menjual mesin bocor ke pemerintah dan menyamarkannya dengan laporan inspeksi palsu".[14]
Pasca Perang Dunia II
Curtiss-Wright gagal melakukan transisi ke produksi pesawat jet, walaupun telah mencobanya beberapa kali. Selama perang, Curtiss-Wright pun hanya melakukan sedikit riset dan pengembangan pesawat baru, dan justru hanya berkonsentrasi untuk memproduksi pesawat yang telah diproduksi sejak perang dimulai. Kegagalan Curtiss-Wright untuk melakukan pengembangan dan riset ini pun membuka jalan bagi North American, Bell, Lockheed, maupun Northrop untuk mengajukan desain pesawat baru yang lebih modern dan canggih. Dengan makin cepatnya perkembangan mesin jet, Curtiss-Wright pun mulai kehilangan beberapa kontrak militer penting, di era setelah perang. Kekalahan terakhir Curtiss-Wright adalah saat pesawat F-89 Scorpion buatan Northrop memenangkan kontrak militer A.S, dengan menyingkirkan XF-87 Blackhawk buatan Curtiss-Wright. Setelah kekalahan F-87 ini pada tanggal 10 Oktober 1948, Curtiss-Wright pun resmi menutup divisi dirgantaranya, dan menjual aset-asetnya ke North American Aviation.
Inipun menandai pengunduran diri Curtiss-Wright dari dunia dirgantara. Salah satu aksi yang juga dilakukan oleh Curtiss-Wright, adalah pemisahan unit laboratorium riset penerbangannya, yang didirikan pada 1943, di dekat pabrik Buffalo. Laboratorium ini akhirnya diberikan ke Cornell University. Cornell pun menamainya "Cornell Aeronautical Labs", atau CAL. Nantinya CAL juga dipisah dari universitas, dan menjadi perusahaan tersendiri, dengan nama Calspan Corporation, yang nantinya bertanggung jawab atas beberapa inovasi besar dalam dunia dirgantara. Untuk sebuah perusahaan yang gagal dalam melakukan pengembangan dan riset, ironis jika nantinya divisi riset dan pengembangan milik Curtiss-Wright ini malah menjadi salah satu perusahaan besar dan tetap beroperasi hingga sekarang.
Setelah pemerintah A.S memberikan pengembangan mesin jet Whittle ke GE, Curtiss-Wright pun berkonsentrasi produksi mesin pesawat dan baling-baling untuk keperluan militer maupun sipil. Dengan makin berkembangnya mesin jet pesawat, Curtiss-Wright pun mau tidak mau harus mengikutinya. Seperti pada tahun 1950, Curtiss-Wright pun membeli lisensi mesin jet Sapphire dari Armstrong Siddeley, dan memproduksinya dengan nama Wright J65.
J65 pun dipakai oleh pesawat Martin B-57, dan beberapa pesawat tempur milik Amerika Serikat. Beberapa produk turunan J65 pun juga diproduksi, tetapi ini sudah terlalu terlambat, sehingga mesin-mesin ini tidak mampu menemukan pangsa pasar yang banyak.
Pada tahun 1954, United Airlines membeli empat simulator penerbangan buatan Curtiss-Wright seharga US$3 juta. Simulator ini sebenarnya sama dengan simulator sebelumnya, hanya saja telah dilengkapi dengan visualisasi, suara, dan gerakan pesawat. Sehingga bisa dibilang jika simulator ini merupakan simulator modern pertama di dunia.[15]
Pada tahun 1956, Studebaker-Packard Corporation, yang juga sedang terlilit masalah finansial, menandatangani perjanjian dengan CurtissWright, yang bertujuan menghindarkan Studebaker-Packard dari kebangkrutan. Perjanjian ini berlanjut hingga tahun 1959, saat Curtiss-Wright mengundurkan diri dari perjanjian tersebut. Pergeseran pesawat sipil yang makin banyak menggunakan mesin jet, membuat Curtiss-Wright hanya bergantung pada sebagian kecil bisnisnya, dan pada dekade 1960an, Curtiss-Wright pun memutuskan untuk berubah haluan ke bisnis produksi komponen pesawat dan produksi kapal selam nuklir, yang sampai saat ini masih dilakukan oleh Curtiss-Wright.
Pada tahun 2002, Curtiss-Wright mengakuisisi Penny & Giles, pemasok kotak hitam dan sensor pada pesawat.[16]
Pada tahun 2010, Curtiss-Wright mengakuisisi Hybricon Corporation seharga US$19 juta. Hybricon merupakan pemasok alat-alat elektronik pada bisnis dirgantara, pertahanan, dan sipil..[17]
Pada tahun 2011, Curtiss-Wright mengakuisisi Acra Control dari Irlandia seharga US$61 juta. Acra Control adalah pemasok sistem penggabungan data, perekam data, dan stasiun telemetri darat untuk keperluan militer ataupun sipil.[18]
Pada awal tahun 2013, Curtiss-Wright mengakuisisi Exlar Corporation seharga US$85 juta. Exlar adalah produsen aktuator elektrik yang digunakan di bidang industri maupun militer. Exlar akan beroperasi dibawah divisi Motion Control milik Curtiss-Wright.[19]
^Herman, Arthur. Freedom's Forge: How American Business Produced Victory in World War II, p. 312, Random House, New York, NY, 2012. ISBN 978-1-4000-6964-4.
^Curtiss-Wright Aircraft Factory. The Encyclopedia of Louisville. University Press of Kentucky. 2000. Diakses tanggal 2010-06-04.
^ abMeyers, Jeffrey, The Genius and the Goddess: Arthur Miller and Marilyn Monroe, University of Illinois Press, ISBN 978-0-252-03544-9 (2009), pp. 92–93
^ abClausen, Henry C., and Lee, Bruce, Pearl Harbor: Final Judgment, Da Capo Press, ISBN 0-306-81035-2 (2001), pp. 56–58
^ abColonel Ready To Deny Neglect, The Toledo Blade, 20 April 1944, p. 2
^Hinton, Harold B., Air Victory: the men and the machines, New York: Harper & Bros. (1948), pp. 249–251