Dalam anatomi manusia, betis adalah bagian belakang bawah dari tungkai. Dalam sistem otot, betis berhubungan dengan ruangan belakang tungkai[1]. Dalam ruangan belakang tersebut, dua otot terbesar yang dikenal sebagai otot betis, menempel pada tumit melalui tendon Achilles. Beberapa otot lainnya yang lebih kecil menempel pada lutut, pergelangan kaki, dan jari-jari kaki.
Sejarah
Dalam kajian sejarah antropologi, ketiadaan betis, dalam artian tungkai yang pendek tanpa otot betis yang menonjol, dipandang oleh beberapa penulis sebagai tanda inferioritas: kera lazim diketahui tidak memiliki betis, dan mereka hadir sebagai mamalia berderajat rendah.[2]
Kram tungkai yang bersifat idiopatik adalah hal yang lazim dan biasanya memengaruhi otot betis pada malam hari.[6]Sembap juga merupakan hal yang lazim dan sering kali bersifat idiopatik. Dalam sebuah penelitian kecil terhadap sekelompok buruh pabrik yang sehat, penggunaan kaus kaki membantu mengurangi risiko sembap dan nyeri yang bertalian dengan sembap.[7] Sebuah penelitian kecil menunjukkan bahwa penggunaan kaus kaki ketat selutut mampu menaikkan kinerja pelari.[8]
Ukuran lingkar betis telah digunakan untuk menaksir risiko kesehatan tertentu. Di Spanyol, sebuah penelitian yang melibatkan 22.000 orang yang berusia 65 tahun atau lebih berhasil menemukan bahwa "semakin ramping lingkar betis, semakin besarlah risiko kekurangan gizi".[9] Di Prancis, sebuah penelitian yang melibatkan 6.265 orang yang berusia 65 tahun atau lebih tua telah berhasil menemukan hubungan kebalikan antara lingkar betis dan ukuran lempeng pembuluh nadi di kepala.[10]
Pengubahan ukuran betis dan pengembaliannya kepada wujud semula adalah tersedia, yakni melibatkan beberapa perangkat prostesis dan teknik bedah.
^Drey IA, Baruch H (2008). "Sindrom kompartemen akut pada betis setelah posisi dekubitus berkepanjangan". Orthopedics. 31 (2): 184. PMID19292184.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Hartgens F, Hoogeveen AR, Brink PR (2008). "[Atlet dengan nyeri akibat latihan pada bagian tengah tungkai bawah]". Nederlands Tijdschrift Voor Geneeskunde (dalam bahasa Dutch; Flemish). 152 (33): 1839–43. PMID18783163.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link) Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^Young G (2009). "Kram tungkai". Bukti Klinis. 2009. PMID19445755.
^Blättler W, Kreis N, Lun B, Winiger J, Amsler F (2008). "Simtoma tungkai pada orang yang sehat dan perawatan terhadapnya dengan kaus kaki ketat". Phlebology / Venous Forum of the Royal Society of Medicine. 23 (5): 214–21. doi:10.1258/phleb.2008.008014. PMID18806203.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Kemmler W, von Stengel S, Köckritz C, Mayhew J, Wassermann A, Zapf J (2009). "Dampak kaus kaki ketat terhadap kinerja pelari". Journal of Strength and Conditioning Research / National Strength & Conditioning Association. 23 (1): 101–5. doi:10.1519/JSC.0b013e31818eaef3. PMID19057400.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Cuervo M, Ansorena D, García A, González Martínez MA, Astiasarán I, Martínez JA (2009). "[Pengukuran lingkar betis sebagai indikator risiko kekurangan gizi pada manusia lanjut usia]". Nutrición Hospitalaria : Organo Oficial De La Sociedad Española De Nutrición Parenteral Y Enteral (dalam bahasa Spanish; Castilian). 24 (1): 63–7. PMID19266115.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link) Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^Debette S, Leone N, Courbon D, Gariépy J, Tzourio C, Dartigues JF, Ritchie K, Alpérovitch A, Ducimetière P, Amouyel P, Zureik M (2008). "Lingkar betis berbanding terbalik dengan ukuran lempeng pembuluh nadi di kepala". Stroke; a Journal of Cerebral Circulation. 39 (11): 2958–65. doi:10.1161/STROKEAHA.108.520106. PMID18703804.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)