Benteng CepuriBenteng Cepuri adalah situs peninggalan Kerajaan Mataram Islam di Kotagede yang berwujud reruntuh-reruntuhan. Benteng Cepuri dinamakan juga Bokong Semar karena bentuk dinding ini melengkung sehingga oleh masyarakat diibaratkan sebagai bokong. Menurut Kronik Momana Jawa, benteng ini dibangun pada 1507-1516 dan secara tradisional berfungsi untuk memisahkan jeron (dalam) beteng (istana) dari daerah di mana jaba (luar) beteng (rakyat biasa) tinggal. DeskripsiBeteng Cepuri merupakan situs peninggalan Kerajaan Mataram Islam di Kotagede yang berwujud rerutuhan-reruntuhan yang masih tersisa dari benteng yang dahulunya dibangun untuk melindungi Kedhaton atau Keraton Mataram dimasa awal pemerintahan Panembahan Senapati. Pembangunan ini terus berlanjut hingga Panembahan Senapati diganti oleh Panembahan Hanyakrawati hingga awal-awal pemerintahan Sultan Agung, sebelum akhirnya pusat pemerintahan berpindah ke Kerto (Karta). Panembahan Senopati membangun benteng dalam (cepuri) lengkap dengan parit pertahanan di sekeliling keraton, luasnya kira-kira 400 x 400 meter. Reruntuhan benteng yang asli masih bisa dilihat di pojok barat daya dan tenggara. Temboknya setebal 4 kaki terbuat dari balok batu berukuran besar. Sedangkan sisa parit pertahanan bisa dilihat di sisi timur, selatan, dan barat.[1] Benteng yang dilengkapi dengan parit atau jagang diluarnya ini selain berfungsi sebagai sarana keamanan dari serangan pihak luar juga merupakan batas tempat tinggal bagi kerabat keraton trah njero benteng (orang dalam benteng) yang tinggal di dalam benteng dan warga masyarakat biasa wong njobo benteng (orang luar benteng). Struktur bangunan ini dibuat dengan mempergunakan batu putih berukuran besar. Tingginya mencapai kurang lebih 3,5 meter dan lebarnya sekitar 2 meter. Pada sisi utara benteng Cepuri, yang ditemukan hanyalah tinggal reruntuhan saja yang dikenal dengan nama Benteng Jebolan Raden Rangga. Selebihnya sudah tidak ada lagi bangunan peninggalannya. Pada sisi barat benteng Cepuri inipun juga tak ditemukan lagi reruntuhannya. Sudah hilang dan berubah menjadi pemukiman penduduk yang sangat padat. SejarahSingkat cerita mengenai berdirinya Benteng Cepuri di Kotagede adalah pada saat Pulau Jawa berada di bawah kekuasaan Kesultanan Pajang yang berpusat di Jawa Tengah. Sultan Hadiwijaya yang berkuasa saat itu menghadiahkan Alas Mentaok (alas = hutan) yang luas kepada Ki Gede Pemanahan atas keberhasilannya menaklukkan musuh kerajaan. Ki Gede Pemanahan beserta keluarga dan pengikutnya lalu pindah ke Alas Mentaok, sebuah hutan yang sebenarnya merupakan bekas Kerajaan Mataram Hindu dahulu. Desa kecil yang didirikan Ki Gede Pemanahan di hutan itu mulai makmur. Setelah Ki Gede Pemanahan wafat, beliau digantikan oleh putranya yang bergelar Senapati Ingalaga. Di bawah kepemimpinan Senapati yang bijaksana desa itu tumbuh menjadi kota yang semakin ramai dan makmur, hingga disebut Kotagede (kota besar). Senapati lalu membangun benteng dalam (cepuri) yang mengelilingi kraton dan benteng luar (baluwarti) yang mengelilingi wilayah kota seluas kurang lebih 200 ha. Sisi luar kedua benteng ini juga dilengkapi dengan parit pertahanan yang lebar seperti sungai. kemudian Sutawijaya (Panembahan Senapati) membangun Benteng Cepuri sebagai pertahanan kerajaan Mataram Islam. Benteng tersebut membentang 1 KM hingga perbatasan kota Yogyakata. Benteng Cepuri dibangun untuk melindungi kedathon atau Keraton Mataram Islam di Kotagedhe di masa pemerintahan Panembahan Senopati. Menurut Kronik Momana Jawa, benteng ini dibangun pada 1507-1516 dan secara tradisional berfungsi untuk memisahkan jeron beteng (istana) dari daerah di mana jaba beteng (rakyat biasa) tinggal. Benteng ini dilengkapi dengan parit atau jagang diluarnya ini selain berfungsi sebagai sarana keamanan dari serangan pihak luar juga merupakan batas tempat tinggal bagi kerabat keraton (trah njero benteng) yang tinggal di dalam benteng dan warga masyarakat biasa (wong njobo benteng).[2] Benteng Cepuri merupakan saksi bisu berjayanya Kesultanan Mataram Islam yang pernah menguasai hampir seluruh pulau Jawa. Benteng Cepuri menjadi simbol artistik tentang pengelolaan dunia luar, yakni komunitas rakyat biasa (jaba beteng) dengan komunitas dalam, yakni keluarga kerajaan (jeron beteng). Selain itu, Benteng Cepuri memiliki fungsi benteng sebagai pertahanan kerajaan Mataram Islam. Benteng Cepuri juga merupakan peradaban yang menakjubkan dan pertahanan yang kokoh di masa lalu. Sekarang ini, Benteng Cepuri merupakan situs penting bukti kokohnya pertahanan Kesultanan Mataram Islam zaman dahulu serta menyimpan mitos tentang kesaktian para keluarga keraton. LokasiBenteng Cepuri bertempat di kawasan inti Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.[3] Lokasinya berada di Kelurahan Purbayan. Benteng ini dibangun pada tahun 1507-1516 M di masa Sutowijaya yang lebih dikenal dengan Panembahan Senopati hingga masa Sultan Agung. Benteng Cepuri dibangun atas inisiatif Sutowijaya. Sutowijaya (Panembahan Senopati) membangun tembok keliling atau Benteng Cepuri untuk memperkuat wilayah Mataram Islam. Setelah Benteng Cepuri jadi, ia kemudian menyerang Pajang dan berhasil mengalahkannya kemudian ia mendapat gelar Senopati Ing Ngalaga Sayidin Panatagama. Tokoh Penting
Referensi
|