"BSM" beralih ke halaman ini. Untuk bekas bank syariah di Indonesia milik Bank Mandiri, lihat Bank Syariah Mandiri.
Bantuan Siswa Miskin atau BSM adalah bantuan yang diberikan Pemerintah Indonesia[1] menyambut kenaikan harga BBM yang terjadi pada 22 Juni 2013 pada pukul 00.00.[2]
Latar belakang
Pada tanggal 22 Juni 2013, tepatnya jam 00.00 WIB, Pemerintah Indonesia menaikkan harga BBM.[2] Kenaikan harga BBM bersubsidi dilakukan pemerintah untuk memberikan subsidi dengan lebih tepat sasaran. Sebagai ganti ruginya, pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat kurang mampu yang ditengarai paling menderita ketika terjadi inflasi sebagai dampak dari kenaikan BBM.[3] Walaupun demikian, sebelum terjadi kenaikan harga BBM, BSM masih bersifat wacana.[4]
Pemerintah menyediakan lebih dari Rp7 triliun untuk penyediaan Beasiswa Siswa Miskin, sebagai ganti rugi kenaikan harga bahan bakar minyak[1] dan dibagikan ke 13,5 juta siswa miskin.[5]
Pada bulan Desember, pemerintah menargetkan bantuan BSM sudah disalurkan semua.[6]
Permasalahan
Penyaluran
Permasalahan baru terjadi pada saat setelah disalurkannya BSM ke seluruh Indonesia. Di Kalimantan Selatan, puluhan ribu siswa tidak dapat memanfaatkan bantuan yang diberikan pemerintah karena data siswa miskin yang berhasil dikumpulkan dari kabupaten/kota baru 25 persen dari kuota yang diberikan pemerintah.[7]
Terkait masih rendahnya serapan dana BSM, DPR meminta pemerintah bekerja keras untuk menyalurkannya agar bantuan yang disalurkan tepat guna dan tepat waktu bagi seluruh siswa miskin di Indonesia. Jika anggaran BSM tidak terserap secara tuntas, menurut anggota komisi X DPR Asdy Narang, kinerja Kemendikbud dan kementerian lain yang terkait dengan penyaluran BSM belum optimal.[8] Ini disebakan karena dana BSM yang disalurkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia baru 24% dari seharusnya. Menteri Pendidikan dan KebudayaanMohammad Nuh mengatakan bahwa belum tersalurnya dana BSM secara keseluruhan tersebut dikarenakan orang tua yang memegang Kartu Perlindungan Sosial (KPS) belum mendaftarkan anaknya ke sekolah anaknya masing-masing. Untuk itu, kementerian memberikan batas waktu hingga 30 September 2013 kepada para orang tua siswa yang memegang kartu KPS untuk melaporkan ke pihak sekolah yang bersangkutan.[9]
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan RakyatAgung Laksono mengaku kecewa dengan rendahnya penyaluran dana Bantuan Siswa Miskin. Dari alokasi anggaran Rp10 triliun untuk BSM, diperkirakan baru sekitar 35% yang terserap. Menurut dia, lambannya penyaluran dana disebabkan oleh faktor lemahnya sosialisasi. Maklum, sambung dia, program itu baru diperkenalkan pada Agustus 2013. Oleh karena itu, dia meminta petugas kantor pos untuk menyosialisasikan BSM kepada pemegang Kartu Perlindungan Sosial (KPS) yang mencapai 15,5 juta rumah tangga sasaran dengan tujuan pemegang Kartu Perlindungan Sosial mengetahui mengenai BSM. Kendatipun demikian, dia menjamin mayoritas siswa yang dikategorikan sangat miskin dan miskin sudah mendapatkan bantuan berupa BSM.[10]
Pemotongan dana
Sama seperti Bantuan Langsung Sementara Masyarakat, Bantuan Siswa Miskin juga tidak terlepas dari masalah. Misalnya, di Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung, Jawa Timur, sejumlah wali murid SDN Kedungwaru 2 mengeluhkan potongan dana Bantuan Siswa Miskin sebesar Rp160.000 tiap siswa oleh pihak sekolah untuk pembelian kostum kesenian reog dan biaya administrasi. Salah satu wali murid yang tidak mau disebutkan namanya yang ditemui mengatakan bahwa sulit memahami jika bantuan BSM yang seharusnya digunakan untuk keperluan sekolah secara langsung tetapi malah digunakan untuk kostum kesenian. Namun menurut Kepala SDN Kedungwaru 2 Ismiyatun menolak istilah pemotongan BSM. Menurutnya, pemotongan sudah mendapat persetujuan dari wali murid melalui komite sekolah. Pembelian kostum reog tersebut karena sekolah belum mempunyai kostum reog. Potongan dana tersebut terdiri dari potongan untuk pembelian kostum reog sebesar Rp100.000 dan administrasi sebesar Rp60.000 sebagai dan administrasi.[11]
Di Medang Deras, Batu Bara, Sumatera Utara, para siswa SDN Desa Lalang hanya menerima dana bantuan sebesar Rp250.000. Padahal, pemerintah menganggarkan bantuan itu sebesar Rp360.000 per siswa setiap tahun. Jadi, besar pemotongan sebesar Rp110.000. Kepala SDN Desa Lalang, Normila, membantah memotong dana bantuan. Namun ia membenarkan mengumpulkan dana Rp20 ribu per siswa untuk membiayai transportasi pengambilan BSM di kantor pos.[12]