Bank pertanian
Dalam sejarah, sistem perekonomian syariah mengkhususkan untuk memberikan pinjaman kepada petani, dan petani boleh membayarnya dengan hasil pertanian yang dipanennya. Sistem ini dikemukakan kembali oleh Syafi'i Antonio pada tahun 1999 untuk diimplementasikan di Indonesia[1] Bank pertanian di IndonesiaDi Indonesia, wacana kemunculan bank pertanian mulai ramai di pertengahan 2014 setelah diketahui bahwa bank umum hanya menyalurkan sejumlah kecil kredit pada usaha pertanian. Menurut data Bank Indonesia, hingga Februari 2013 tercatat penyaluran pembiayaan kredit di sektor pertanian hanya 5,5% dari total kredit perbankan sebesar Rp2.721,9 triliun, dan sebagian besar tertuju kepada perkebunan kelapa sawit.[2] Hal ini dikarenakan pertanian masih merupakan sebuah sektor usaha yang memiliki risiko tinggi sehingga bank cenderung berhati-hati dalam mengeluarkan pinjaman kepada petani. Perdebatan tentang bank pertanian yang muncul antara lain mengenai definisi, efektivitas, sumber modal, cakupan pembiayaan, format bank, dan sebagainya.[3] Karena selama ini dalam undang-undang perbankan di Indonesia tidak mengenal adanya bank yang khusus melayani pertanian.[4][5] Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution menilai bank pertanian di Indonesia tidak dibutuhkan, dan ia lebih mengutamakan perluasan jangkauan bank dan perbaikan birokrasi.[2] Meski demikian, keberadaan bank pertanian di Indonesia disarankan oleh akademisi Institut Pertanian Bogor,[6] diinginkan oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia,[7] dan dibutuhkan oleh petani menurut Perhimpunan Petani dan Nelayan Sejahtera Indonesia.[8] Bank pertanian di duniaBank pertanian di beberapa negara dengan pendapatan per kapita menengah ke bawah mengalami kesulitan dalam mengembangkan pedesaan melalui bank pertanian karena kebijakan birokrasi yang terpusat dan penuh motivasi politik, sehingga tidak berkembang. Kasus ini terjadi di Amerika Selatan serta negara bekas Soviet. Dibutuhkan reformasi radikal bagi bank pertanian untuk berperan di bidang komersial, seperti yang telah terjadi di Guatemala.[9] Di Thailand, bank pertanian dan koperasi pertanian didirikan pada tahun 1966 dan menjadi bagian dari kebijakan pembangunan pertanian pada masa pemerintahan Raja Chulalongkorn. Bank ini dikhususkan untuk memberikan pinjaman kepada petani melalui koperasi pertanian dan perhimpunan petani. Petani yang tidak menjadi anggota koperasi pun bisa mendapatkan pinjaman di bank tersebut. Dana yang dipinjamkan kepada petani dimanfaatkan untuk membentuk sistem distribusi pupuk, membangun gudang beras, dan sarana produksi lainnya.[10] Contoh bank pertanian di dunia yaitu:
Meski tidak mengkhususkan diri pada atau mendeklarasikan diri sebagai bank pertanian, sebagian besar nasabah Bank Grameen merupakan warga yang bergerak di bidang pertanian. Lihat pulaReferensi
Bahan bacaan terkait
|