Bank ModernBank Modern merupakan salah satu bank yang lahir akibat kebijakan PAKTO 88. Bank yang dimiliki oleh pengusaha dari keluarga Honoris, yaitu Samadikun Hartono - dan Grup Modern (anak perusahaannya seperti Modernland Realty, Modern Photo Film Co., Modern Indocitra dan Honoris Industry) ini didirikan pertama kali dengan nama Intermodern Bank, berdasarkan akta Notaris Fransiscus Jacobus Mawati, No. 81 tanggal 29 Maret 1989. Akta pendirian ini telah disahkan oleh Menteri Kehakiman dalma keputusan No. C2-5181.HT.01.01.TH.'98, tanggal 14 Juni 1989 serta diumumkan dalam Berita Negara No. 85 tanggal 24 Oktober 1989.[1] Bank ini pada awalnya berkantor pusat di jalan Gunung Sahari 28, Jakarta yang kemudian berpindah ke Plaza Permata, Jalan MH Thamrin Jakarta pada tahun 1993.[2] Bank Modern bernama asli Intermodern Bank, kemudian berganti nama menjadi Modern Bank pada Januari 1994,[3] lalu berganti nama kembali menjadi Bank Modern pada tahun 1995. Pada tanggal 6 Juli 1994, Modernbank berhasil mencatatkan sahamnya di bursa efek pada 6 Juli 1994,[4] setelah sebelumnya mendapat status bank devisa pada September 1992,[5] dengan kode MDBN[6] Kiprah sebagai bank konglomerat membuat bank ini, layaknya bank lain menjadi "sapi perah" pemiliknya. Menurut sebuah laporan, diperkirakan pada tahun 1998 pemilik bank ini telah meminjam lebih dari 100% asetnya.[7] Pada akhirnya, Bank Modern sendiri meskipun inovatif, sudah menciptakan seperti kartu kredit, ATM[8] tidak dapat bertahan dari krisis ekonomi 1997. Pemerintah terpaksa mengucurkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebanyak Rp 2.557.694 triliun. Pada akhirnya, Bank Modern pun ternyata menyelewengkan bantuan itu, dan tetap tidak sehat sehingga pemerintah memutuskan membekukan Bank Modern, BUN dan BDNI pada 21 Agustus 1998[9] dalam status Bank Beku Operasi (BBO). Berakhirnya riwayat Bank Modern kemudian ditegaskan dengan likuidasi bank pada 27 April 2004.[10] Meskipun demikian, kasus penyelewengan BLBI Bank Modern belum berakhir - Samadikun divonis 1 tahun 4 bulan, denda Rp 169 M pada tahun 2003[11] - lalu menjadi 4 tahun,[12] namun ia melarikan diri, sampai akhirnya tertangkap pada 15 April 2016 di Tiongkok.[13] Referensi |