Artikel ini perlu dikembangkan agar dapat memenuhi kriteria sebagai entri Wikipedia. Bantulah untuk mengembangkan artikel ini. Jika tidak dikembangkan, artikel ini akan dihapus.
Artikel ini perlu dikembangkan dari artikel terkait di Wikipedia bahasa Arab. (Februari 2024)
klik [tampil] untuk melihat petunjuk sebelum menerjemahkan.
Lihat versi terjemahan mesin dari artikel bahasa Arab.
Terjemahan mesin Google adalah titik awal yang berguna untuk terjemahan, tapi penerjemah harus merevisi kesalahan yang diperlukan dan meyakinkan bahwa hasil terjemahan tersebut akurat, bukan hanya salin-tempel teks hasil terjemahan mesin ke dalam Wikipedia bahasa Indonesia.
Jangan menerjemahkan teks yang berkualitas rendah atau tidak dapat diandalkan. Jika memungkinkan, pastikan kebenaran teks dengan referensi yang diberikan dalam artikel bahasa asing.
Ashim bin Amr bin Malik al-Usaidi at-Tamimi[1] (bahasa Arab: عاصم بن عمرو بن مالك الأسيدي التميمي) adalah salah satu pemimpin Bani Tamim, ksatria dan penyairnya, dan salah satu pemimpin kaum Muslimin dalam penaklukan Irak dan Persia, dan saudara laki-laki pemimpin yang terkenal Al-Qa'qa' bin Amr. Ia menghadiri Perang Riddah bersama Khalid bin Walid dan menghadiri Pertempuran Dumat al-Jandal dan kemudian pergi bersamanya untuk menaklukan Irak. Ia berpartisipasi dalam Pertempuran Al-Qadisiyyah dan memiliki kontribusi yang baik karena ia adalah pemimpin batalion selama pertempuran. Ia kemudian memimpin tentara untuk menaklukan Thabaristan dan mengepung rakyatnya sampai ditaklukkan dengan paksa hingga rakyatnya puas dengan perjanjian dan pembayaran upeti.[2]
Pertempuran Al-Madzar Ats-Tsani
Ashim bin Amr bersama Khalid dalam melawan pasukan Persia di Pertempuran Al-Madzar Ats-Tsani. Ia berhasil membunuh Anu Syujjan, salah satu pemimpin pasukan Persia.[3]
Penaklukan provinsi Sijistan
Setelah kekalahan besar pasukan Persia di Pertempuran Nahawand, Ashim bin Amr diperintahkan untuk pergi ke Sijistan[4] dan bentrok dengan pengikut setia Khosrow, raja Persia. Ia mengalahkan mereka dan kemudian mengejarnya sampai mereka dikepung di sebuah benteng bernama Bazaranj. Mereka kemudian meminta perdamaian dan Ashim memilih berdamai setelah mereka setuju untuk membayar upeti.[5]