Asas tiga swaAsas tiga swa atau formula tiga swa adalah strategi misiologis yang diterapkan dalam rangka mendirikan jemaat-jemaat pribumi. Ketiga swa yang dimaksud adalah swatantra, swadana (tidak mengandalkan dana asing), dan swausaha (berusaha sendiri mewartakan Injil). Asas ini pertama kali mencuat pada akhir abad ke-19, dikemukakan oleh ahli-ahli teori misi, dan dewasa ini masih diterapkan dalam konteks-konteks tertentu misalnya di dalam ruang lingkup Gerakan Patriotis Tiga Swa di Tiongkok Daratan. SejarahAsas tiga swa, yaitu swatantra, swadana (tidak bergantung kepada pihak asing dalam hal pendanaan), dan swausaha (mengupayakan pewartaan Injil secara mandiri) pertama kali dikemukakan oleh Henry Venn, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Misionaris Gereja dari tahun 1841 sampai 1873, dan Rufus Anderson, Sekretaris Urusan Luar Negeri Dewan Komisaris Amerika untuk Karya Misi di Luar Negeri.[1][2] "Metode Nevius," terambil dari nama John Livingstone Nevius, misionaris Protestan asal Amerika Serikat yang berkarya di Tiongkok dan Korea, mengembangkan asas tiga swa cetusan Venn dan Anderson menjadi rancangan pendirian jemaat-jemaat pribumi.[3][4] Pada tahun 1877, asas tiga swa ramai diperbincangkan oleh para misionaris di Tiongkok.[5] Perumusan asas tiga swa secara resmi di dalam konferensi karya misi Kristen yang diselenggarakan di Shanghai pada tahun 1892 mencerminkan suatu kesepahaman yang nyaris universal bahwa masa depan gereja di Tiongkok bergantung kepada usaha untuk membumiputrakan kepemimpinan gereja, dan usaha untuk menemukan corak peribadatan yang cukup menampakkan jati diri bangsa Tionghoa.[6] Pada awal abad ke-20, Roland Allen, seorang mantan misionaris Anglikan di Tiongkok, menulis dua buah buku berpengaruh yang menganjurkan konsep jemaat-jemaat pribumi berlandaskan asas tiga swa.[7][8] Gerakan Patriotis Tiga Swa di Tiongkok Daratan, yang kini menjadi corak Kekristenan Protestan yang diakui keberadaannya secara resmi oleh pemerintah Tiongkok, menjadikan asas tiga swa sebagai landasan pendiriannya.[9] Meskipun demikian, di dalam jalinan koordinasi dengan Departemen Urusan Gugus Depan Bersatu, Gerakan Patriotis Tiga Swa berusaha merangkul segenap umat Kristen di Tiongkok untuk bersama-sama mengusung agenda politik dan sosial yang dicanangkan pemerintah, dan oleh karena itu mempolitisasi hal-ihwal keyakinan dan amalan keagamaan serta "memperhambakan misi agamawi gereja kepada agenda politik Partai Komunis."[10] Langkah ini merupakan perubahan mendasar di dalam konsep asas tiga swa, yakni dari agamawi menjadi politis. Implementasi yang dilakukan Gerakan Patriotis Tiga Swa justru melahirkan upaya penghilangan bentuk-bentuk lain dari pengejawantahan asas tiga swa yang sudah ada sebelumnya.[11] Beberapa sarjana pengkaji karya misi, antara lain Paul Hiebert dan David Bosch, belakangan berpendapat bahwa sekarang ini sudah semestinya ada "swa" yang keempat, yaitu swateologisasi.[12][13] Baca jugaRujukan
|